"Assalamualaikum..." Vano mengucapkan salam sebelum melangkah masuk ke dalam rumah.
"Waalaikumsallam." Terdengar sahutan dari arah dapur, tidak lama Sekar bunda mereka datang dari arah dapur.
Vano dan Nayla mencium tangan Sekar bergantian.
"Ayah belum pulang bun?" Tanya Vano kepada Sekar bundanya.
"Belum bang, emang ayah gak bilang sama kamu kalau hari ini ada mahasiswanya yang mau bimbingan?" Sekar menjawab pertanyaan Vano sambil melihat keanehan pada putrinya.
"Adek kok diem aja?" Tanyanya sambil mengusap kepala Nayla sayang.
"Adek gapapa bun, adek ke kamar dulu ya mau mandi." Jawab Nayla.
Sekar tidak ingin memaksa putrinya itu untuk bercerita. Dia yakin kalau putrinya akan bercerita dengan sendirinya tanpa dia minta.
"Abang mandi sana, Jorok banget sih belum juga mandi main comot-comot perkedel bunda aja." Omel Sekar kepada putranya. Vano yang dimarahi hanya menampilkan cengirannya, sambil mengacungkan kedua jarinya membentuk huruf V.
Sekar menggelengkan kepala melihat kelakuan putranya itu.
Bunda Nayla adalah seorang Ibu Rumah Tangga, sedangkan ayahnya adalah seorang dosen di salah satu Universitas Negeri yang ada di Jakarta. Sedangkan Vano abang Nayla adalah mahasiswa kedokteran semester 4.
Nayla merebahkan tubuhnya di atas kasur, mngusap wajahnya kasar. Arghhh dia malu, sangat malu apa yang harus ia lakukan jika bertemu kakak kelasnya itu nanti? Lagi-lagi wajahnya bersemu saat kembali mengingat kejadian tadi.
Sejak awal pertemuan mereka Nayla sudah merasa jantungnya berdegup tidak normal saat mereka berdekatan. Beberapa kali pandangan mereka bertemu membuat Nayla lagi-lagi terpesona melihat iris mata berwarna coklat itu.
Masa iya ia sedang mengalami Love at first sight? Tapi kinerja jantungnya menjadi tidak normal saat mereka berdekatan. Kata orang kalau kita sedang jatuh cinta detak jantung kita berdetak lebih cepat dari biasanya saat berdekatan dengan orang itu.
Ahhhh Nayla pusing, sebelumnya ia tidak pernah mengalami perasaan seperti ini, lelah memikirkannya. Nayla sampai tertidur, jangankan mandi mengganti seragam pun tidak.
*****
Nayla bersenandung kecil, kakinya melangkah ke arah kelasnya. Bertingkah seolah biasa saja padahal dalam hati harap-harap cemas semoga hari ini ia tidak di pertemukan dengan kakak kelasnya itu. Nayla belum siap, dia malu.
Dia menaiki satu persatu anak tangga untuk sampai di lantai dua, kelasnya memang terletak di lantai dua. Tidak cukup hanya dengan menaiki tangga dia masih harus berjalan melewati tiga kelas lagi sebelum sampai ke kelasnya.
Beruntung ini masih pagi, jadi tidak apalah hitung-hitung olahraga, kalau tidak seperti ini dia mana ingat untuk berolahraga. Lari pagi di sekitar komplek saja Nayla malas.
Thalia sudah datang, gadis itu sedang fokus dengan ponselnya. Sampai tidak menyadari kehadirannya.
Nayla meletakan tasnya di atas meja, lalu duduk di bangku, Thalia masih asik dengan ponselnya. Hal yang baru Nayla ketahui dari pribadi Thalia, dia tidak akan perduli sekitar ketika sudah memainkan ponselnya. Ingatkan Nayla untuk merubah kebiasaan buruk Thalia itu.
"Thal udahan dong main hpnya!" Nayla memperingati Thalia, bosan juga lama-lama padahal ada teman tapi merasa sendiri.
"Hahaha... oke oke!" Thalia menyimpan ponselnya.
"Udah sarapan Nay?" Tanya Thalia, ia melihat jam di pergelangan tangannya.
"Belum, kenapa? Lo bawain gue sarapan?" Thalia melebarkan matanya
"Yeuuuu... Nggak ada, ada juga gue mau ngajak lo ke kantin."
"Yah, yaudah ayok ke kantin." Ajak Nayla semangat.
Thalia tau temannya itu suka makan, apalagi gratisan. Ya siapa juga yang tidak suka makan gratis katanya waktu itu. Herannya meskipun suka makan badan Nayla itu masih saja mungil. Sebenarnya tidak terlalu mungil juga, tapi diantara ketiga temannya Nayla lah yang paling mungil.
Sampai di kantin Thalia memesan nasi goreng sedangkan Nayla memesan lontong sayur tidak lupa membeli air mineral juga, tidak mungkin kan mereka makan tanpa minum. Saat pesanan mereka datang, keduanya makan dalam keheningan.
Setelah menghabiskan sarapan mereka memutuskan untuk kembali ke kelas, sebelum ke kelas Nayla mampir ke toilet dulu untuk berjaga-jaga agar tidak kebelet buang air kecil saat jam pelajaran berlangsung.
Tepat setelah Nayla keluar dari toilet bel masuk berbunyi. Dia dan Thalia segera melangkahkan kakinya ke kelas mereka.
Saat berada di tengah-tengah anak tangga, seorang siswa berlari menuruni tangga tanpa sengaja menyenggol Nayla, membuatnya kehilangan keseimbangan.
Nayla pasrah kalau-kalau dia akan jatuh tergelincir di tangga karena tidak bisa meraih pegangan tangga. Tanpa di sangka, seseorang di belakangnya menopang tubuhnya agar tidak jatuh. Meski seperti itu tetap saja jantungnya berdebar, hampir saja dia jatuh.
"Childish!" Umpat orang yang menolong Nayla, umpatan yang ditujukan kepada siswa yang berlari tadi.
Ia memang mengatakannya dengan pelan, sangat pelan bahkan. Tapi kerena posisi mereka sekarang, membuat Nayla bisa mendengarnya dengan jelas. dia merasa mengenal suara ini.
Setelah mendapatkan ke seimbangannya kembali Nayla menegakan tubuhnya lagi. Dia hendak berterimakasih kepada orang yang menolongnya.
Lagi-lagi mata Nayla bersitatap dengan iris coklat yang beberapa kali membuatnya terpesona. Jantungya yang memang sudah berdebar bertambah dua kali lipat saat melihat iris coklat itu. Sesaat mereka terpaku, tidak ada diantara mereka yang berniat memutus kontak mata tersebut.
"Nay kamu gapapa?" Tanya Thalia menyadarkan mereka.
"Ehhh... Emhhh aku gapapa kok Thal." Jawab Nayla gugup.
"Terimakasih kak!" Ucap Nayla sambil kembali melangkah ke kelasnya buru-buru.
Thalia hanya melihat Devan dan Nayla dengan pandangan bingung tidak mengerti apa yang baru saja terjadi. Thalia berjalan mengikuti Nayla tanpa pamit lebih dulu kepada Devan.
"Nayla tunggu!" Panggil Thalia sambil mengejar Nayla yang sudah lumayan jauh.
Devan tersenyum simpul.
"Jadi namanya Nayla." Gumamnya pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Admirer (New Version)
Teen FictionSebelumnya Nayla tidak pernah berpikir akan merasakan cinta di masa putih abu-abu. Terlebih kepada dia, yang sudah mengerjai Nayla di hari pertamanya masuk sekolah baru. Sampai semuanya berubah, Nayla tidak bisa lagi mengendalikan perasaannya. Nayla...