Dua minggu berlalu setelah kejadian Nayla jatuh dari tangga, yang mengakibatkan keretakan pada tulang di pergelangan kakinya, hingga Nayla harus menggunakan gips sampai kakinya kembali pulih.
Selama dua minggu ini Nayla beristirahat di rumah, pihak sekolah memberikannya izin untuk beristirahat di rumah selama satu minggu, lalu kenapa Nayla bisa dua minggu berada di rumah, kerena satu minggu berikutnya sekolah di liburkan, mengingat Bulan suci Ramadhan sudah tiba.
"Dek ada temen kamu di depan, abang ajak ke kamar kamu aja ya?" Vano mengintip dari pintu kamar Nayla.
"Siapa bang?"
"Tania, Noura, sama satu lagi abang nggak tau." Nayla berfikir sejenak, tidak mungkin dia akan terus seperti ini dengan ketiga sahabatnya, waktu dua minggu sudah lebih dari cukup untuk membuat mereka mengerti betapa pentingnya kejujuran dalam sebuah persahabatan.
"Iya, suruh masuk aja bang."
Tok... Tok... Tok...
"Masuk." Thalia menekan knop pintu dan sedikit mendorong pintu tersebut.
Ketiganya masuk bergantian, mereka meringis secara bersamaan saat melihat kondisi Nayla. Thalia mendekat ke arah tempat tidur Nayla.
"Nay, gimana kaki lo udah baikan?" Nayla menyunggingkan senyum tipis, yang masih bisa dilihat ketiganya. Membuat kecanggungan di antara mereka sedikit berkurang.
"Sini duduk dulu, emang kalian nggak capek berdiri?" Nayla menepuk-nepuk tempat di sampingnya.
Mereka semua mendekati Nayla, sepersekian detik mereka terdiam hanya dengan isyrat mata ketiganya memeluk Nayla yang membuat mereka sekarang saling berpelukan.
"Kita kangen lo Nay, maafin kita baru bisa jenguk sekarang." Perkataan Tania itu di angguki oleh kedua sahabat Nayla yang lain.
"Kita takut kalo lo gak mau nerima kita." Noura membuka mulutnya untuk berbicara.
"Lo ngomong apa sih Nou, kalian sahabat gue mana mungkin gue nggak nerima kalian." Nayla menggelengkan kepalanya.
"Gue juga kangen kalian."
"Maafin kita Nay! Kita udah sembunyiin sesuatu dari lo." Thalia menatap Nayla untuk melihat reaksi gadis itu.
"Gapapa, Gue udah maafin kalian kok. Yang penting kalian udah tau kalau yang kalian lakuin itu nggak baik. Jangan ulangin lagi ya!" Ketiganya mengangguk.
Sekarang ketiganya menghabiskan waktu dengan membahas banyak hal, dari mulai kegiatan di sekolah, sampai keadaan kaki Nayla. Dari yang penting sampai yang tidak penting.
"Sakit banget ya Nay?" Noura bertanya sambil melihat kaki Nayla yang masih berbalut gips.
"Ya gitu deh, tapi udah mendingan kok. Nggak sesakit waktu awal."
"Beda lah Nay waktu awal kan sakitanya jadi satu sama sakit hati. Hehe" Celetuk Tania sambil tangannya mengetikan sesuatu di ponselnya.
"Nggak gitu!" Ketiganya tertawa melihat reaksi Nayla yang merajuk.
"Iya deh iya nggak, terus kapan gipsnya bisa di lepas?" Tanya Thalia. Dia tidak bisa membayangkan kalau ada di posisi Nayla.
"Belum tau. Ini aja masih belum bisa buat jalan."
"Meskipun pelan-pelan?" Tanya Noura.
"Meskipun." Yang lain meringis mendengarnya.
"Nay kita pamit pulang dulu ya, udah mau maghrib." Tania berpamitan kepada Nayla.
"Loh, kalian nggak buka puasa di sini aja?"
"Yah maaf Nay kali ini gak bisa, udah di tunggu orang rumah soalnya. Besok deh kalo kita ke sini lagi, kita buka bersama." Ada sedikit penyesalan saat Noura mengtakan itu. Tapi diangguki oleh dua sahabatnya yang lain.
"Iya Nay, nanti kita kesini lagi kok. Kamu cepet sembuh ya, biar bisa jalan normal lagi." Nayla mengangguk.
"Yaudah deh, kalo gitu kalian hati-hati di jalan ya!"
"Oke Nay, byeee! Selamat istirahat." Setelah ke pergian ketiganya kamar Nayla menjadi sepi lagi.
*****
Tidak terasa bulan suci ramadhan sudah memasuki minggu ke empat. Itu artinya hari raya Idul Fitri tinggal menghitung hari.
Ketiga sahabat Nayla sudah beberapa kali datang untuk mengunjunginya. Bahkan, beberapa hari yang lalu mereka datang bersama dengan ketiga sahabat Devan. Yang membuat hati Nayla berdesir harap-harap cemas kalau-kalau Devan juga akan datang. Nayla sudah mengikhlaskan semuanya, apa yang terjadi kapadanya Nayla sudah ikhlas. Hanya saja dia belum siap untuk bertemu dengan Devan.
Hari kemenangan sudah di depan mata, Nayla sedang berada di ruang tv bersama bundanya, abang dan ayahnya sedang mengikuti takbiran di masjid. Pandangannya memang mengarah pada benda persegi itu tapi fokus pikirannya tidak di sana, hal itu tidak luput dari perhatian sang bunda.
"Apa yang ganggu pikiran kamu Nay?" Nayla tersentak mendengar suara bundanya.
"Nggak ada bunda." Bunda Nayla bergeser untuk mempersempit jarak di antara mereka.
"Nay, bunda tau akhir-akhir ini banyak yang mengganggu pikiran kamu. Bunda tau sekali kamu Nay, 9 bulan kamu berada di rahim bunda selama kurang lebih 17 tahun bunda menurusmu. Bunda tau kamu lebih dari kamu tau dirimu sendiri nak, jangan menyimpan beban sendiri Nay. Kamu punya bunda yang siap mendengar setiap keluh kesahmu." Sekar mengatakan itu sambil mengusap kepala putrinya yang saat ini sudah tidak mampu membendung air matanya.
"Nay nggak tau bunda." Nayla terisak di dalam pelukan bundanya.
"Kamu cerita pelan-pelan sama bunda, bunda memang tidak bisa membantu Nay. Tapi, setidaknya dengan bercerita bisa sedikit meringankan bebanmu." Nayla mulai menceritakan semua yang terjadi di antara dia Devan, dan juga Gaby.
"Jadi yang membebanimu sekarang ini apa nak?"
"Nay bingung bunda, besok teman-teman Nay minta kita buat kumpul di rumah Thalia, yang Nay yakin di sana pasti ada kak Devan."
"Nay dengar bunda, kamu tidak perlu memikirkan apa yang belum terjadi. Berfikirlah positif, memaafkan, menerima, dan mengikhlaskan itu lah yang harus kamu lakukan." Nayla mengangguk paham.
"Bunda tau, anak bunda ini bukan pembenci apalagi pendendam, kamu hanya kecewa atas semua yang Devan lakukan sama kamu. Kamu tau Nay tidak semua hal bisa kita ceritakan kepada orang lain, mungkin Devan ingin menceritakan tentang masalalunya, hanya saja dia menunggu waktu yang tepat untuk menceritkannya."
"Mungkin bunda. Terus Nay harus gimana bun? Datang atau nggak ke rumah Thalia?" Tanya Nayla.
"Nggak baik lari dari masalah, saran bunda kamu datang dengan niat untuk bersilaturahmi, terlepas dari apa yang akan terjadi besok saat kamu bertemu Devan, kamu harus hadapi. Bunda yakin tidak akan ada hal buruk yang terjadi. Yaudah sekarang kamu tidur, besok kita harus bangun pagi untuk sholat Idul Fitri."
"Terimakasih bunda, hati Nay udah sedikit lega." Nayla memeluk bundanya erat, sebelum menjalankan kurai rodanya ke arah kamarnya yang sudah berpindah di lantai satu untuk sementara, sampai kaki Nayla sembuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Admirer (New Version)
Ficção AdolescenteSebelumnya Nayla tidak pernah berpikir akan merasakan cinta di masa putih abu-abu. Terlebih kepada dia, yang sudah mengerjai Nayla di hari pertamanya masuk sekolah baru. Sampai semuanya berubah, Nayla tidak bisa lagi mengendalikan perasaannya. Nayla...