Nayla sedang menunggu Devan dan para sahabatnya yang lain, dia sudah siap untuk pergi liburan bersama. Devan dan para sahabatnya yang lain mengajak Nayla berlibur bersama di Villa milik keluarga Tania di puncak, mereka akan menghabiskan liburan di sana.
"Bunda, aku berangkat ya?" Nayla memanggil bundanya.
"Yang lain sudah datang nak?" Nayla mengangguk, dia menyampirkan tasnya si punggung.
"Yaudah yuk bunda anter ke depan." Di halaman rumahnya sudah terparkir dua buah mobil. Mereka semua keluar dari dalam mobil dan berpamitan kepada bunda Nayla.
"Bunda kami berangkat ya!" Tania dan para sahabat Nayla yang lain memang sudah terbiasa mamanggil Sekar dengan sebutan bunda sama seperti Nayla.
"Iya, kalian hati-hati di jalan ya! Baik-baik di sana." Mereka semua mengangguk dan menyalami tangan Sekar secara bergantian.
Di dalam mobil Nayla duduk di belakang bersama dengan Thalia, Devan mengemudikan mobil tersebut dan Febri duduk di samping Devan.
"Nayla nggak mau duduk di depan?" Nayla menggeleng. Devan yang tau modus Febri meraup wajah Febri dengan sebelah tangannya.
"Nggak ada biarin Nayla di belakang, modus banget mau deket-deket adek gue!" Febri terkekeh. Di ikuti Thalia dan Nayla yang tertawa geli.
"Ketauan banget ya?" Mereka semua menjawab dengan serempak "Banget!"
Mereka berhenti di sebuah restoran untuk makan siang, sebenarnya jarak menuju Villa sudah dekat, tapi mereka memilih makan di restoran tersebut. Kerena, di Villa belum ada persediaan makanan. Ibu Tania bilang, mbak Ida yang biasa membersihkan Villa, dan memasak untuk mereka saat berkunjung ke sana baru bisa datang nanti sore.
Mereka semua masuk ke dalam restoran dan mencari meja yang kosong, saat jam makan siang seperti ini restoran ini memang ramai. Apalagi sekarang masih libur lebaran, mereka yang sudah lelah mengemudi pasti akan menepi di sana untuk sekedar mengisi perut. Mereka melihat-lihat buku menu yang sudah di sediakan di sana.
Dua orang pelayan mendatangi meja mereka untuk mencatat pesanan mereka, setelah menyebutkan dan mencatat pesanan mereka pelayan tersebut pergi.
Nayla mengusap-usapkan kedua tangannya, kerena sudah memasuki kawasan puncak udara sudah mulai dingin.
"Dingin?" Devan yang duduk di samping Nayla bertanya kepada gadis itu. Nayla mengangguk, bukan hanya Nayla yang kedinginan Noura malah lebih parah darinya. Mereka berdua memang renta dengan udara dingin. Atau lebih tepatnya mereka perlu menyesuaikan diri dengan perubahan suhu di sini.
Nayla melihat Noura yang saat ini sudah menggunakan jaket milik Kevin di tambah Kevin yang juga merengkuhnya, Nayla sendiri belum tau seperti apa hubungan mereka sekarang, apapun itu semoga mereka berdua semakin baik dari sebelumnya.
"Nih, minum dulu ya." Devan memberikan segelas teh hangat kepada Nayla dan Kevin. Nayla menggenggam gelas tersebut sebelum meminum isinya. Setidaknya itu bisa membuatnya sedikit hangat. Nayla mendongak saat merasakan sebuah jaket yang tersampir di bahunya, ternyata Devam melepaskan jaketnya.
Dia tersenyum menatap Devan."Jadi udah baikan nih?" Tanya Rio. Devan dan Nayla saling tatap dan mengangkat kedua alis mereka sebelum sama-sama mengangguk.
"Alhamdulillah, nggak perlu nunggu kucing bertanduk!" Febri mengusapkan kedua tangannya di wajah. Tampangnya di buat sedramatis mungkin membuat yang lain tertawa geli.
"Feb aku malu." Thalia memutar kedua bola matanya malas, dia terkadang malu dengan tingkah Febri yang ada-ada saja. Tapi, itulah yang membuat hubungan mereka awet sampai saat ini, Febri selalu punya cara untuk membuat Thalia terawa. Thalia sama seperti perempuan pada umumnya, sering merajuk dan moodnya yang naik turun apalagi kalau sedang PMS.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Admirer (New Version)
Fiksi RemajaSebelumnya Nayla tidak pernah berpikir akan merasakan cinta di masa putih abu-abu. Terlebih kepada dia, yang sudah mengerjai Nayla di hari pertamanya masuk sekolah baru. Sampai semuanya berubah, Nayla tidak bisa lagi mengendalikan perasaannya. Nayla...