24. Tujuh Pendekar Aneh

1.4K 32 0
                                    

Pujian itu membuat wajah Lu Leng kemerah-merahan, karena ketika berada di dalam goa itu, dia justru merasa takut setengah mati.

Orang itu berkata lagi.

"Aku memang kenal dia. Tapi aku justru tidak bisa memberitahukan siapa orang itu. Bolehkah kau berikan padaku surat itu?"

Lu Leng mengerutkan kening.

"Paman Tam...."

Orang itu tertawa.

"Legakanlah hatimu, aku sudah bilang tadi, tidak akan mencelakai dirimu. Kalau aku mau mencelakaimu, bukankah aku bisa merebut surat itu? Asal kau berikan surat itu kepadaku, tentunya bermanfaat bagi kedua orangtuamu."

Hati Lu Leng tergerak.

"Bagaimana kedua orangtuaku sekarang?"

Orang itu menyahut.

"Mereka berdua sudah meninggalkan Lam Cong, namun sepanjang jalan banyak orang mencari mereka, maka perjalanan mereka menjadi terhambat. Aku harus pergi memberitahu mereka, bahwa bencana sudah menjelang datang."

Lu Leng tertegun mendengar ucapan orang itu.

"Kedua orangtuaku akan menghadapi bencana?" Kemudian Lu Leng menggeleng-gelengkan kepala. "Tidak mungkin, sebab kepandaian kedua orangtuaku amat tinggi, bagaimana mungkin akan menghadapi bencana?"

Orang itu menghela nafas panjang, lalu menepuk bahu Lu Leng seraya berkata.

"Usiamu masih kecil, maka tidak tahu. Kali ini yang terseret ke dalam urusan itu, rata-rata merupakan kaum rimba persilatan yang berkepandaian tinggi sekali. Kalau kedua orangtuamu tidak mundur sekarang, pasti akan celaka."

Lu Leng amat cerdas. Setelah bercakap-cakap dengan orang itu, dia tahu bahwa orang itu berhati bajik, bukan orang jahat.

"Paman Tam, urusan itu apakah mengenai barang titipan orang, yang harus diantar ke Su Cou?"

Orang itu manggut-manggut.

"Tidak salah, memang urusan itu. Aaaah! Kedua orangtuamu demi menjaga reputasi. Kalau tidak, bagaimana mungkin akan diperalat orang menempuh bahaya?"

Lu Leng sudah mulai tahu akan awal dari urusan itu, namun justru merasa heran.

"Paman Tam, sebetulnya urusan apa itu? Bolehkah aku tahu?"

"Saat ini, aku pun tidak begitu jelas. Tapi aku percaya urusan itu pasti akan jernih." sahut orang itu.

Setelah mendengar ucapan itu Lu Leng tidak banyak bertanya lagi.

"Lu Leng, serahkan dulu surat itu kepadaku!" kata orang itu lagi.

Lu Leng berpikir sejenak, kemudian menyerahkan surat itu kepada orang tersebut.

Setelah menerima surat itu, orang tersebut melambaikan tangannya.

"Mari kita baca bersama!" katanya sambil mengeluarkan surat itu dari amplopnya.

Lu Leng mendekatinya, lalu ikut membaca. Surat itu berbunyi demikian,

Lu Cong Piau Tau :
Kali ini kau mendapat titipan dari orang. Berdasarkan reputasitmu, tentunya aku tidak berani bertindak sembarangan. Tapi kini, putramu telah terkena racun. Di kolong langit ini, hanya aku seorang yang dapat memunahkan racun itu. Kalau kau tidak menyerahkan barang itu kepada putramu, agar dibawa kemari, nyawa putramu pasti melayang. Harap pikirkan baik-baik!

Di dalam surat itu tidak tertera nama penulisnya. Seusai membaca surat itu, Lu Leng termangu-mangu, lama sekali barulah membuka mulut.

"Paman Tam, sungguhkah aku telah terkena racun?"

Harpa Iblis Jari Sakti - Ni KuangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang