// pov might be changed without warning(s).
// this chapter based on the song ada band - masih (sahabatku kekasihku)
"Gue butuh ngomong sama lo." kata Jaehyun setelah melepaskan pelukannya dan menuntun gue untuk ngikutin dia kearah ruang tamu.
Mohon maap nih ya tapi ini berasa gue yang lagi bertamu di rumah dia???
Gue menempelkan pantat gue di kursi yang ada di ujung ruang tamu deket pintu, sengaja sedikit menjauh dari Jaehyun yang duduk di sofa panjang depan gue.
"Kenapa akhir-akhir ini gue merasa kita makin renggang ya, Sya?"
Gerakan mencopot kaus kaki gue langsung terhenti begitu gue mendengar dia bertanya kaya begitu. Tetapi dengan sengaja gue nggak menghiraukan pertanyaannya, gue malah sok cuek sambil meletakkan gumpalan kaus kaki kedalam sepatu.
"Pertama, lo ngehindarin gue. Kedua, lo jadi sering ngilang nggak jelas. Ketiga, lo tadi malah ninggalin gue gitu aja dan lebih milih untuk pulang bareng anak sma."
Jaehyun menghela napas kasar seraya mengacak-acak rambutnya frustasi. Gue sedikit menahan emosi gue yang mulai nggak stabil karena Jaehyun yang malah bersikap seperti seolah dia yang nggak tau apa-apa disini.
Rasanya gue pengen maki-maki, pengen teriak-teriak. Rasanya pengen gue kasih tau kalo yang membuat gue jadi seperti ini adalah dia sendiri.
Rasanya juga gue pengen ngutuk diri sendiri karena udah ngebiarin perasaan yang perlahan-lahan kaya ngancurin pertemanan kita ini.
Seandainya bisa milih, gue juga nggak mau jadi kaya gini.
"Gue nggak bisa kaya gini, Je." sahut gue dengan suara yang tercekat.
Sekarang Jaehyun mengerutkan keningnya, "Maksud lo?"
"Gue nggak bisa terus pura-pura kalo gue nggak ada perasaan apa-apa sama lo, Je. Gue nggak bisa harus terus nutupin semuanya karena gue tau kalo lo sebenarnya juga tau."
"Gue... gue seneng banget, Je, bisa ketemu sama lo lagi waktu itu. Terlalu seneng sampe gue nggak sadar kalo ternyata perasaan gue yang selama ini cuma bisa gue pendam ikut tumbuh seiring berjalannya waktu. Dan lo tau? Sakit, Je, nahan itu semua!"
"Gue tau kalo lo pasti tau gimana perasaan gue terhadap lo. Tapi lo seakan-akan nulis sendiri kata sahabat gede-gede di jidat lo supaya gue bisa baca dan sadar akan hal itu."
"Tapi semua itu nggak seberapa dibandingkan ketika gue harus mendengar sendiri dari lo waktu itu. Dan lo semakin membuat gue bingung dengan omongan dan perbuatan lo ke gue yang malah berbeda 180 derajat."
"If you're going to push me away, stop pulling me back."
Gue menarik napas dalam-dalam, tanpa sadar kalo sebenarnya gue udah nangis sambil meluk kedua lutut gue. Jaehyun masih melihat kearah gue dengan tatapan tidak percayanya.
"Lo yang bikin gue kaya begini, Je. You're the one who separates us."
-------------------------------------
Jaehyun menatap Tasya dengan sorot bingung dan tidak percaya. Sedikit bingung karena sekarang jadi seolah-olah ia yang disalahkan. He thinks that Tasya doesn't know what she's talking about.
"Lo salah." Jaehyun mengelak semua perkataan Tasya tegas hanya dengan dua kata. Sekarang giliran Tasya yang menatap Jaehyun bingung.
"Salah kata lo?" tanya Tasya dengan nada sarkastik dan suara yang ditinggikan. Matanya masih berkaca-kaca dan pipinya memerah karena habis menangis.
Beruntung yang ada di rumah itu hanyalah Tasya, Jaehyun, dan mba Jum--asisten rumah tangga yang sekarang sedang sibuk ngajak main anaknya di depan komplek. Jadi tidak ada yang mendengar perdebatan mereka.
Jaehyun memejamkan matanya, berusaha untuk menahan emosinya. Ia tahu bahwa Tasya bukanlah tipe orang yang marahnya kalem, Tasya yang sedang senang dan sedang marah sama-sama vocal. Kalau Jaehyun ikut meninggikan suaranya, Tasya akan jadi semakin liar.
"Karena lo nggak tau yang sebenarnya." Sebenarnya gue cuma nggak mau persahabatan kita hancur, udah itu aja.
Tasya masih menatap Jaehyun, kali ini dengan sedikit sorot benci. "Kalau gitu jelasin yang sebenarnya kaya gimana." perintah gadis itu sambil memalingkan wajahnya kearah pintu.
Butuh diam sekitar 3 menit sebelum akhirnya Jaehyun kembali membuka suara, "Gue suka sama lo dari smp."
Tasya ketawa kecil, tapi hambar. "Udah tau."
"Eh?"
"Kak Hansol yang kasih tau waktu itu." Tasya memainkan jari-jarinya, "Dua minggu setelah lo pacaran sama Minkyung."
Sialan bener Bang Hansol.
Memutuskan untuk memikirkannya nanti, Jaehyun kembali kedalam topik seriusnya. "Sampe sekarang."
Mendengar hal baru itu, Tasya sekarang kembali menolehkan wajahnya kearah Jaehyun. Dalam otaknya Jaehyun tersenyum.
"Kalau lo bingung kenapa saat itu gue malah lebih memilih Minkyung daripada lo, gue cuma nggak mau ngorbanin persahabatan kita yang udah ada dari jaman kita masih belum bisa nulis, Sya. Lo nggak tau gimana gue berharap lo nahan gue saat itu, tapi lo malah bilang ke gue untuk coba deketin dia."
"Kalau lo bertanya-tanya gimana perasaan gue saat gue akhirnya ketemu lo lagi, gue nggak bisa jelasin. Karena lo nggak akan pernah bisa menjelaskan gimana rasanya lo dipertemukan kembali dengan hal atau orang yang menurut lo paling berharga."
"Dan kalau lo nggak ngerti kenapa omongan dan perbuatan gue bisa berbeda..." Jaehyun berdiri dari tempatnya dan kemudian berlutut di depan Tasya sambil berusaha meraih tangan gadis itu yang sekarang terkepal, "Gue harap lo mengerti karena itu adalah cara untuk menunjukkan rasa bersalah dan menyesalnya gue."
"Karena setelah gue ngomong begitu, gue sadar kalo gue bener-bener nggak mau ngelepas lo, terlebih lagi ngeliat lo pergi."
"Apalagi sama anak sma itu. Sialan, nyuri start duluan dia!"