28. Kecurangan Tokoh Golongan Putih

1.4K 37 0
                                    

Kalau benar orang yang memakai penutup muka, adalah orang aneh itu, memang sungguh mengejutkan.

Si Buku Besi segera berkata.

"Kini kita tidak perlu menduga siapa orang itu, sebaiknya kita berunding dulu arah tujuan kita."

Si Sastrawan Se Chi menyahut.

"Tentunya kita harus ke Bu Yi San. Kawan baik punya kesusahan, bagaimana mungkin kita tinggal diam di telaga ini?"

Si Gendut pemimpin Tujuh Dewa itu, tampak termenung, lama sekali barulah membuka mulut.

"Tentu harus ke sana. Begitu kita sampai, pertikaian kedua pihak itu akan menjadi jernih."

Berkata sampai di situ, si Gendut berpaling untuk memandang Lu Leng.

"Bocah, bersediakah kau ikut kami ke Bu Yi San?" tanyanya.

Lu Leng segera menjawab.

"Tentu bersedia. Ibuku telah binasa, sedangkan musuh berada di Bu Yi San. Bagaimana aku tidak ke sana?"

Ketika dia mengatakan 'Ibuku telah binasa' sepasang matanya langsung berapi-api.

Itu tidak terlepas dari mata Tujuh Dewa. Diam-diam mereka bertujuh menghela nafas panjang. Mereka tahu bahwa urusan itu sudah membengkak besar, tentunya sulit sekali diperkecil lagi.

Hanya saja ada seseorang yang khawatir tidak akan terjadi kekacauan. Sebetulnya siapa dia? Apakah benar dia adalah Liok Ci Siansing, kawan akrab mereka itu?

Akan tetapi, mereka bertujuh tahu jelas, bagaimana sifat dan karakter Liok Ci Siansing, hambar terhadap urusan apa pun dan sama sekali tidak berambisi. Sudah jelas tidak akan melakukan semua itu, namun Tam Sen justru menunjuk dia.

Perasaan mereka bertujuh tercekam. Berselang sesaat, si Buku Besi berkata dengan suara rendah.

"Saudara sekalian, tadi kita sudah menyatakan ingin menerima bocah ini sebagai murid, maka kita tidak boleh menelan ucapan itu...!"

Si Gendut manggut-manggut, kemudian berkata kepada Lu Leng.

"Bocah, kau setuju?"

Mendengar pertanyaan itu Lu Leng malah tertegun.

Dalam hati dia memang setuju, karena Tujuh Dewa itu masing-masing berkepandaian amat tinggi. Mengangkat mereka bertujuh sebagai guru, tentunya akan memiliki berbagai macam ilmu silat tingkat tinggi, itu merupakan kemujuran bagi dirinya.

Akan tetapi, ayahnya justru bermusuhan dengan Liok Ci Siansing, sedangkan Tujuh Dewa adalah kawan akrabnya. Sebelum urusan itu jernih, bagaimana mungkin mengangkat mereka bertujuh sebagai guru?

Ketika Lu Leng sedang berpikir, si Buku Besi malah menjadi tidak sabaran dan segera bertanya.

"Bocah! Apakah kau tidak setuju?"

"Bagaimana mungkin aku tidak setuju?" sahut Lu Leng cepat. "Tapi sebelum mendapat persetujuan dari ayahku, aku tidak berani mengatakan setuju."

Si Buku Besi tertawa.

"Aku tahu dan mengerti maksudmu. Berhubung ayahmu pergi mencari Liok Ci Siansing untuk membuat perhitungan, lagipula kami bertujuh punya hubungan baik dengan Liok Ci Siansing, maka kau tidak setuju. Ya, kan?"

Lu Leng menghela nafas panjang, karena merasa bahwa dalam rimba persilatan sering terjadi peristiwa bunuh-membunuh serta budi dan dendam, itu sungguh menakutkan.

"Benar apa yang Cianpwee katakan. Aku memang sedang memikirkan masalah itu."

Si Buku Besi tertawa gelak.

Harpa Iblis Jari Sakti - Ni KuangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang