Part 18

3.1K 185 0
                                    

Nayla mematung di tempatnya, melihat itu Devan menjadi gemas sendiri sempat-sempatnya gadis itu melamun padahal rintik hujan sudah mulai turun membasahi bumi.

"Nanti gue peluk lagi, sekarang kita balik ke rumah Thalia dulu okeyy!"

Nayla melebarkan matanya, bagaimana laki-laki itu bisa mengatakan hal yang membuat Nayla malu. Saat akan membuka mulutnya Devan sudah lebih dulu merangkul pundaknya, jadilah Nayla mengurungkan niatnya untuk berbicara.

"Loh Nay, lo kok basah gini?" Tanya Thalia di balik pintu.

"Di ajak masuk dulu Thal baru kamu tanya-tanya." Kata Febri mengingatkan Thalia.

"Oiya, Yuk masuk Nay!" Thalia mengajak Nayla ke kamarnya, untuk mandi dan berganti pakaian.

"Pake ini gapapa kan Nay? Masih baru kok belum gue pake. Kayanya pas deh kalo lo yang pake!" Thalia memberikan sebuah dress sederhana tapi terlihat cantik.

"Iya gapapa kok, makasih ya. Sorry banget gue jadi ngerepotin!" Nayla merasa tidak enak.

"Gapapa, santai aja lo kaya sama siapa aja. Yaudah lo mandi gue tunggu di bawah ya!" gadis itu tersenyum dan mengacungkan jempolnya.

Setelah mandi dan berganti pakaian, Nayla duduk di atas tempat tidur Thalia.

Cklekkk...

"Udah selesai ya mandinya?" Thalia memasuki kamarnya, ikut duduk di samping Nayla.

"Gue boleh pinjem mukenah?" Thalia mengangguk, lalu berjalan ke arah lemari untuk mengambilkan mukenah bersih untuk Nayla.

"Ini, kiblatnya kesana ya Nay." Thalia memberikan mukenah lengkap dengan sajadahnya.

Setelah selesai menunaikan kewajibannya sebagai umat muslim, Nayla melipat kembali mukenah yang dipakainya, sambil melipat matanya melihat ke arah jendela diluar hujan. Itu artinya Nayla tidak bisa pulang sekarang. Setelah semuanya sudah rapi ia mengedarkan pandangannya, mencari keberadaan tasnya, ia lupa tadi meletakannya dimana. Karena tidak menemukannya di kamar Thalia, ia memutuskan untuk mencarinya di luar.

Nayla menuruni tangga dengan perlahan, saat sampai di anak tangga terakhir dia mendengar suara dari ruang TV. Ia melangkahkan kakinya ke sana, sudah ada Devan, Thalia, dan Febri.

"Eh Nay, udah selesai salatnya?" Nayla mengangguk lalu duduk di sofa kosong yang ada di sana.

"Maaf ya gue tinggal, abis tadi lo berdoanya khusyuk banget."

"Iya gapapa kok, lo ada liat tas gue Thal? gue lupa taro dimana." Nayla menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Ada di ruang tamu Nay." Febri menjawab pertanyaan Nayla, tadi sebelum salat dia sempat melihat tas Nayla di sofa.

"Oh iya kak makasih, yaudah kalo gitu gue ambil tas dulu ya!" saat Nayla berdiri Devan mendahuluinya.

"Biar gue aja!" Akhirnya Nayla kembali duduk, karena Devan sudah melangkah lebih dulu.

"Perasaan gue aja atau emang kak Devan jadi sedikit manis, iya nggak sih?" Thalia menyuarakan pertanyaan yang sejak tadi bercokol di kepalanya.

Nayla hanya tersenyum, ia merasakan hal yang sama. Tapi belum bisa menyimpulkan apa-apa, semuanya masih terasa abu-abu.

Devan duduk di samping Nayla, meletakan tas Nayla di atas pangkuan gadis itu. Nayla langsung mengambil ponselnya, dia melihat beberapa panggilan tak terjawab di sana, 2 panggilan dari Devan, 1 dari abangya, dan terakhir 3 panggilan dari bundanya. Nayla lupa belum mengabari bundanya kalau ia masih berada di rumah Thalia, saat ia ingin menelpon balik bundanya. Sebuah pesan masuk di ponselnya.

Bunda:
Nay, bunda sama ayah malam ini nginap di rumah nenek. Bang Vano sudah pergi ke acara reoni dengan teman SMA-nya, bunda taruh kunci di tempat biasa. Jangan pulang terlalu larut ya nak, abang juga bunda suruh pulang cepat supaya kamu ada teman.

Setelah membaca pesan tersebut, Nayla mengetikan jawaban untuk bundanya.

Secret Admirer (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang