"Nad?" panggil Rey sambil terus fokus mengemudi.
"Hm?"
"Aku besok lusa harus ke Berlin, Nad," kata Rey.
Nadine sontak menoleh ke arah calon suaminya itu. Yang benar saja Rey akan ke Berlin disaat seperti ini?
"Kapan balik?" tanya Nadine.
"Bulan depan, mungkin,"
Bulan depan? Mungkin? Apa-apaan Rey?! Batin Nadine.
Nadine mencoba tenang. "Mungkin?"
"Iya,"
"Jadi, belum pasti? Mungkin kamu ini ketidakpastian kamu akan pulang lebih lama atau ketidakpastian kamu akan kembali lebih cepat?" tanya Nadine.
Rey tidak menjawab. Melihat Rey yang tidak menjawab, Nadine tahu bahwa memang pernikahannya akan ditunda atau mungkin harus ditunda untuk yang kedua kalinya.
"Ini udah yang kedua kalinya, Rey,"
"Apanya, Nad?"
"Kamu nunda pernikahan kita,"
"Aku pasti pulang, Nad. Bahkan, aku berusaha untuk pulang lebih awal demi pernikahan kita,"
"Pernikahan itu bukan main-main, Rey,"
Rey menatap ke arah Nadine sebentar karena kebetulan mereka sedang ada di jalan tol. "Siapa yang bilang main-main?" tanya Rey.
"Dari cara kamu yang meremehkan pernikahan ini kelihatan kamu ga serius sama pernikahan ini, Rey,"
"Gosh, Nadine! Aku ke Berlin itu kerja, Nad. Aku kerja buat masa depan kita nanti. Dua bulan lalu aku ke Seattle juga aku kerja, Nad. I'm not having fun there," kata Rey menahan rasa kesalnya. Wanita memang sensitif. Apakah mereka sesensitif ini disaat akan menikah? Entah. Ini pernikahan pertama bagi Rey maupun Nadine.
Berlin dan Seattle menjadi tempat yang sangat sering Rey kunjungi setelah dia mendapat proyek besar dari teman semasa kuliahnya. Hal itu yang menyebabkan Rey harus bolak-balik di dua negara beda benua itu untuk mengurusi proyek besarnya.
"Aku nggak nuduh kamu senang-senang disana. Aku cuma bilang kalau kamu kelihatan meremehkan pernikahan ini, Rey!" Nadine mulai meninggikan suaranya saat tau Rey membela diri. Pria memang selalu tidak ingin disalahkan.
"Kamu kenapa sih? Tiba-tiba sensi gini, Nad? Kata siapa aku main-main?"
"Semua orang juga tau kamu main-main, Reynaldi," sekali lagi Nadine menaikkan nada bicaranya apalagi sekarang dia memanggil nama Rey tidak seperti biasanya.
"Aku lagi nggak mau berantem sama kamu, Nad,"
"Siapa yang berantem? Aku cuma butuh kejelasan sebelum undangan disebar. Aku butuh kejelasan rencana pernikahan kita ini akan ditunda berapa kali?" tanya Nadine kali ini sinis.
"Aku capek, Nad! Jangan buat aku emosi! Kita udah sampe dan kamu bisa turun sekarang sebelum kita berdua sama-sama salah ambil langkah," ujar Rey dingin.
Entah ini keberapa kalinya mereka bertengkar karena hal sepeleh. Sepeleh? Bagi Nadine ini bukan masalah sepeleh. Rey saat ini tengah menggantungkannya. Semua orang tau mereka akan segera menikah tapi sekarang ini apa? Rey terus menerus membuat pernikahan ini tertunda.
Nadine langsung melepas seatbeltnya tapi sebelum dia keluar dari mobil, "Aku minta maaf kalo aku sensi kayak gini, Rey. Tapi, aku cuman mau bilang kalo aku nggak bisa jamin hubungan kita bisa serius atau engga kalo kamu kayak gini terus, Rey," kata Nadine dingin.
"Tenangin diri kamu dulu, Nad. Aku nggak bisa ngobrol sama perempuan saat kepala perempuan itu dipenuhi emosi," balas Rey tak kalah dinginnya.
Sialan!
Nadine langsung turun dari mobil Rey tanpa mengucapkan sepatah katapun. Dia tak ingin kejadian seperti kata Rey tadi. Salah ambil langkah. Dia tidak ingin.
Mobil Rey langsung melaju meninggalkan Nadine di depan pintu lobby apartemennya.
Segitunya kah, Rey?
KAMU SEDANG MEMBACA
As You Are
RomanceSusah payah menata kembali hatinya yang dulu hancur berkeping-keping, Genta kembali lagi mengacaukan hati Nadine. Sebuah kebetulan yang tidak pernah direncanakan saat Genta dan Nadine harus bertemu lagi malam itu. Tapi, kali ini Nadine tidak sendiri...