Part 6

4.6K 253 0
                                    

Waktu terasa berjalan begitu cepat, rasanya baru tadi Nayla berpamitan kepada bundanya sekarang hari sudah mulai sore. Padatnya lalu lintas Jakarta sudah bukan menjadi hal yang aneh, tapi entah kenapa hari ini Nayla menikmati moment ini. Moment dimana dia duduk di boncengan Devan, tidak ada pembicaraan di antara mereka laki-laki itu fokus mengendarai, sementara Nayla asik dengan pemikirannya, ia bahagia hari ini.

Bersama Devan membuatnya nyaman, merasa terlindungi. Entah perasaan apa yang ia rasakan sekarang, cinta kah? Apa secepat itu? Tapi memang tidak sulit untuk mencintai laki-laki di depannya ini.

Devan yang ada di depannya seolah berbeda dengan Devan saat awal pertemuan mereka, lalu kemana malu yang kemarin-kemarin Nayla rasakan? Nayla pun tidak tau, Devan seolah berhasil membuat kecanggungan di antara mereka hilang tak berbekas.

"Nay..." panggil Devan.

Nayla tersadar dari lamunannya, ternyata dia melamun sepanjang perjalanan, beruntung Devan tidak membawa motornya dengan kecepatan tinggi jika iya, dia tidak tau lagi bagaimana nasibnya.

"Ehhh... Udah sempe ya kak?" ucapnya gugup, sambil mengedarkan pandangannya.

"Udah dari lima menit yang lalu, gue baru tau lo hobi ngelamun." Laki-laki itu mengucapkannya biasa saja, seolah itu bukan sebuah masalah. 5 menit itu cukup lama untuk menunggu orang yang melamun, membuat Nayla malu saja.

"Nggak ngelamun, tapi ngantuk."

"Ngeles aja, yaudah terus mau sampe kapan duduk di situ? Pegel nih!" mendengar itu Nayla menampilkan cengirannya.

"Upsss sorry kak, berat ya?" Tanya Nayla sambil turun dari motor tinggi Devan.

"Apa berat? Mungil gini masa berat." Devan mengatakannya seraya mengukur tinggi badan Nayla yang hanya sebatas dadanya saja, iya Devan memang setinggi itu, eh atau Nayla saja yang terlalu kecil ya?

"Kita salat di sini ya? Takut nggak keburu kalo salat di rumah." Nayla setuju.

"Tunggu di sini sebentar." Nayla melihat Devan memasuki salah satu rungan yang ada di sana. Tidak lama Devan kembali membawa sepasang mukenah di tangannya, ia menyerahkannya kepada Nayla.

"Kita jamaah sama yang lain di sana." Devan menunjuk sebuah mushollah kecil yang ada di sudut bengkel.

Setelah menunaikan kewajiban mereka, Nayla menunggu Devan di tempat mereka duduk tadi. Masyallah jadi kapan Devan terlihat jelek? Pikir Nayla saat melihat Devan keluar dari Mushollah sambil memasang jam di pergelangan tangannya, rambutnya yang setengah basah menambah nilai plus dimata Nayla. Sedetik kemudian Nayla beristigfar di dalam hati, kenapa Devan selalu berhasil membuatnya terpesona? Gawat kalau sampai Nayla baper.

"Ini kunci motornya." Devan memberikan kunci motor Nayla, saat sudah berada di hadapannya.

"Boleh minta billnya kak? Mau bilang bunda soalnya." Devan diam sebentar.

"Nggak usah, nggak parah juga kerusakannya." Nyala menggeleng.

"Nggak parah masa di bawa ke bengkel." Nayla bergumam pelan, tapi masih dapat di dengar Devan, laki-laki itu mengulum senyumnya.

"Yaudah ayok pulang!" ajak Devan.

"Ih sebentar, ini serius gratisan? Tapi gue udah bilang bunda." Kata Nayla masih tidak terima gratisan.

"Yaudah bilang sama bunda, lo abis dapet rezeki." Nayla memanyunkan bibirnya sebal, kenapa Devan mudah sekali mengatakan itu.

"Ayok, mau pulang atau gue tinggal?"

"Pulang lah! Tapi ini beneran nggak usah bayar?" Tanya Nayla sekali lagi. Devan yang gemas mengacak rambut Nayla pelan.

"Iya beneran, ayok kita pulang!" Devan meraih tangan Nayla membawa gadis itu mendekati motornya.

Nayla memakai helmnya, Devan pun melakukan hal yang sama.

"Duluan, gue ikutin dari belakang." Nayla menoleh.

"Gak usah kak gapapa." kata Nayla tidak enak hari ini dia sudah banyak merepotkannya.

"Iya atau motor lo tinggal?" tatapan mata Devan yang mengintimidasi membuatnya tidak bisa menolak.

Satu hal yang Nayla tau Devan tidak suka di tolak.

Mereka sampai di depan gerbang rumah Nayla. Devan menghentikan motornya tepat di samping motor Nayla.

"Kok nggak masuk?" tanya Devan.

"Belom bilang makasih kan, Makasih banyak kak Devan." Ucap Nayla tulus.

"Iya sama-sama. Yaudah sekarang lo masuk!" Nayla pun menurut, tapi sekali lagi ia berbalik.

"Hati-hati kak!" Devan tersenyum lalu mengangguk.

Secret Admirer (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang