- ELEVEN -

419 28 0
                                    

Wanita kecil ini masih terduduk di sudut-sudut dinding yang temaram. Di atas kepalanya terdapat bola lampu besar dan dilangit-langit kamarnya terdapat lampu-lampu bintang kecil dengan variasi warna yang indah. Sayangnya, wanita mungil ini tidak ingin menengadah atau sekedar mengintip sekilas.

Matanya berat, sangat berat untuk berkedip. Kelopak matanya kaku dan terasa lengket. Tubuhnya gemetar dengan kaki terikat rantaian besi tebal.

Ingin menggapai sebuah pisau untuk mengakhiri hidupnya sangat suli,  Luccie hanya diam dengan duduk menekuk lututnya.

Dihadapannya terdapat sepiring nasi beserta sayur segar tanpa terlibat daging. Disisi piring terdapat satu gelas penuh jus buah alpukat untuk kesehatan dan air putih. Ternyata Calvaro sengaja tidak memberikan Luccie makanan yang mengandung lemak berlebihan.

Tidak ada air mata yang mengalir pagi ini. Bukannya Luccie letih untuk menguraikan air mata, akan tetapi matanya sudah kering. Kosa katanya telah habis, desahan bahkan tidak lagi terdengar kasar. Benar-benar pekat dengan diam.

Luccie tidak ingin memberontak. Pergelangan kakinya sakit sekali. Rahangnya masih terasa nyeri atas perbuatan Calvaro semalam atas perlawanan yang dirinya lakukan.

Hari sudah menjelang pagi tetapi gorden yang tertutup itu memberikan suasana malam di kamar yang Luccie duduki terasa gelap dan kosong. Di sisi kanannya terdapat ranjang tidur yang besar dengan selimut merah maroon dan berbulu. Sangat hangat untuk djadikan tempat pelindung.

Tempat yang sangat nyaman dalam kehangatan dengan bulu-bulu halus dengan dihiasi berbagai macam boneka besar. Semua wanita yang melihat pasti tergiur dengan keindahan. Tralis jendela saja menggunakan berlian. Tetapi tidak bagi Luccie, wanita mungil ini justru mengutuk.

"Tidak di makan? Apakah ada sesuatu yang ingin kau makan?," suara berat itu terdengar dengan rendah. Luccie masih diam mengepal kedua tangannya. Giginya dikatup rapat-rapat.

Tidak ada matahari yang menyorot karena gorden benar-benar tertutup. Calvaro duduk di kasur tebal merah muda itu dengan santai dan memandang makanan yang masih utuh tidak tersentuh atau diendus dengan hidung sediktpun.

"Neraka! Kau lebih pantas disebut iblis penghuni neraka!," ujar Luccie tersenyum getir seolah menghujat dengan senyuman tidak sewajarnya. Calvaro  tersenyum miring dan berdiri. Irisnya mengarah memandang Luccie yang memandang tajam matanya. Wanita ini  benar-benar menantang dirinya saat ini.

Rambut bagaikan sutera itu terlihat sedikit kusut dan kusam. Sinar mata yang murni itu telah pudar tidak ditemukan. Calvaro berjalan mendekat dan berjongkok mensejajarkan dirinya dengan Luccie.

"Pagi ini aku tidak ingin mencari masalah. Jangan memulai kekerasan di sini karena kamar ini kamar pengantin kita nantinya. Makan sayuran itu agar tubuhmu sehat dan aku bisa menikmati tubuhmu dengan sangat nikmat. Satu lagi, aku akan menghukummu jika kau tida menyentuh satu sayur pun yang kusajikan!," Luccie tersenyum merendahkan. Hukuman ? Tidak akan pernah takut untuk wanita ini dengar dan rasakan. Luccie bukan wanita yang mudah untuk ditaklukan apalagi untuk diancam.

"Cuih! Laknat!," Calvaro terlonjak kaget ketika hendak berdiri wajahnya mendapatkan penghinaan dari Luccie berupa air ludah.

Luccie meludahi Calvaro seperti meludahi kotoran yang menjijikan, sangat menjijikan. Luccie benar-benar menantang diri dewa ini. Pagi ini Calvaro sedang ada masalah dengan jantungnya yang kembali berkontraksi akibat serangan Pein beberapa hari yang lalu dan keadaan semakin kacau dengan ulah wanita mungil ini.

"Mati saja kau!! Cuih!," lagi, untuk kedua kalinya Luccie melemparkan air ludahnya tepat kehadapan Calvaro membuat dewa ini menahan marah besar. Urat di lehernya mulai mencuat, matanya berubah menjadi irisan lavender yang bening.

The Frozen Maple (COMPLETE ) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang