Part 24

3.3K 178 1
                                    

Seusai salat subuh Nayla keluar dari kamarnya, mengambil es Batu untuk mengompres matanya yang sembab. Dirasa sudah lebih baik, ia segera bersiap untuk sekolah.

Ia berdiri di depan cermin, ia bertekad ia harus lebih kuat dari sebelumnya, ia sudah tau harus bagaimana bersikap setelah semua yang menimpanya.

Nayla mengangkat kedua tangannya di samping sambil berucap.

"Semangat! Do not cry anymore, You must be strong!" setelah mengucapkan kalimat ajaib itu Nayla tersenyum ke arah cermin.

Setelah sarapannya habis, Nayla berpamitan kepada kedua orang tuanya. Untungnya mereka tidak banyak bertanya soal kemarin. Jadi, dia tidak perlu repot menyiapkan jawaban untuk setiap pertanyaan yang di lontarkan kedua orang tuanya.

"Bang, ayok berangkat!" Vano yang baru saja menghabiskan sarapannya menganggukan kepala.

"Yah bun, Vano sama Nayla berangkat ya!" mereka berdiri dan menyalami punggung tanggan kedua orang tuanya.

15 menit kemudian mereka sampai di depan sekolah Nayla. Nayla berpamitan kepada Vano.

"Nay, sekolah dulu ya abang!" Nayla mengatakan itu sambil mengerlingkan kedua bola matanya, membuat Vano gemas. Dia mencubit kedua pipi Nayla, bukan meringis Nayla malah tertawa geli.

Terkadang mereka memang suka bercanda seperti ini untuk menghibur hati salah satunya. Hal yang sederhana, tapi tergambar jelas kalau mereka saudara yang saling menyayangi satu sama lain.

Nayla keluar dari mobil, Vano melambaikan tangan ke arah Nayla setelah gadis itu menutup pintu mobil. ia berbalik memasuki gerbang sekolah setelah membalas lambaian tangan Vano.

Tas Nayla terasa lebih berat dari hari-hari biasanya. Hari ini ada jam olahraga, hingga ia harus membawa baju olahraga di dalam tasnya. Minggu ini merupakan minggu terakhir sebelum memasuki Bulan suci Ramadhan. Itu artinya akan ada pengambilan nilai hari ini karena selama 4 minggu kedepan mereka tidak akan mengikuti jam olahraga.

Nayla duduk di bangkunya, tidak lama setelah ia duduk Thalia memasuki kelas. Kecanggungan antara mereka terlihat jelas. Tidak ada sepatah katapun yang keluar dari bibir keduanya. Bahkan, selama pelajaran berlangsung Nayla sama sekali tidak menengok ka arah Thalia seperti biasanya.

Nayla tau Thalia kesulitan dalam menangkap apa yang di jelaskan oleh guru fisikanya, bukan tidak ingin membantu seperti biasanya. Rasa kecewanya masih ada, biarlah semua berjalan seperti ini sampai perasaan Nayla lebih baik.

Terlihat sekali Thalia tidak nyaman dengan kecanggungan di antara mereka. Tapi dia tau Nayla perlu waktu untuk mengontrol perasaannya.

Thalia melihat Nayla mengeluarkan baju olahraga dari dalam tasnya, ia kira Nayla akan mengajaknya seperti biasa, tapi perkiraannya salah. ia menghela nafas kecewa saat Nayla berlalu begitu saja keluar dari kelas untuk pergi ke toilet.

Di dalam toilet Nayla segera memasuki salah satu ruang ganti untuk mengganti seragamnya dengan baju olahraga, saat ia keluar dari ruang ganti ia melihat Thalia yang baru saja datang, pandangan mereka bertemu, tapi sesaat setelah itu Nayla mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Saat keluar dari toilet Nayla melihat Gaby dari kejauhan sedang berjalan ke arah toilet yang berada di sebelah ruang ganti. Artinya mereka akan berpapasan, sebenarnya dia enggan melihat perempuan itu apalagi harus berpapasan.

Nayla berjalan sesantai mungkin, melewati beberapa anak tangga yang menghubungkan lorong toilet dengan koridor sekolah, letak toilet dan ruang ganti memang agak condong ke bawah hingga mereka harus melewati tangga untuk sampai di koridor. Sampai diundakan tangga terakhir, Nayla menggeserkan tubuhnya memberi jalan kepada Gaby.tidak ada sedikitpun pikiran buruk di kepala Nayla saat Gaby memilih berjalan mepet karah ke arah Nayla padahal jalan di sampingnya masih luas.

Gaby memang sengaja mendekatkan jarak mereka sehingga bahunya menyenggol bahu Nayla cukup keras, membuat Nayla oleng dan tergelincir karena tidak menjaga keseimbangan tubuhnya. Hal itu mengakibatkan Nayla jatuh melewati beberapa anak tangga dan terduduk di undakan tangga paling bawah. Nayla memekik, saat merasakan sakit di kakinya.

"Akhhhhh... -" suara Nayla cukup keras sampai terdengar ke koridor dan toilet.

Nayla meringis, rasanya luar biasa sakit sekali. Gaby tidak menyangka kalau semuanya akan jadi seperti ini, dalam hati ia meringis melihat tingginya undakan tangga tempat Nayla berdiri tadi sampai dengan posisi Nayla terduduk sekarang. Sebagian hatinya merasa bersalah, tapi kemudian dia ingat Nayla yang sudah merebut Devan darinya.

Thalia yang mendengar suara pekikan Nayla dengan terburu melipat pakaiannya. Dia keluar dari toilet dan melihat Nayla terduduk di atas lantai, dia juga melihat Gaby yang berada di undakan tangga terakhir itu artinya di atas mereka sekarang, instingnya langsung mengatakan kalau Gaby lah penyebabnya.

Tanpa berpikir panjang Thalia menghampiri Nayla, saat ia ingin membantu Nayla berdiri. Devan berjongok di sampingnya berniat membopong Nayla.

Thalia menyingkir dari sana dan tersenyum puas saat melihat Gaby yang menegang, mengetahui kalau Devan di sana untuk menolong Nayla.

"Kak turunin gue!" Nayla memukul-mukul bahu Devan.

Devan menulikan telinganya, lalu membawa Nayla ke UKS. Saat Nayla sedang di periksa Devan keluar dari sana berniat mencari Gaby, rahangnya sudah mengeras. Kali ini Gaby sudah keterlaluan.

Dari kejauhan Devan melihat Gaby yang akan memasuki kelas, ia mempercepat langkahnya mencengkram pergelangan tangan Gaby dan membawa gadis itu ke ruang OSIS. Tempat yang paling tepat karena jauh dari kelas, mengingat jam pelajaran sedang berlangsung, ia tidak ingin membuat keributan.

Tadi Devan baru keluar dari ruang OSIS, saat dia melewati koridor yang terhubung dengan lorong toilet dia mendengar suara seseorang memekik. Dia tidak menyangka orang itu adalah Nayla, dan yang membuatnya emosi adalah Gaby yang hanya berdiri di tempatnya saat melihat Nayla meringis ke sakitan.

Devan menatap Gaby dingin.

"Berhenti ikut campur urusan gue Gab! Perlu lo ingat kita gak akan pernah bisa lebih dari seorang saudara!" Devan menekankan setiap kata yang dia ucapkan.

"Berhenti berfikir kalo kita masih bias kaya dulu, berhenti berjuang buat bikin semuanya kembali kaya dulu.. -" Tidak ada lagi kelembuatan dari ucapan Devan, sebelumnya dia masih menghargai Gaby sebagai permpuan, dan sebagai saudaranya. Itu tidak berlaku kali ini.

"Cukup Van! Kita masih bisa kaya dulu! Masih bisa!" Gaby berteriak menghentikan ucapan Devan. Air mata sudah membanjiri pipinya.

"Nggak bisa Gab! Gue terlalu sayang sama Nayla!" Setelah mengatakan itu Devan berlalu dari sana. Meninggalkan Gaby yang terduduk lemas di lantai ruang OSIS yang sepi ini.

"DEVAN!!" Gaby meneriakan nama Devan sambil memukul-mukul dadanya sendiri. Dia tidak menyangka Devan mengatakan itu, hatinya sangat sakit mengetahui jika mereka tidak bisa kembali seperti dulu. Gaby bisa melihat kesungguhan pada kalimat terakhir yang Devan ucapkan.

Saat ini dia hanya bisa terisak, menyesali semua yang sudah terjadi. Beruntung ruang OSIS ini kedap suara sehingga teriakan dan suara tangisnya tidak akan terdengar siapapun.

Secret Admirer (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang