Nayla duduk di bangkunya, lalu ia menelungkupkan kepalanya di atas meja, matanya terasa berat sekali kerena tidur larut malam.
Baru saja dia ingin memejamkan matanya, bahunya di goyangkan oleh seseorang. Ternyata Thalia baru saja datang dengan senyum yang mengembang di bibirnya, cantik! batin Nayla.
"Kok lo lemes banget Nay? Terus itu mata kenapa kaya panda?" tanya Thalia menyadari kondisi Nayla.
"Gue cuma kurang tidur semalam." Katanya.
"Pantesan, ada yang ganggu pikiran lo?" tanya Thalia tepat sasaran. Apa yang sudah ia rencanakan kemarin seolah lenyap begitu saja saat melihat Thalia hari ini.
"Nggak ada, gue cuci muka dulu deh Thal." Pamitnya, detik berikutnya ia menyesali keputusannya yang memilih untuk mengelak.
Saat di tangga ia berpapasan dengan Devan, ia menundukan kepalanya pura-pura tidak melihat. Ia bingung dengan perasaannya, untuk apa ia bertingkah seperti ini? Menghindari Devan? Sekali lagi untuk apa? Toh mereka tidak ada apa-apa. Bodoh sekali Nayla ini, ingatkan Nayla untuk bersikap biasa saja nanti.
Devan menyadari keanehan yang terjadi pada Nayla, ia sempat ingin menyapa Nayla tapi gadis itu malah menghindarinya. Ada yang aneh, mata panda yang membuat tampilan Nayla terlihat lemas tak bersemangat. Ada apa dengan gadis itu? Pertanyaan itu mengganggu pikrannya.
*****
Seperti biasa, saat jam istirahat berlangsung mereka akan berkupul di kantin. Nayla dan para sahabatnya duduk di sebuah meja panjang yang ada di sana, semua tampak berjalan normal Thalia sudaj kembali ceria seperti hari-hari sebelumnya
Mereka membicarakan banyak hal sambil menunggu makanan pesanan mereka datang. Sampai tiga orang laki-laki yang sudah sangat mereka hafal duduk bergabung di sana.
"Udah pesen makanan?" tanya Kevin. Mereka semua mengangguk, "padahal tadinya mau gue pesenin."
"tapi kalo lo mau bayarin kita nggak bakalan nolak kok kak!" kata Thalia dengan nada bercanda.
"Boleh, tapi nanti kalo Noura terima gue jadi pacarnya! Iya nggak Nou?" Noura memutar bola matanya jengah, ini bukan kali pertama Kevin menggodanya sudah menjadi kebiasaan, semua yang ada di sana pun tau dua orang ini memeng tidak pernah akur.
"Enak aja, bercandaan lo nggak lucu kak! Nanti lo naksir beneran lagi sama gue." Kevin terkekek geli, gadis itu memang suka ceplas-ceplos pikir Kevin. Dia mengacak rambut Noura gemas.
"Ya nggak masalah. Emangnya kenapa? Gue nggak keberatan buat naksir lo." Noura menggeleng.
"Nggak-nggak lo nggak boleh. Kata mama gue omongan itu do'a lo nggak boleh ngomong gitu. Kalo nanti beneran gimana?"
"Ya gue aminin kalo gitu." Kevin menjawab dengan santai. Membuat Noura mendengus kasar.
"Ih nyebelin!" Katanya kesal sambil mencubit tangan Kevin yang ada di atas meja.
"Kayak kucing sama tikus kalian itu nggak bisa akur." Kata Tania menahan tawa.
"Dia tikusnya!" jawab keduanya berbarengan, saling menunjuk satu sama lain.
"Lo tikusnya Nou lo kan imut." Kata Kevin.
"Ih nggak mau, tikus kan jorok! Cocoknya lo yang jadi tikus kak." Noura tak mau kalah.
"Yah gue salah ngomong!" Tania menepuk jidatnya, merasa menyesal telah mengucapkan kalimat tadi. Membuat yang lain tertawa geli.
"Gue duduk di sini ya?" tanya Devan yang baru saja datag kepada Nayla. Yang di angguki sekilas oleh gadis itu.
Satu persatu pesanan mereka datang. Noura memberikan dua butir telur asin kepada Nayla.
"Titipan dari mama, katanya dia inget lo kalo liat telur asin." Mata Nayla berbinar senang. Nayla memang penyuka telur asin sejati.
"bilang makasih sama mama, Nayla kangen pake banget." Nayla menerima telur asin yang di berikan Noura.
"Hedehhhh giliran di kasih sesuatu baru aja manis-manis sama mama." Kata Noura pura-pura mencibir.
"Gue mah manis mulu Nou, lo aja yang baru sadar." Jawab Nayla sengak. Belum sempat Noura menjawab, Nayla sudah lebih dulu menyela.
"Udah lah yuk makan," Kata Nayla.
Kemudian dia melihat ke kanan dan ke kiri, dia bangun berniat meminjam pisau untuk membelah telur asin di tangannya.
"Mau kemana?" tanya Devan.
"Pinjem pisau mau belah ini." Dia menunjukan telur asin di tangannya.
"Biar gue aja." Nayla menggeleng.
"Nggak usah, gue bisa ...." tidak meneriama penolakan Nayla, Devan mengambil telur asin di tangan Nayla.
Melihat punggung Devan yang semakin menjauh, Nayla menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dia merasa tidak enak dengan Thalia, ia melihat ke arah temannya itu. Tidak ada raut wajah cemburu di sana, malah terlihat biasa saja gadis itu menyunggingkan senyumnya ke arah Nayla, membuat Nayla heran.
Sebenarnya ada apa ini? Apa Thalia sedang berpura-pura bahagia? Nayla benar- benar merasa tidak enak hati. Kalau dugaannya benar, Devan tega sekali melakukan hal ini. Apa dia tidak sadar suah melukai hati Thalia?
*****
Bel pertanda jam pelajaran selesai berbunyi, murid-murid SMA Tunas Bangsa sudah diperbolehkan pulang. Tapi tidak dengan Nayla, dia masih berada dikelasnya menunggu teman-temannya yang belum menyelesaikan catatan, sebagian sudah ada yang pulang termasuk Thalia. Nayla sudah menyelesaikan catatannya hanya saja gurunya meminta Nayla membawa buku-buku tersebut ke ruangannya.
Saat semuanya sudah selesai Nayla merapikan buku-buku itu, menggendong tasnya, dan berjalan meningalkan kelas. Setelah menyerahkan buku ia pamit kepada sang guru, saat ingin membuka pintu, pintu tersebut sudah di buka dari luar Nayla memundurkan dirinya agar tidak menghalangi jalan.
Setelah melihat siapa oraang yang ada di balik pintu, ia segera mengalihkan pandangannya dan memberikan jalan kepada orang itu. Nayla pun melangkahkan kakinya lebih cepat agar cepat sampai ke halte bus. Langit yang sudah mendung, membuat Nayla harus bergegas.
Suasana halte sudah sepi, Nayla memutukan untuk duduk di sana. Jenuh menunggu bus yang tidak kunjung datang ia menundukan kepalanya memperhatikan sepasang sepatu yang ia pakai.
"Apa sepatu itu lebih menarik buat lo perhatiin?" Nayla megangkat kepalanya, melihat siapa yang sudah berdiri di hadapannya. Tubuh tinggi menjulang yang sudah tak asing lagi bagi Nayla, ia menarik nafas lelah. Kenapa di saat ia ingin mengurangi intensitas pertemuan mereka, takdir seolah dengan sengaja mempertemukan mereka? Batin Nayla.
Devan meraih tangan Nayla agar gadis itu berdiri.
"Yuk gue anter pulang!"
"Nggak usah, gue naik bus aja."
"Nay...-"
"Itu bus nya udah dateng, gue duluan ya kak!" ucap Nayla terburu-buru.
Devan hanya bisa melihat punggung Nayla yang sudah memasuki bus. Dia semakin yakin kalau Nayla memang sedang dala mode menghindarinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Admirer (New Version)
Teen FictionSebelumnya Nayla tidak pernah berpikir akan merasakan cinta di masa putih abu-abu. Terlebih kepada dia, yang sudah mengerjai Nayla di hari pertamanya masuk sekolah baru. Sampai semuanya berubah, Nayla tidak bisa lagi mengendalikan perasaannya. Nayla...