Nayla sedang duduk di meja belajarnya, di hadapannya sudah ada laptop yang menyala menampilkan salah satu sosial media yang ia jadikan Sumber informasi.
Dia sudah menemukan akun milik Gaby tidak banyak yang dia dapat, dia hanya menemukan sebuah foto yang menandai Gaby. Di foto itu terdapat Gaby, Devan dan juga seorang anak kecil yang ia perkirakan umurnya belum genap satu tahun. Foto itu di upload sekitar dua tahun yang lalu, mereka terlihat sangat akrab di dalam foto itu. Mungkinkah kalau Gaby adalah kekasih Devan? Tapi kenapa ia baru memunculkan dirinya sekarang?
Ingin rasanya Nayla menanyakan langsung kepada orang ang bersangkutan, tapi dia tidak punya cukup keberanian untuk melakukannya, selain itu juga ia belum siap menerima jawaban Devan. Lebih tepatnya ia belum siap untuk kecewa.
Melihat bagaimana Devan menggenggam tangan Gaby saja hatinya sudah merasakan sesak, bagaimana jika dugaannya benar? Ia harus siap dengan segala kemungkinan yang terjadi kan? Ya Nayla tidak boleh lemah, ia menghela nafas berat setelah itu mengambil ponselnya di dalam tas, membuka aplikasi kamera untuk mengabadikan informasi yang di dapatnya.
Saat akan meletakan kembali ponselnya, ada sebuah pesan masuk di sana membuat Nayla urung menyimpan kembali ponsel itu.
Tania :
Kita tunggu di café dekat rumah kamu jam 4, jangan lupa datang!
Nayla :
Okeyyy!
Setelah membalas pesan Tania, ia melihat jam yang sudah menunjukan pukul 3. Nayla mematikan laptopnya dan beranjak ke kamar mandi.
Pulang sekolah tadi ia belum mengganti bajunya, terlalu banyak tanda tanya di kepalanya. Makannya ia langsung menyalakan laptopnya tanpa mengganti seragamnya dulu.
*****
Nayla mengamati dirinya di depan cermin, setelah merasa penampilannya sudah rapi, ia meraih tas yang sudah ia siapkan di atas kasur, tidak lupa memasukan ponsel dan juga dompetnya ke dalam tas.
Vano yang sedang menonton televisi merasa heran melihat adiknya itu sudah siap ingin pergi.
"Mau kemana kamu dek?" Tanyanya.
"Mau ketemu temen-temen di cafe depan komplek, boleh ya bang?" Nayla menampilkan puppy eyesnya.
"Boleh kok, bareng abang aja sekalian abang mau jemput bunda di rumah tante." Vano mengusap kepala adiknya sebelum pergi ke kamarnya untuk mengganti baju. Kurang lebih 5 menit Naya menunggu, Vano keluar dari kamarnya sudah dalam keadaan rapi.
Mereka berjalan beriringan menuju mobil milik Vano. Setelah mereka sudah berada di dalam mobil, Vano menjalankan mobilnya keluar dari pelataran rumah mereka.
Nayla memasuki cafe, sampai di depan pintu ia mengedarkan pandangannya mencari teman-temannya. Thalia melambaikan tangannya kepada Nayla, ia langsug berjalan ke arah meja itu. Sudah ada Rio, Kevin, Febri, dan ketiga sahabatnya di sana.
Dia menyapa mereka satu persatu, mendudukan dirinya di salah satu bangku kosong yang disana.
"Berangkat sama siapa Nay?" Tanya Noura.
"Sama bang Vano," Noura dan yang lain mengangguk.
"Gue kira kita yang di maksud Tania Cuma kita ber-4?" Tanya Nayla polos.
"Iya tadinya gitu, Cuma mereka mau ikut yaudah. Di tolak juga mereka bisa datang sendiri kan?" Jawab Thalia, benar juga yang di katakan Thalia.
"Eh mau pesan apa Nay?" Kata Febri seraya memberika buku menu kepada Nayla. Beberapa saat ia melihat-liahat buku menu tersebut, sebelum mengatakan pasannannya keoada pelayan yang ada di sana.
Sambil menunggu pesanan mereka datang Nayla permisi ke toilet sebentar. Di dalam toilet ada beberapa perempuan yang sedang mengantri, jadi Nayla juga harus ikut mengantri.
Setelah selesai Nayla berjalan ke arah wastafel untuk mencuci tangannya, dia melihat wajahnya yang masih sedikit pucat di cermin yang ada di depannya. Naya mengambil lip tint dari dalam tasnya, dan memakaikan sedikit di bibirnya agar tidak terlihat terlalu pucat. Ia keluar dari toilet dan berjalan ke meja dimana ada teman-temannya. Dari kejauhan ia bisa melihat bangku yang tadi ia tempati sudah terisi oleh seorang perempuan. Karena penasaran Nayla melangkahkan kakinya lebih cepat, Nayla tidak dapat mendengar dengan jelas apa yang menjadi perdebatan di antara mereka, karena keadaan cafe yang ramai. Saat Nayla tiba di sana mereka semua terdiam, Nayla bisa melihat ketegangan di sana.
"Udah penuh ya?" Nayla melihat ke sekeliling meja tersebut.
Dia tidak tau kenapa dia mengatakan itu, melihat kecanggungan yang ada di sana Nayla jadi spontan mengatakan itu. Febri bangun dari duduknya dan menyuruh Nayla untuk duduk.
"Duduk sini aja Nay," Ia mengangguk, lalu duduk di sana.
Febri mengambil bangku baru yang ada di dekat mereka. Nayla bingung melihat ke heningan yang ada di antara mereka, ia menghela nafas. Saat dia ingin mengeluarkan suaranya ternyata ada yang lebih dulu memecahkan keheningan di antara mereka.
"Kalian ngapain sih pada diem-dieman gini! Udah yuk makan gue laper." Kata Gaby.
Mereka semua menatap Gaby sinis, kecuali Nayla dan Devan. Mau tidak mau mereka semua menyantap makanan mereka sambil sesekali Febri, Rio, dan Kevin mengeluarkan candaan mereka.
Nayla menghentikan makannya saat melihat Gaby, mengambil tisu dan mengusap noda makanan di sudut bibir Devan. Ia menggelengkan kepalanya, harusnya ia tidak boleh begini. Kenapa juga ia harus merasa cemburu, ia buka siapa-siapa Devan! Iya bukan siapa-siapa. Sedetik kemudian ia kembali melanjutkan makannya, tidak lupa menyunggingkan senyumnya.
Apa yang di lakukan Nayla barusan tidak luput dari pandangan Tania. Bersahabat selama 3 tahun dengan Nayla membuat Tania tau apa yang sedang di rasakan gadis itu, menurutnya Nayla terlalu mudah terbaca. Meskipun Nayla belum menceritakan soal perasaannya, Tania sudah bisa melihat binar bahagia yang terpancar dari kedua bola mata Nayla saat gadis itu berada di dekat Devan, tapi itu tidak berlaku kali ini. Nayla memang tersenyum, tapi senyum itu tidak sampai ke matanya.
*****
"Mau bareng Nay?" ajak Devan.
"Ahhh makasih atas tawarannya kak! Gue naik ojol aja, lagian rumah kita nggak searah." Jawab Nayla sambil melirik ke arah Gaby yang sudah menatapnya sinis.
"Gue lagi nggak buru-buru kok, nggak masalah kalo nganter lo dulu!" Devan masih bersih keras mengajak Nayla pulang bersamanya.
Pasalnya, hanya dia yang mengendarai mobil teman-temannya yang lain mengendarai motor.
"Yah kak, sorry banget bukannya gue nolak tawaran lo, tapi gue udah terlanjur order." Nayla menunjukan ponselnya ke arah Devan.
Devan mengembuskan nafas lelah. Seharusnya dia mengajak Nayla sedari tadi, tapi Gaby terlalu memonopoli dirinya sampai tidak sempat mengajak Nayla mengobrol.
"Yaudah kak, gue permisi." Pamit Nayla, tidak lupa menyunggingkan seulas senyum kepada Gaby.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Admirer (New Version)
Teen FictionSebelumnya Nayla tidak pernah berpikir akan merasakan cinta di masa putih abu-abu. Terlebih kepada dia, yang sudah mengerjai Nayla di hari pertamanya masuk sekolah baru. Sampai semuanya berubah, Nayla tidak bisa lagi mengendalikan perasaannya. Nayla...