"Nayla, makasih." Gaby meraih kedua tangan Nayla. Gadis itu mengernyit tak mengerti.
"Buat?" Gaby tersenyum.
"Makasih karena lo nggak lapor ke pihak sekolah, gue nyesel banget udah ngelakuin itu sama lo. Gue jagat banget ya Nay!" Nayla menangkup tangan Gaby dan menepuk-nepuk tangan itu.
"Kan gue udah bilang, ini bukan salah lo. Gab terkadang kita suka nggak sadar apa yang udah kita lakuin, gue tau kemarin itu lo nggak sengaja. Mata dan hati lo kertutup sama rasa nggak suka lo sama gue, jadi anggap aja kemarin itu kecelakaan, sebelumnya lo belum kenal gue. Baru hari ini kan lo kenal gue?" Nayla tersenyum.
"Selalu ada hikmah di balik setiap kejadian, contohnya sekarang kita nggak akan sedekat ini kalau kejadian kemarin nggak terjadi. Mungkin lo masih nggak suka sama gue, karena lo pikir gue yang udah rebut Devan dari lo." Gaby mengangguk.
"Lo juga nggak akan tau perasaan Devan buat lo!" Nayla tersenyum salah tingkah.
"Percaya nggak Gab kalau sebelumnya gue takut waktu lo datang, apalagi lo minta kita ngobrol berdua kayak gini?" Gaby tercengang.
"Lo serius? Jangan bilang lo takut gue celakain lagi?" Tanya Gaby, Nayla mengangguk ragu.
"Tapi itu nggak terjadi kan sekarang? Gue tau lo nggak sejahat itu Gab, makannya tadi gue setuju waktu lo ajak, ya meskipun sempet di tenangin Devan. Tapi gue juga berdoa sih semoga aja lo nggak apa-apain gue, kaki gue belum sembuh Gab, gue nggak bisa ngelawan. Hehe" Gaby kagum dengan gadis di hadapannya ini. Selain parasnya yang cantik, kebaikan dan ketulusan di setiap apapun yang dia lakukan, gadis ini juga begitu polos dan menggemaskan. Bahkan dia mengucapkan semuanya seperti itu bukan masalah. Padahal yang di bicarakan ada di hadapannya.
"Lo nggak takut kalau tadi itu gue cuma akting? Dan sekarang baru gue mau celakain lo?" Tangan Gaby berpindah memegang kedua sisi kursi roda Nayla.
"Gue nggak takut, dari tadi Devan ngawasin kita Gab." Gaby dan Nayla tertawa bersamaan.
"Iya juga ya, ughhhh posesif banget ya! Sekarang lo berasa punya bodyguard." Banyak yang mereka bicarakan, ternyata Gaby tidak seburuk saat awal Pertemuan mereka.
"Yaudah yuk Nay, kasian bodyguard lo. Kayaknya gue kelamaan pinjem lonya." Nayla terkikik dan mengangguk.
*****
Nayla menyipitkan matanya saat melihat Salsa yang berlari ke arahnya, anak itu tidak memperhatikan langkahnya. Nayla memanggil Salsa untuk memberi tau Salsa kalau di depannya ada batu yang cukup besar.
"Sal..-" Nayla berdiri dari kursi rodanya menjadikan kaki kanannya sebagai penopang tubuhnya, dia memeluk Salsa agar anak itu tidak melanjutkan langkahnya, tapi karena hanya bertopang pada satu kaki, Nayla oleng dan jatuh dengan posisi duduk dengan Salsa yang juga duduk di pangkuannya. Nayla memekik kaget.
"Akhhh..." Nayla tidak merasakan sakit dia hanya kaget, beruntung dia jatuh di rerumputan bukan di atas batu yang ada di dekat mereka.
"Salsa nggak apa-apa?" Tanya Nayla. Salsa menggeleng, sepertinya anak itu masih kaget karena gerakan Nayla yang tiba-tiba.
"Lo gapapa Nay?" Gaby berjongkok di samping Nayla.
"Gab, gue boleh minta tolong ambilin Salsa air putih? Kayaknya dia masih kaget." Gaby mengangguk dan berjalan ke arah meja tempat makanan dan minuman.
"Nay kamu gapapa?" Devan bertanya sambil mengambil alih Salsa.
"Gapapa kak, tapi kayanya Salsa kaget." Devan beralih melihat Salsa.
"Salsa gapapa sayang?" Tanya Devan. Salsa menggeleng.
"Nih Van kasih Salsa minum dulu." Devan mengambil air mineral yang di berikan Gaby.
"Salsa minum dulu ya sayang." Gaby mengucapkan itu sambil mengusap-usap kepala Salsa yang berada di pangkuan Devan.
Nayla bisa melihat pancaran kasih sayang di antara mereka, dia sedikit menyunggingkan senyumnya, tidak lama dia meringis saat teringat betapa kejamnya permainan takdir. Mereka yang saling mencintai tapi tidak bisa bersatu, dalam hati dia berharap. Semoga mereka bisa menemukan kebahagiaan mereka masing-masing.
Meskipun dia sudah tau perasaan Devan dari Gaby, tapi dia tidak ingin bergembira hati dulu karena Devan belum mengatakannya secara langsung. Nayla tidak ingin lagi tersakiti karena harapan yang belum pasti kebenarannya. Dia baru akan merasa lega kalau Devan sendiri yang mengatakannya.
Dia akan menunggu sampai Devan mau menjelaskan semuanya, berterus terang kepadanya. Dan yang terpenting jujur tentang perasaannya kepada Nayla. Itupun kalau Devan masih berniat memperjuangkan cintanya, kalau ternyata Devan lebih memilih bungkam dan terus diam apa yang bisa Nayla lakukan. Sampai kucing bertandukpun mereka akan seperti ini saling menutupi perasaan masing-masing.
Meskipun seperti itu, sebenarnya mereka sudah bisa merasakan perasaan masing-masing. Bisa di lihat dari betapa Protektivnya Devan saat Gaby mengajak Nayla, atau Nayla yang berusaha menutupi hatinya bergemuruh saat melihat Devan bersama Gaby. Mereka hanya terlalu Naif dengan perasaan sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Admirer (New Version)
Teen FictionSebelumnya Nayla tidak pernah berpikir akan merasakan cinta di masa putih abu-abu. Terlebih kepada dia, yang sudah mengerjai Nayla di hari pertamanya masuk sekolah baru. Sampai semuanya berubah, Nayla tidak bisa lagi mengendalikan perasaannya. Nayla...