Nayla sudah berada di motor Devan, hujan sudah reda sejak setengah jam yang lalu.
Devan berdecak saat jaraknya dan Nayla sudah dekat, bagaimana bisa dia baru menyadari jika Nayla menggunakan dress yang panjangnya hanya mencapai lututnya? Ingatkan Devan untuk memarahi Thalia karena sudah memberikan Nayla Dress kurang bahan ini. Devan melepas jaketnya dan mengikatkan di pinggang Nayla.
Nayla diam, bukan tidak merasa terkesan dengan perlakuan manis Devan, tapi Nayla berusaha menekan perasaan bahagianya. Seperti yang kalian tahu laki-laki itu belum memberi Nayla kepastian. Nayla masih merasa takut, takut cintanya bertepuk sebelah tangan.
"Yuk!" Devan sudah berada di atas motornya saat Nayla memakai helm, dia mengamati gadis mungil itu.
Merasa di perhatikan Nayla melihat ke arah Devan.
"Kok cuma di liatin bukannya di bantuin?" Nayla menampilkan cengirannya.
"Oh, mau di bantu bilang dong!" padahal helm Nayla sudah terpasang.
Devan mencubit gemas hidung Nayla, tidak terlalu keras tapi karena kulit Nayla yang putih hidungnya jadi terlihat memerah.
"Ishhh.. Sakit tau!" Nayla mengerucutkan bibirnya, hal itu berhasil membuat Devan terbahak. Beritahu Nayla bagaimana ia bisa bersikap biasa saja saat hatinya sudah tidak tertolong lagi?
Nayla tertegun melihat Devan tertawa lepas, baru kali ini ia melihat Devan yang tertawa lepas seperti ini. Devan yang pada dasarnya sudah tampan, menjadi bertambah tingkat ketampanannya saat sedang tertawa. Begitulah menurut penilaian Nayla.
Tubuh Devan yang atletis berbalut kaos hitam polos, menurut Nayla laki-laki itu akan tetap tampan menggunakan pakaian apapun, apalagi sekarang. Entah kenapa Nayla merasa terpesona berkali-kali lipat melihat laki-laki itu memakai kaos hitam polos. Nayla menggelengkan kepalanya mengusir segala pemikirannya.
"Kapan pulangnya?" Devan menghentikan tawanya saat mendengar suara Nayla.
"Yuk Naik!" Nayla naik dan menjadikan bahu Devan sebagai pegangannya.
Udara dingin mulai terasa menusuk, Devan terlihat biasa saja tapi tidak dengan Nayla gadis itu sudah mulai menggigil.
"Dingin ya?" Devan menepikan motornya.
Dia meraih tangan Nayla dan melingkarkannya perutnya. Dia menangkap kedua tangan Nayla menggunakan tangannya.
"Kita mampir beli wedang jahe dulu ya di depan, gapapa kan?" Devan melihat Nayla menganggukan kepalanya dari kaca spion.
Devan dan Nayla sudah sampai di angkringan yang menjual wedang jahe, karena cuaca sehabis hujan di tambah sekarang malam minggu. Membuat angkringan ini menjadi ramai, banyak juga pasangan yang singgah di sana untuk sekedar mengobrol di temani dengan wedang jahe.
Devan menggandeng tangan Nayla, gadis itu sudah mengenakan jaket levis Devan di tubuhnya. Nayla terlihat bersemangat saat melihat interior angkringan tersebut.
"Lo tau darimana tempat bagus kaya gini?" Nayla bertanya sambil mengedarkan pandangannya, tak perduli jika ia terlihat norak, tapi dia benar-benar menyukai interior angkringan tersebut.
"Sini yuk duduk," bukan menanggapi Devan malah menarik Nayla untuk duduk.
"Bisa gak? Gak usah bikin gue gemes!" Devan mencubit kedua pipi Nayla. Gadis itu hanya menggelengkan kepalanya.
"Kenapa kakak... -" Belum sempat Nayla menyelesaikan kalimatnya, Devan sudah lebih dulu menghentikannya dengan telunjuk yang di letakan di bibir gadis itu.
"Devan!" Nayla mengernyitkan dahinya bingung. Seketika dia teringat dengan perjanjian mereka tadi siang. Tidak ada lagi embel-embel kak di antara mereka berdelapan. Kevin bilang dia merasa jadi tua kalua di panggil seperti itu.
"Oke, Devan!" Tidak lama pesanan mereka datang.
Kehangatan mulai melingkupi telapak tangan Nayla yang di letakan di pinggiran gelas wedang jahenya. Apa yang di lakukan Nayla tidak luput dari perhatian Devan, kebahagiaan menjalari hatinya setidaknya perasaannya sudah tersampaikan kepada gadis itu. Meskipun, belum secara resmi Devan mengatakannya. Dia mengacak rambut Nayla pelan, rambut Nayla yang halus akan menjadi favoritnya saat mengusap kepala gadis itu.
Posisi duduk mereka yang berhadapan membuat Devan lebih leluasa memerhatikan Nayla, saat gadis itu mulai menyeruput wedang jahenya, saat gadis itu mencepol rambut yang tadinya di gerai.
"Kok di cepol Nay?" Nayla menatap Devan saat dirasanya cepolannya sudah rapih.
"Ribet!" Nayla tersenyum lebar, saking lebarnya deretan gigi rapinya sampai terlihat.
"Berantakan ya?" Nayla bertanya, saat melihat Devan yang masih memusatkan perhatian padanya.
"Nggak kok, tapi gue gemes!" Devan mencubit kedua pipi Nayla.
"Ih sakittt!" Devan terkikik geli melihat Nayla, tapi tidak lama tawa Devan menular pada dirinya.
Puas tertawa, mereka memulai membuka obrolan dari hal penting sampai tidak penting sekalipun.
"Van?" Nayla jadi teringat sesuatu dan berniat menanyakannya kepada Devan.
"Ya?" Nayla menarik nafas sebelum bertanya.
"Lo sama kak Gaby ada hubungan apa?" Nayla segera menutup mulutnya saat tau ia sudah tidak sopan karena ingin mengetahui urusan orang lain, tapi mau bagaimana ia sudah terlanjur di buat penasaran.
"Uhukkk... " Devan tersedak minumnya saat mendengar pertanyaan Nayla.
"Nggak ada!" Jawab Devan datar.
Nayla menghela napas, kerena belum merasa puas dengan jawaban Devan, ia ingin menanyakan perihal foto yang ia temukan di akun milik Gaby, sebelum sempat bertanya lagi Devan sudah lebih dulu memotong.
"Ta.. -"
"Udah malem pulang yuk!" Devan menggenggam tangannya mengajaknya berdiri.
Nayla mengembuskan nafas berat, ia tau Devan hanya tidak ingin melanjutkan pembicaraan mereka. Sikap Devan yang seperti itu membuatnya semakin penasaran.
Mereka sudah tiba di depan gerbang rumah Nayla, ia melepaskan helmnya lalu memberikannya kepada Devan, tidak ada yang mereka bicarakan selama di perjalanan tadi hanya keheningan dan semilir angin yang berhembus. Banyak yang Nayla pikirkan, membuat moodnya memburuk.
"Makasih, gue masuk dulu." Nayla tetap menyunggingkan senyumnya, tapi dari nada bicaranya Devan tau, Nayla sedang tidak Dalam mood baik.
Saat Nayla akan melangkahkan kakinya masuk, Devan menahan pergelangan tangannya.
"Jangan bete gitu." Devan menyentuh kedua sudut bibir Nayla dan menariknya ke atas membuat sebuah lengkungan.
"Nah gini kan cantik!" tidak ada yang Nayla katakan dia hanya mengangguk.
"Yaudah gih masuk!" Devan mengusap kepala Nayla sebelum gadis itu berbalik.
"Hati-hati!" hanya itu yang bisa Nayla katakan sebelum masuk ke dalam rumah.
Setelah melihat Nayla hilang di balik pintu Devan manyalakan mesin motornya, dan pergi meninggalkan rumah Nayla.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Admirer (New Version)
Teen FictionSebelumnya Nayla tidak pernah berpikir akan merasakan cinta di masa putih abu-abu. Terlebih kepada dia, yang sudah mengerjai Nayla di hari pertamanya masuk sekolah baru. Sampai semuanya berubah, Nayla tidak bisa lagi mengendalikan perasaannya. Nayla...