- EIGHTTEEN -

242 17 2
                                    

Suasana masih dingin walau peristiwa menggetarkan itu sudah berlalu sejak tujuh hari yang lalu. Luccie menjaga jarak dengan Calvaro. Menjadi pendiam dan tidak ingin angat bicara apapun yang dibahas. Ia ingin menjadi wanita berpenyakit saja.

Menjadi tunarunggu, tunawicara bahkan jika perlu penyakit gila. Calvaro hanya memperhatikan dengan bosan. Biasanya wanita ini akan memaki setiap pagi. Makian yang terdengar seperti sebuah syair. Syair menyentakkan kalbu kekejaman.

"Aku haus," Calvaro megangkat sebelah alisnya ketika mendengar mulut Luccie terbuka dan suara serak terdengar. Wanita hamil ini akhirnya bersuara juga. Dewa itu sedang mengatur waktu untuk bertemu dengan Qicley kembali. Tapi sebelum itu, ia harus membuat wanita ini tidak membuat ulah terlebih dahulu. Ia tidak ingin peristiwa waktu itu terulang kembali.

"Lalu?," Calvaro menjawab dengan satu kata, satu kata yang memuakkan. Memang dewa ini tidak tahu harus bagaimana. Dia tidak tahu wanita itu ingin minum apa. Luccie hanya berujar bahwa dia haus. Itu membuat dewa ini acuh.

Dia kembali duduk tenang di batu besar yang berada di tamannya. Sudah lama dia tidak ke Kasino. Ia rindu bermain bilyar. Dia sudah mengurangi permainan judinya semenjak orang mulai mengaguminya. Dia tidak suka di kagumi karena itu akan merepotkan.

"Ambilkan air," ketus Luccie. Calvaro kembali memperdalam kerutannya. Ambilkan air? Air apa? Air putih? Air jus? Atau air susu? Kali ini dewa itu mengakui dirinya bodoh dalam pertama kali.

Otaknya yang cerdas tidak bekerja. Percakapan singkat-singkat itu terdengar seperti drama lelucon dan romansa.

"Air apa? Ada banyak jenis air di rumah ku. Bahkan bir pun air. Kau ingin mabuk di pagi hari,lalu kita bercinta di sini?," wanita itu langsung mendelik kesal. Selain keji Calvaro itu gila! Hyper seks yang mengerikan.

"Berhentilah bicara masalah bercinta! Aku ingin susu. Dreagor berkata susu baik di pagi hari apalagi usia kandunganku yang menginjak lima bulan," dewa itu tercenung. Susu? Astaga! Dia tidak pernah memegang sebuah botol susu atau kotak susu. Dia hanya memerintah semua kebutuhan wanita hamil pada Dreagor.

"Yang lain saja! Air putih juga baik untuk pagi hari," seru Calvaro mencoba mengalihkan.

"Aku ingin susu! Jika tidak ingin membuatkan, menjauhlah! Aku akan minta Heidan yang membuatkan!," seru Luccie ketus merasa jenuh. Ah.. Jika menyebut nama pria berambut kuning itu entah kenapa membuat Calvaro merasa kehilangan seleranya nya.

"Menyusahkan! Tunggu di sini," dewa itu akhirnya berdiri. Wanita ini sebenarnya sengaja melakukan itu. Dia masih membenci Calvaro. Sepertinya akan membutuhkan waktu lama dewa itu membuat susu. Wanita ini ingin sendirian di taman ini. Di sini adalah taman dengan pemandangan yang tidak pernah bosan disanjung mata.

♕♕♕

Di dalam dapur dewa itu seperti orang tidak waras. Dia bicara sendiri ketika apa yang harus digunakan. Botol atau gelas atau cangkir kopi. Berapa gelas yang harus di buat dan di tambah gula.

"Wanita itu sengaja mengacau pagiku!," Calvaro merasa kesal tidak bisa memegang gelas dengan benar. Setiap kali rasa kesal menjalar maka gelas yang akan dipegangnya akan pecah.

"Pecah lagi? Apa kau baru belajar memegang gelas?," seru Maxemod masuk ke dapur setelah mendengar kericuhan suara benda pecah berkali-kali. Dipikirannya mungkin Calvaro dan Luccie akan marahan lagi.

"Ini, kau buat saja susu ibu hamil! Dia berani mempermainkan dewa!," Calvaro membuat Maxemod kembali tertawa. Ini konyol, mana ada dewa kegelapan sedingin itu membuat susu.
Calvaro tidak terlihat seperti membuat susu, kegiatanya lebih terlihat seperti seorang bayi baru belajar memegang gelas dengan benar. 

"Berhentilah tertawa atau aku akan membuatmu kehilangan pita suaramu lagi. Sial! Memegang gelas saja harus pakai mengatur emosi," Sebelumnya Calvaro memang pernah memegang gelas, tetapi itu gelas khusus untuknya. Kini gelas biasa yang digunakan manusia pada umumnya. Maxemod mulai membuat susu dengan yakin.

"Dari mana kau bisa membuat susu? Aku hanya bisa menikmati susu dari buah dada wanita itusetiap malam," perkataan vulgar itu membuat mata Maxemod membelalak. Kata-kata yang mengundang selera.

"Aku sering memperhatikan Dreagor membuat susu setiap pagi untuk wanita kecilmu itu. Aku berjaga-jaga siapa tahu tenagaku diperlukan. Dan ternyata firasatku benar," Senyum kecil ditunjukkan pria itu dan menyerahkan di satu gelas susu ke hadapan Calvaro.

"Oh, begitu. Apakah susu ini terasa lezat mengalahkan rasa air susu dibuah dadanya yang nikmat itu?," gumam Calvaro sambil melangkah keluar dapur. Perkataan itu membuat Maxemod jengah dan lagi-lagi melebarkan matanya kembali. Kenapa sekarang Calvaro menjadi hyper seks seperti itu!

Calvaro duduk kembali di atas batu yang tadi ditinggalinya. Matanya memincing melihat Luccie duduk di pinggiran danau kecil dan kakinya masuk kedalam danau itu.

"Kemarilah. Minum dulu susumu!" teriak Calvaro dengan maksud agar wanita itu dapat mendengarnya. Dewa ini tidak ingin mendekati wanita itu, karena dia tahu wanita mungil itu menghindarinya.

Luccie menoleh sejenak dan mendumel. Wanita itu menghemat suaranya saat ni karena rasa sakit ditenggorokan masih terasa akibat cengkaraman kuku Calvaro seminggu yang lalu. Wanita itu berjalan perlahan dengan kaki telanjang. Telapak kakinya menembus kerikil kecil yang ringan.

Terasa seperti berjalan diatas batu untuk terapian. Tangan kurus itu mengambil segelas susu hangat. Susu itu dicampur dengan air dingin sedikit agar Luccie dapat meminumnya tanpa harus melepuhkan lidahnya. Wanita ini memmerhatikan sekilas Calvaro yang memegangi lehernya. Sepertinya dewa ini merasakan pegal dibagian leher.

Tato yang berbentuk rantai itu tidak lagi berwarna hitam pekat, ada gabungan kuning sedikit. Jadi membentuk warna yang aneh namun khas.

"Senikmat itukah susu ini hingga kau menghabiskannya dalam sekejap?," Luccie mendonggakkan kepalanya menatap Calvaro. Susu ini memang enak. Semua susu rasanya bukankah sama, rasanya manis dan aroma susunya yang kental.

Coba saja sana sendiri!," ketusan itu masih terdengar. Sepertinya tabiat wanita itu berubah dari wanita pendeta yang lembut menjadi wanita simpanan dewa yang dingin.

Simpanan kata yang kasar, tapi itu kenyataan bukan. Wanita itu hamil dan diperkosa walau belakangan ini ia tetap bercinta dengan seorang dewa.

Calvaro bahkan tidak pernah membawanya naik ke altar, tidak pernah mengaitkan cincin atau bahkan tidak pernah memanggil seorang pastur untuk menyatukan mereka. Calvaro dewa keji yang memiliki banyak simpanan wanita.

"Jika susumu aku akan dengan hati senang hati mencobanya. Tapi jika susu gelas itu, jangan coba-coba memaksa!," Calvaro bangkit dari duduknya. Dewa injmerasakan urat di lehernya sakit. Tato itu seperti mencengkram lehernya.

Punggungnya pun terasa panas. Tubuhnya tidak baik saat ini. Dia pernah merasakan ini dulu ketika mendengus kehadiran Pein Tettler. Tapi saat ini tidak ada Pein Tettler.

"Kenapa kau menyelamatkanku?!," tiba-tiba Luccie ingin bertanya. Dewa itu sedikit terkejut namun kembali ke sikap awal.

"Tidak tahu," jawaban begitu enggan hingga yang membuat wanita ini merasa kesal.

"Mana ada menyelamatkan nyawa dengan alasana begitu. Apa alasanmu?!," Calvaro yang sedang merasakan tubuhya tidak nyaman memandang wanita itu.

"Aku benar-benar tidak tahu. Sudahlah, aku malas membahas penyelamatan itu. Anggap saja itu sebagai hadiah kau mengandung benihku dengan baik!," Tanpa kata tambahan dewa itumeninggalkan wanita ini begitu saja, memilih pergi dengan langkah pelan. Kakinya sama seperti wanita ini, tidak memakai alas apapun.

"Aku rindu kalian," ujar Luccie ketika melihat tubuh dewa itu menjauh. Kalian yang berarti ayahnya dan kekasihnya mau pun sahabatnya. Wanita ini benar-benar merindukan mereka semua.


To Be Continue




Terbit,

Selasa, 13 Febuari 2018

The Frozen Maple (COMPLETE ) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang