- SEVEN -

345 23 0
                                    

Kegiatan dipagi hari sudah membuat bisingan ringan di kompleks perumahan mewah. Desauan daun berserakkan terdengar merdu bagi penikmat alam.

Noktah-noktah hitam terlihat disudut-sudut daun yang mulai mengering. Sepertinya musim semi sebentar lagi akan benar-benar berakhir.

"Aku tidak mengerti mengapa tanganmu bisa sampai memar seperti ini. Huh! Apakah begitu pegal memegang payung untuk meneduhkan diriku." Ujar Luccie membuat Axelous tersenyum kecil.

Jika marah seperti ini Luccieterlihat sangat manis dengan pipi menggembung dan bibir yang kecil itu membentuk kerucut.

Ah! Axelous tidak akan pernah merelakan wanita ini pada siapapun meskipun pada malaikat kesucian sekalipun.

"Lihatlah kau ini terlalu lemah!." Lagi-lagi ocehan Luccie terus berjalan membuat pria itu ingin terbahak.

Bukannya lemah hanya saja semalam dirinya masih dini untuk memulai kekuatan yang sudah lama tertutup rapat bahkan Mozez pun tidak akan pernah tahu kekuatan itu.

"Sudahlah jangan mencibirku terus. Lihatlah, bibirmu mulai mengerut seperti nenek tua." Ujar pria ini mengelus surai indah yang di cepol dan menyisihkan anak-anak rambut yang tersiur angin.

"Apa! Enak saja kau bicara. Oh, aku lupa, kenapa kau semalam memilih bermalam di rumahku? Apa kau merindukkan Ayahku?." Tanya Luccie merapikan kotak perban itu.

Wanita ini terlihat berlebihan, harusnya memar itu tidak perlu di balut perban. Tapi ingin bagaimana lagi, Luccie terlalu menghwatirkan calon suaminya ini.

"Haha, baiklah-baiklah aku tidak akan mencibirmu. Oh itu, iyah kau benar bahwa aku rindu berbincang dengan paman Mozez. Semalam aku banyak bercerita pada beliau. Kau tahu, dirinya mengatakan kau itu payah dalam ketegaran. Kau memalukan jika sedang malu karena rona itu. Haha, aku tidak habis pikir kenapa wanita keras kepala sepertimu punya sisi seperti itu," ujar Axelous sambil terkekeh.

Didalam hati kecilnya pria ini menerawang kejadian semalam, mengapa rasa takut kembali hadir padahal pernikahan dirinya dengan Luccie tinggal beberapa bulan lagi.

"Berhentilah membahas hal itu. Matahari sudah tinggi kau tidak ingin pergi bekerja?."

Huh, pria ini sungguh tidak suka jika Luccie meminta untuk bekerja karena itu berarti dirinya akan terpisah lagi. Luccie sudah berhenti bekerja diperusahaan tempat Axelous bekerja.

Wanita ini sengaja berhenti untuk menemani ayahnya yang kondisinya tidak baik.

"Iyah Axel, sekarang sudah pukul Sembilan pagi. Kau sudah terlambat beberapa jam dari waktu kerjamu. Jangan bertingkah seperti anak kecil yang takut sekolah karena takut berpisah dengan ibunya. Sebentar lagi kau akan resmi menjadi menantuku, jadi tunjukkanlah kegigihanmu dalam bekerja." Papar Mozez yang keluar dari kamar dan terlihat segar.

Meskipun sudah berusia empat puluhan lebih wajah Mozez tetaplah tampan dengan anting salib berwarna putih.

"Haaah. . baiklah-baiklah Ayah, hehe. Apa penampilanku sudah rapi?." Tanya Axelous bertanya pada sepasang Ayah dan putrinya.

"Kau sudah rapi, Axel. Cup.. Sana cepat pergi." Ujar Luccie mengecup pipi kiri kekasihnya, membuat pria itu terlihat salah tingkah.

Moxez tidak mampu membendung rasa bahagia di hati. Kekehan terdengar dari sela-sela gigi ratanya saat putrinya terlihat bahagia dengan pemuda bernama Axelous Naither ini.

Tidak ingin mengulur waktu lebih panjang, Axelous segera berangkat untuk pembuktian kegigihan. Andai dulu Mozez tidak ikut adil dalam penyegelan seorang dewa mungkin rasa takut yang di sembunyikan itu tidak akan pernah hadir mendera.

The Frozen Maple (COMPLETE ) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang