Satu minggu berlalu sejak pertemuan terakhir mereka di rumah Thalia, sampai saat ini belum ada sama sekali tanda-tanda Devan akan menjelaskan semuanya kepada Nayla. Jangankan bertemu, pesanpun tidak ada. Nayla sudah tidak ingin berharap lebih.
Gips Nayla sudah di lepas tiga hari yang lalu. Kemarin saat setelah tragedi jatuh bersama Salsa, Nayla mencoba menggunakan kakinya untuk sedikit berjalan, ternyata rasa sakitnya tidak separah saat awal. Semenjak dipasang gips Nayla terlalu takut menggunakan kakinya untuk berjalan, padahal dokter mengnjurkan Nayla untuk berjalan sedikit demi sedikit, selama ini juga Nayla sudah beberapa kali mengikuti terapai. Tapi, hanya saat terapi saja Nayla berlatih ketika di rumah dia tidak berani.
"Nay, kamu sedang apa?" Tanya Sekar yang sedang berdiri di ambang pintu kamar Nayla.
"Eh bunda, Nay nggak lagi apa-apa kok. Ada apa bunda?" Tanya balik Nayla.
"Bunda boleh minta tolong?" Sekar melangkah masuk mendekati putrinya itu.
"Iya, apa itu bunda?"
"Bisa kamu ke minimarket di depan? Bunda lupa kalau persediaan roti tawar dan selai cokelat di lemari habis, bunda belum sempat buat belanja bulanan, kamu kan tau abangmu itu gak mau sarapan kalau bukan roti isi selai cokelat." Nayla mengangguk.
"Iya bunda, tapi sebentar ya Nay ganti baju dulu." Setelah bundanya keluar Nayla segera mengganti bajunya.
"Ini uang sama kunci motor kamu." Sekar menyerahkan uang dan kunci motor Nayla.
"Nay jalan kaki aja bun, deket juga. Sekalian ngebiasain kaki Nay buat jalan lagi." Mau tidak mau Sekar mengangguk, yang di katakan Nayla ada benarnya juga.
"Yasudah, hati-hati ya Nak!" Setelah mencium tangan bundanya Nayla berjalan keluar dari rumahnya.
Nayla sudah sampai di depan minimarket, dia segera masuk dan berjalan ke rak dimana terdapat roti dan selai cokelat. Setelah mendapatkan apa yang ingin di beli dia berjalan ke kasir. Dia keluar dari minimarket teraebut sambil memeriksa barang belanjaannya, sampai langkahnya terhenti karena ada yang memeluk kakinya.
"Kak Naya!" Nayla tersenyum dan berjongkok di hadapan Salsa.
"Salsa kok di sini? Kamu sama siapa?" Salsa menunjuk ke arah parkiran, Devan berdiri di samping mobilnya.
"Oh, Salsa sama kak Devan. Salsa mau beli apa sayang? Mau kak Nay temenin masuk?" Salsa menggeleng, membuat Nayla mengernyit bingung.
"Sasa nggak mau masuk, Sasa mau main ke rumah kakak Naya. Tapi tadi Sasa iat kakak masuk sini, jadi Sasa tunggu." Nayla merapihkan poni Salsa yang sedikit berantakan.
"Salsa mau main? Yaudah yuk, tapi kak Nay jalan kaki." Salsa menggeleng.
"Ikut Sasa sama kak Evan aja."
Dan di sinilah Nayla sekarang di dalam mobil Devan, dengan Salsa yang duduk di pangkuannya sambil asik berceloteh.
"Salsa masuk dulu yuk," Nayla mengajak Salsa masuk ke dalam rumah, dia melihat Devan canggung.
"Masuk kak." Devan mengangguuk, dan berjalan mengikuti Nayla dan Salsa yang ada di depannya.
"Duduk dulu ya, kakak ambil minum dulu." Nayla mengangguk ringan ke arah Devan sebelum pergi.
*****
"Nay." Nayla menengokan kepalanya ke arah Devan, sejak tadi belum ada percakapan sama sekali di antara mereka.
"Kenapa pesan ku nggak kamu bales?" Nayla terdiam.
"Kapan kakak kirim pesan?" Tanya Nayla.
"Tadi pagi." Nayla tersenyum ringan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Admirer (New Version)
Roman pour AdolescentsSebelumnya Nayla tidak pernah berpikir akan merasakan cinta di masa putih abu-abu. Terlebih kepada dia, yang sudah mengerjai Nayla di hari pertamanya masuk sekolah baru. Sampai semuanya berubah, Nayla tidak bisa lagi mengendalikan perasaannya. Nayla...