FIVE

176 9 0
                                    

Pagi itu Nadine muntah-muntah akibat terlalu banyak minum semalam.

Sialan!

Saat Nadine keluar dari kamar mandi, dia baru sadar kalau dia tidak sedang ada di apartemennya. Dengan langkah seribu dia mengelilingi seluruh ruangan sambil mulai mencari sosok Genta. Seingat Nadine semalam itu dia bersama Genta. Jadi, mungkin saja ini apartemen milik Genta.

"Nyariin gue?" kata Genta yang tengah duduk di sofa ruang tamu dengan secangkir kopi.

Nah, ternyata benar Genta.

"Gen, punya pil antasid, nggak?" tanya Nadine sambil ikut mengambil duduk di sebelah Genta.

"Nggak baik minum antasid terus, Nad. Gue udah buatin teh jahe buat lo ada di dapur," kata Genta.

Nadine langsung bersorak walaupun memang kepalanya masih kayak mesin cuci yang lagi turn on.

Sembari menyesap teh jahenya, Nadine menatap sekeliling apartemen Genta. Comfy.

Typical.

"Lo nggak tinggal bareng bonyok lagi?" tanya Nadine.

"Enggak,"

"Tapi, Om sama Tante masih di Indo, kan?"

"Masih kok. Kenapa? Lo kangen?" goda Genta.

"Kangen banget apalagi sama sambal balado siap tempurnya Tante Fia,"

"Masih inget aja lo,"

Dulu semasa SMA, Nadine lumayan sering main di rumah Genta. Dari saat itulah Mama dan Papa Genta mengenalnya waktu itu sebagai pacar Genta.

"Eh iya. Kok lo nggak nganterin gue ke apartemen gue? Malah ke sini," tanya Nadine.

"Gue aja nggak tau apartemen lo dimana,"

"Semalem lo nggak apa-apain gue, kan?" tanya Nadine curiga sambil memeriksa seluruh tubuhnya. Aman-aman saja.

Genta terbahak melihat tingkah konyol mantan pacarnya itu. "Gue juga nggak nafsu buat grepe-grepein cewek kayak lo kali, Nad,"

Nadine membelalak terkejut mendengar jawaban mantan pacarnya itu. "Jangan bilang lo gay? Astaga, Gen. Gue nggak nyangka," cicit Nadine.

Gantian Genta yang kali ini membelalak dengan cicitan Nadine barusan. Gay? Hell, no! Genta masih pria normal yang suka dengan spesies manusia berjenis kelamin perempuan. Kenapa Nadine mengira dirinya gay? Dari penampilan? Tidak mungkin. Penampilan Genta terlihat sangat manly.

"Gue masih normal, J. Masih doyan cewek. Maksud gue itu gue nggak nafsu grepein cewek kayak lo itu ya karena lo itu dari segala segi yang ada lo itu rata," kata Genta.

Dibilang rata oleh seorang pria membuat Nadine sebal. Ben juga berkata demikian. Sekarang Genta. Besok siapa? Rey? Ah, Nadine, jangan dulu mikirin Rey, Nad. Batin Nadine.

"Halah, kalo gue buka depan lo juga lo pasti kerangsang kok," kata Nadine.

"Coba mana buktiin!" tantang Genta.

Nadine yang merasa tertantang langsung berdiri dari sofanya dan mulai bersiap-siap. Genta langsung membelalak melihat Nadine yang sangat nekat menurutnya. Dia masih mabuk kayaknya. Batin Genta.

Genta langsung menarik Nadine sehingga wanita itu kembali terduduk di sofa tanpa berhasil menjalankan rencana gilanya.

"Jangan gila lo," kata Genta.

"Nah, kan. Makanya jangan asal ngomong bilang gue rata. Buktinya lo takut tadi,"

Genta tertawa sambil menyesap kopi hitamnya, "Dosa kalo sampe lo buka-bukaan depan gue,"

Mereka berdua pun mulai memperbincangkan sesuatu yang tak penting. Mulai dari cerita mereka saat SMA dulu sampai cerita tentang masa kuliah mereka. Waktu terasa berjalan dengan sangat cepat membuat Nadine lupa dengan masalahnya dengan tunanganya.

Rey.

****

Reynaldi Cakrawangsa : aku otw apartemen kamu.

Nadine terkejut melihat Rey mengirimkan pesan padanya. Biasanya Rey tidak akan menghubunginya bisa sampai seminggu lebih kalau mereka sedang marahan.

Bagaimana penampilan Nadine sekarang? Nadine segera berlari ke arah cermin dan seketika itu rasanya dia ingin pingsan melihat penampilannya sendiri di depan cermin.

Rambut yang dicepol asal yang sekarang sudah amburadul tak berbentuk, kaos putih kebesaran, celana panjang rumahan yang juga sangat kebesaran. Parahnya lagi mata Nadine yang sangat bengkak bekas menangis tadi.

Sialan!

Dengan langkah seribu Nadine segera menuju ke kamar mandi dan memulai ritual wewangiannya. Kali ini dia harus mengeluarkan jurus no make up, make upnya. Belum selesai dengan ritual dandannya itu bel apartemen Nadine sudah berbunyi. Untung saja Rey selalu lupa dengan kata sandi pintu apartemennya sehingga mungkin Nadine masih punya waktu untuk menyelesaikan ritual dandannya.

Dengan secepat kilat Nadine berlari ke arah pintu apartemen sambil terus berharap make upnya tidak berantakan apalagi bagian mata.

Nadine pun membuka pintu apartemennya dan melihat Rey sudah berdiri di sana.

Nadine tersenyum.

As You Are Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang