Jaehyun's POV
She's my very first friend I've met in my entire 3 years of life.
Cewek yang ternyata koleksi Gundam-nya lebih banyak daripada gue. Cewek yang setiap weekend ngajakin gue berenang di teras rumahnya yang luas pake kolam renang plastiknya yang berisi air plus bola-bola plastik warna-warni.
Cewek yang selalu semangat ngajarin gue naik sepeda, padahal dia sendiri belum bisa. Cewek yang lebih milih main di box pasir bareng gue daripada main ayunan bareng temen-temen ceweknya yang lain. Cewek yang selalu gandeng tangan gue pas nyebrang jalan, walaupun di samping kanan kiri kita ada babysitter masing-masing.
Cewek yang ngajak gue untuk bantu dia ngewarnain rumah-rumahan yang dibikin dari kardus tv warna putih. Cewek yang selalu merengek minta bantuan untuk masang lego-nya. Dan cewek yang bisa dibilang seluruh mainannya berlawanan dengan gender-nya, akhirnya beralih ke printilan berwarna pink dan bertitle Barbie.
Walaupun nggak berlangsung dengan lama, karena dia sadar dari semua temen-temen deketnya, nggak ada yang bisa diajak mainan Barbie.
Dia adalah cewek yang memanfaatkan ketakutan gue akan kecoa, hanya untuk ngejailin gue dengan permen karet yang jika ditarik maka keluarlah binatang hina itu. Dia adalah cewek yang nggak segan-segan duduk di meja kantin dan merampas pudding cokelat dari tangan gue. Dia adalah cewek yang nggak bakalan takut berantem sama Kak Baekho yang notabenenya preman sd.
Dan dia sebenarnya adalah cewek yang pertama kali gue 'lihat' sebagai cewek pas smp.
As we grew up together, gue nggak pernah notice perubahan-perubahan yang terjadi di diri dia. Terutama tubuh. Karena bagi gue, dia tetaplah cewek bawel yang tiap omongannya menjadi soundtrack kehidupan sehari-hari gue. Dia tetaplah cewek yang lebih memilih gue, daripada orang lain.
Tapi gue salah. Gue nggak menjadi orang yang setiap omongan gue, bisa jadi soundtrack kehidupan dia. Dan gue, lebih memilih orang lain daripada dia.
But Tasya just keep being Tasya. She will still choose me, over anyone. And despite everything I've done to her.
Sampai akhirnya gue tau kalo gue nyakitin dia.
Gue kenal Minkyung saat kami berdua sama-sama mencari nama kami di daftar kelas. Dia cantik, tinggi, dan murah senyum. Yang bilang dia itu nggak cantik pasti cuma orang gila, karena, ya, dia secantik itu. Dan bisa dibilang, gue agak tertarik.
But I'm not quiet sure.
Tasya adalah cewek yang selalu meminta gue untuk megangin kerupuk, sementara dia akan memakan soto kesukaannya, dan akhirnya menjadi kebiasaan. Siang itu di jam istirahat, sembari megangin kerupuk putih milik sang kanjeng, gue coba untuk mengetes dia.
Jahat emang. Karena saat itu gue juga tau kalo Tasya punya perasaan yang sama kaya gue.
"Kenal Minkyung nggak?" tanya gue sedikit berbisik.
Tasya yang lagi ngunyah makanannya langsung menoleh kearah gue, lalu menoleh lagi kearah Minkyung yang duduk di meja depan dia.
"Nggak kenal, tau doang." jawabnya judes dan gue pun mencuri satu gigit dari kerupuk yang gue pegang.
Kejudesan Tasya yang tiba-tiba, mengartikan bahwa dia sebenarnya cemburu. Gue termasuk orang yang peka kok, PEKA YA BUKAN PK. Apalagi gue kenal Tasya dari jaman dia belum bisa nulis, jadi nebak perasaan hati dia bukanlah hal yang sulit.
Refleks gue terkekeh ngeliatin cewek yang ada disamping gue mulai cepet-cepet makannya, dan gue ngomong lagi.
"Lucu deh dia."
Gue bisa ngerasain alur makan Tasya mulai memelan, apalagi setelah mendengar gue berkata kaya gitu, dia langsung naro sendoknya di piring.
"Yaa... coba aja deketin?"
Salah, bukan jawaban kaya gitu yang pengen gue denger dari dia.
Screw "coba aja deketin", gue maunya dia nahan gue.
"Kok lu kaya nggak ikhlas gitu ngomongnya?"
"Siapa yang nggak ikhlas setan."
"Lo nggak mau kehilangan gue, ya?"
Bisa gue liat dia agak sedikit tersentak begitu gue tanya seperti itu, tetapi dengan cepat dia bisa ngatur ekspresi wajahnya lagi dan ngambil kerupuknya dari tangan gue agak kasar.
"Najis lu. Udah sana tuh, Minkyung-nya lagi makan sendiri. Gue semangatin nih dari sini! Sana!"
Gue langsung nyengir puas denger omongan gue, gue pun langsung bergegas jalan kearah Minkyung yang lagi makan ketoprak sendirian.
Nggak, nggak, nggak. Walaupun Tasya bisa aja menganggap gue jahat sekarang, gue nggak bermaksud seperti itu. Sesuka-sukanya gue sama dia, gue nggak mau ngorbanin persahabatan gue sama dia yang terlalu berharga. Harus ada salah satu yang berkorban.
Dan itu gue.
"Hai, Kyung." sapa gue sembari senyum.
------------------------
Dan di poin yang kesekian kali (kesekian kali karena gue nggak tau how many times exactly I've been hurting her), gue nyakitin dia lagi.
For God's sake, kalo ada orang lain yang nggak mau gue sakitin selain orang tua gue, itu adalah Tasya.
Dan gue nggak pernah mau untuk nyakitin dia lagi.
Gue melempar asal kertas pembungkus burger yang udah diremes-remes ke nampan berwarna cokelat depan gue.
"Suka, tapi dulu," ujar gue.
Tasya menunduk.
I can tell that she still has feelings for me after our first met in campus.
"Dan semakin gue tumbuh, ditambah lagi gue nggak ketemu lo sama sekali, perasaan gue habis begitu aja. Setelah gue ketemu lo lagi kemarin pas habis test, sebenarnya gue sebingung itu sama diri gue sendiri. Haruskah gue memulai lagi, or should I just let this feelings passes away?"
Gue menarik napas.
"And I've decided, to keep being your number 1 best friend."
That's it. Andai aja kalian semua tahu betapa sulitnya ngomong kaya gitu.
Di depan orang yang kalian sayang.
When you are willing to compromise and make sacrifices for someone, that's where you feel true love. Kira-kira seperti itu kata nyokap gue.
Dan disini gue bertanggung jawab penuh atas kejadian-kejadian yang akan terjadi kedepannya, karena gue dengan bodoh telah menjatuhkan gadis di depan gue ini ke tanah sejatuh-jatuhnya.
I can't let her know that I'm willing to sacrifice everything just to keep being her best friend.
Even if that's require all my love for her.
DOAIN YA AKU JAM 4 MAU UTS MPK HUHUHUHUHUHU MONANGIS AJA MAU BOLOS