- THREE -

438 31 0
                                    

Kelabu masih saja menyelimuti sebagian permukaan muka bumi. Desiran angin yang tidak bersahabat seolah-olah dapat menerka apa yang terjadi, dan sepertinya hembusan udara memberi kabar seperti adanya perubahan.

Langkah kaki sepasang pemuda yang kaku dipagi buta terlihat. Wajah mereka sangat tidak bersahabat dengan mata dan mulut yang selalu terkatup rapat.

Gigi putih sepasang pemuda ini di sembunyikan dan jaket hitam bertopi yang di kenakan salah satu pemuda ini mengundang banyak perhatian banyak orang yang berlalu lalang.

Sang surya memang belum hadir, tetapi suara-suara ayam jantan mulai bersahutan di Kota yang sepi ini. Shanxi, memang tidak seramai kota Tiongkok lainnya dan itu membuat pemuda dewa Maxemod harus menerima konsekuensi dari atasanya, Calvaro Deabhson.

Beberapa kali Maxemod mendapatkan tatapan tajam mata hitam pekat itu, hal itu membuat pria ini harus memikirkan sesuatu di mana mereka berdua seharusnya singgah.

"Aku tidak suka tempat ini!." Pekik Calvaro dengan wajah dinginya. Rambutnya yang kaku tertepa hembusan angin dan bergerak sedikit dibalik tudung jaket hitam yang di kenakan.

Shanxi sedang memasuki musim kemarau atau panas dan akan sangat terlihat aneh bagi penduduk yang melihat penampilan Calvaro. Pria ini memang kuat bahkan seorang dewi cantik Fortuna bertekuk lutut dihadapannya.

Oh bukan, bukan hanya itu, sepupu Hannamor, seorang dewi peradilan pun bertekuk lutut. Hanya saja wanita peradilan itu entah berada di mana, cinta wanita itu di tolak seorang dewa kegelepan membuat akal sehat wanita itu hilang.

Calvaro Deabhson, benar-benar dewa yang menakutkan. Hatinya beku meskipun segel telah lepas dari dirinya.

"Matahari akan segera hadir, kau bisa melihat aku murka jika kulitku terbakar! Aku memberimu waktu tiga detik."

Calvaro mengehentikan langkahnya disekitar perumahan penduduk. Mereka sedari tadi melangkah menyusuri pedesaan yang mulai ramai dengan pasar.

Maxemod menarik napas dan memasang wajah ramahnya mencoba bersikap wajar seperti manusia yang dilihatnya beberapa saat tadi.

"Permisi. Anda bisa membantu saya dan teman baik saya?." Maxemod terdengar aneh, yah selama ini dirinya tidak pernah sekalipun berujar selembut itu.

Kakek tua itu meletakkan sayurannya yang berada dipunda. "Ya, tentu saja. Saya bisa membantu apa, anak muda? Nampaknya kalian bukan asli penduduk di sini." 

Calvaro dari jaraknya berdiri mulai berjalan ke arah yang tertutup matahari. Jaket hitamnya tipis dan itu dapat membuat tubuhnya yang takut dengan sang surya menjadi transparan.

"Kami sedang berkunjung ke kota ini tetapi sepertinya kami tersesat. Hmm, bisakah Anda menunjukkan saya tempat penginapan terdekat. Tapi saya ingin sebuah hotel."

Maxemod sadar Calvaro tidak akan pernah ingin singgah ditempat kumuh walau sedetik pun, Calvaro memang dewa yang merepotkan pikir pemuda ini.

"Jika hotel didekat daerah sini tidak ada. Mungkin kalian dapat pergi ke pusat kota. Kalian dapat menggunakan transportasi umum untuk sampai ke pusat kota. Ini pedesaan akan sangat tidak mungkin ada sebuah hotel besar."

Kakek itu berkerut sejenak melihat penampilan Calvaro terlebih melihat tato bergambar rantai yang melingkar di pergelangan tangan kiri pemuda itu.

Kulit Calvaro sangat putih sehingga tato berwarna cokelat tua itu terlihat sangat jelas.

'Hah, transportasi umum? Aku benci hal itu.' Pekik Calvaro dalam hati.

Calvaro terpaksa merubah penampilannya menggunakan sebuah jubah hitam dengan perbaduan sepatu tali berwarna biru muda.

The Frozen Maple (COMPLETE ) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang