"Kamu dimana?" tanya Diana dari seberang.
"Aku kejebak macet, Ma,"
"Daerah mana?"
"Tebet,"
"Cepetan loh, Nad. Ini kakak-kakakmu udah pada dateng kita tinggal nungguin kamu sama Arthur aja," kata Diana lagi.
"Ten minutes aku nyampe, Ma,"
Sambungan telepon pun terputus. Nadine segera mencari jalan tikus yang dulu pernah ia lewati bersama Ben dan Ajeng.
Mobil Nadine yang tadinya terasa baik-baik saja tiba-tiba melambat. Ada yang salah sepertinya. Nadine pun memutuskan untuk turun mengecek ban mobilnya.
"Sial! Ini kenapa pake kempes segala sih?!" gerutu Nadine ketika ban mobilnya tiba-tiba kempes. Nadine hanya bisa menendang ban belakang mobilnya tersebut sambil menggerutu tidak jelas.
"Mobil lo nggak salah kali," ujar seseorang dari belakang.
Nadine menoleh dan menemukan Genta sedang menahan tawanya.
"Lo kok bisa ada disini?" tanya Nadine bingung
"Gue ngikutin lo tadi,"
"Kurang kerjaan?" ejek Nadine
"Ban mobil lo itu udah kempes sedaritadi pagi gue perhatiin makanya pas lo pergi pake mobil gue ga sempet ngasih tau lo,"
"Genta mah lo kenapa nggak kasih tau gue daritadi?" gerutu Nadine gemas sendiri.
Genta terbahak sambil memasangkan kacamatanya pada Nadine berhubung ini panas di Jakarta tidak bisa ditolerir lagi.
Nadine terdiam sebentar namun kembali menguasai dirinya yang selalu saja jantungnya hampir loncat keluar mendapat perlakuan manis dari Genta.
"Terus gimana dong, Gen?" tanya Nadine mengalihkan suasana yang agak canggung tadi.
"Gimana apanya?"
"Nyokap udah nungguin gue,"
"Yaudah ayo gue anterin,"
"Lo yakin?" tanya Nadine tak enak.
"Lo yakin?" tanya Genta
Nadine terdiam. Dia baru ingat bahwa keluarganya mengenal Genta sebagai pria brengsek yang menyakiti hati Nadine.
"Nggak jadi deh. Gue naik taksi aja," kata Nadine kemudian.
Genta tersenyum sambil menatap Nadine. "Ayo gue anter lo ke nyokap lo sekarang,"
Tanpa seijin pemilik tangan, Genta langsung menarik tangan Nadine ke arah mobilnya yang parkir di belakang.
"Tapi, kan lo tau..."
"Gue nggak ikut masuk, Nadine cantik, sampai lobi aja kok. Naik taksi lama," potong Genta tersenyum lembut padanya.
Gen, bawa gue ke RS sekarang, bisa? Batin Nadine.
"Cie blushing gitu dibilang cantik sama mantan pacar," goda Genta sambil menahan tawanya.
"Mana ada," elak Nadine mencoba menutupi kedua pipinya. Resiko orang kulit putih berlebihan jadi susah kalo situasi kayak gini.
"Tuh buktinya pipi lo merah kayak cabe,"
"Cabe-cabean,"
"Itu lo nyadar,"
Nadine langsung menoyor kepala Genta sambil tertawa. "Ayo ah cepet. Nyokap ngamuk nanti,"
Genta mengangguk.
Mereka berdua pun langsung masuk ke mobil Genta setelah Nadine mengambil tas di mobilnya.
***
"Makasih ya, Gen," ujar Nadine setelah mereka sampai di restoran.
Genta mengangguk sambil tersenyum. "Mau gue jemput nggak nanti? Masih balik kantor, kan?"
"Nggak usah. Ntar gue nebeng kakak gue aja,"
Nadine sengaja menolak tawaran jemputan gratis Genta karena rasanya dia masih canggung jika harus beberapa kali berada dalam situasi aneh seperti ini. Selain canggung, Nadine takut lengah dengan hatinya.
"Oke lah. Kalo butuh sesuatu langsung telepon aja, ya?" kata Genta tersenyum manis untuk kesekian kalinya. Pria brengsek itu lagi-lagi melemahkan hatinya.
"Yaudah. Makasih ya btw buat tumpangannya. Gue masuk dulu kalo gitu," pamit Nadine canggung.
As always, J. Batin Genta.
***
"Itu siapa?" tanya Arthur kakak pertama Nadine tiba-tiba saat Nadine baru masuk di restoran.
Nadine terlonjak kaget melihat kakak pertamanya tiba-tiba muncul entah darimana.
"Siapa?" tanya Nadine.
"Mobil hitam yang barusan kamu tumpangin mobil siapa?" tanya Arthur lagi.
Nadine baru mengerti maksud pertanyaan Arthur kemudian dengan santai menjawab. "Temen kantor,"
"Masa?"
"Kakak kenapa sih?" gerutu Nadine mulai kesal jika Arthur mulai kepo.
"Kakak mau tau aja itu siapa,"
"Temen kantor aku kakakku yang ganteng," balas Nadine menggandeng manja lengan kekar Arthur.
Arthur itu seperti punya indra keenam daridulu. Jujur saja sebenarnya Nadine tak berani bohong pada Kakak tertuanya itu karena ujung-ujungnya pasti bakalan ketahuan juga. Sudah berapa kali Nadine tertangkap basah berbohong pada sang Kakak.
Arthur tersenyum sambil mengacak rambut adik bungsunya. "Kamu ok, kan?" tanya Arthur.
"About what?"
"Reynaldi,"
"Ok," jawabnya seadanya. Tidak ada kata lain yang bisa menggambarkan rasa kecewanya pada Rey. Tidak ada.
"Jangan bohong, dek,"
"Nggak bohong,"
"Fake smile kamu itu loh,"
Nadine tertawa. "Sotoy deh, kak,"
Percakapan mereka terhenti ketika melihat Olivia, istri kakak pertama Nadine muncul dengan anggunnya dari belakang. "Aaa kak Oliv!! I missed you loh," sapa Nadine.
"Kamu sombong nggak pernah main saking sibuknya ya," kata Olivia tersenyum.
Nadine hanya terkekeh pelan sambil masuk ke sekat ruangan yang telah dipesan sang Ibu.
"Ten minutes ya, Nadine," sindir Diana.
Nadine kembali menyengir. "Laper, Mam," rajuk Nadine mengalihkan pembicaraan.
Semua yang ada disitu hanya bisa tersenyum geli melihat bagaimana Diana luluh dengan sikap manja si bungsu.
"Nad! Tadi kamu bareng Genta, ya pas kesini?" tiba-tiba suara Austin berhasil membuat semua kakak-kakak serta Diana memandang tajam ke arah Nadine.
Mati gue. Rutuk Nadine
Kebetulan Arthur yang duduk di dekat Nadine langsung memasang smirk khas miliknya.
Nadine ketahuan bohong lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
As You Are
RomanceSusah payah menata kembali hatinya yang dulu hancur berkeping-keping, Genta kembali lagi mengacaukan hati Nadine. Sebuah kebetulan yang tidak pernah direncanakan saat Genta dan Nadine harus bertemu lagi malam itu. Tapi, kali ini Nadine tidak sendiri...