Seperti yang Sena minta, mereka pun melakukan pillow talk untuk menutup kencan mereka hari itu.
Jungkook sudah tampak segar dengan pakaian tidurnya. Bukannya dia sengaja membawa baju tidurnya saat pergi kencan. Kalian tahulah bagaimana Sena. Gadis itu sudah seperti ibu kandung Jungkook. Meskipun Jungkook jarang menginap di apartemennya, dia tidak ragu untuk membeli satu setel baju tidur, satu setel baju santai, sepasang sepatu dan sepasang sandal rumah untuk pria itu. Yang tidak Jungkook suka, Sena membelikan semua itu bukan dengan seleranya. Apa-apaan baju tidur bermotif kelinci? Apa-apaan juga membelikan kaos pendek bermotif garis-garis horizontal? Sena pikir dia ini buronan atau apa? Sepatu juga. Dia ini bukan penyuka sepatu fantofel. Daripada fantofel kenapa Sena tidak membelikannya Timberland saja? Sandal rumah pun Sena tidak membelikannya yang biasa, malah bermotif kepala kelinci. Oh plis.
Untungnya dia sayang, jadi hal seperti itu bisa dia tolerir.
Saat masuk ke kamar, di sanalah dia melihat Sena sudah berbaring sambil bermain ponsel. Langkah kakinya membuat gadis itu menoleh. Tahu-tahu ponsel itu jatuh ke wajah Sena hingga menimbulkan bunyi 'tuk' yang keras.
Dia tidak bisa membantu dan hanya terkekeh melihat pemandangan itu.
"Makanya, jangan bermain ponsel dengan posisi seperti itu," peringatnya sebelum memasukkan kakinya ke dalam selimut, sementara posisinya sekarang adalah duduk dengan menyandarkan punggung di kepala ranjang.
Sena mengusap hidungnya yang berdenyut karena bagian pertama yang kena adalah ujung hidungnya. "Habisnya kau lama sekali."
"Mian, perutku tadi tiba-tiba bermasalah."
"Aku sudah memesan ayam untuk makan malam kita. Mungkin dia akan datang sebentar lagi," kata gadis itu sambil duduk dan menyimpan ponselnya di atas nakas.
"Hm. Jadi ... apa yang ingin kau bicarakan?"
Pertanyaan Jungkook yang terkesan terburu-buru itu entah kenapa bisa dengan mudahnya menyebabkan perubahan di wajah Sena. Gadis itu memperhatikan dengan teliti bagaimana imutnya Jungkook saat sedang memeluk sebuah bantal. Tapi sekarang bukan itu yang sedang ingin bahas. Ia pun menghela napas. Menggeser duduknya dengan pelan-pelan sampai lengannya dengan lengan Jungkook saling bersinggungan.
"Apa kau tidak ingin bicara padaku juga?"
"Soal?"
"Apa saja. Aku ingin mendengar kau bicara."
Di titik ini Jungkook mulai menyadari kalau ada sesuatu yang kurang beres dengan Sena. Gadisnya tidak pernah ah maksudnya jarang bersikap pasif seperti ini. Biasanya Sena akan berceloteh duluan seperti burung beo dan tidak akan berhenti kalau Jungkook tidak mencium bibirnya. Tapi sekarang....
Ah mungkin Sena menyadari itu, pikirnya.
"Kalau kau tidak keberatan, aku ingin menanyakan soal cincin itu."
Sena mendesah. Cincin lagi. Kenapa Jungkook begitu gencar menanyakannya? Tidak bisakah Jungkook melupakannya saja jadi Sena tidak perlu teringat pada hari yang mengerikan itu?
Tapi mau bagaimana pun, Jungkook harus tahu soal ini secepatnya.
"Ya, cincin itu memang punya keterkaitan dengan kecelakaanmu."
Jungkook menatapnya, menunggu.
"Kau membawa cincin itu saat kecelakaan terjadi."
Pria itu terperangah. "Bagaimana bisa cincin itu ada padaku?"
Sena mengangguk, padahal bukan itu yang Jungkook minta dari pertanyaannya. "Cincin itu adalah milikmu. Bukan milik pria lain."
Jungkook tampak termenung sebentar, berpikir. Mau dinalar seperti apa pun, dia sangat tidak percaya kalau cincin itu adalah miliknya. Lalu kenapa Sena tidak memberitahunya sejak awal? Kenapa gadis itu justru membuatnya berspekulasi yang tidak-tidak?
KAMU SEDANG MEMBACA
STAY [Completed]
FanfictionSequel dari Hello School Girl Hanya ada dua pilihan. Bertahan atau pergi. RANK: #116-jhope (13/05/18)