- SIX -

417 33 1
                                    

Hening yang mencekam dengan gurauan yang tidak berarti. Hembusan dan detakkan beradu. Senyapan waktu seperti menghantam setiap detakkan jantung manusia yang begitu gemetar.

Terdengar beberapa kali hembusan yang tidak memiliki temperatur yang indah. Dirinya masih diam memastikan sebuah nama yang tidak asing bagi lapisan gendering telinga.

Calvaro, pria kokoh yang terdiam dan yang terdengar hanyalah suara kecil kelopak mata yang berkedip dan nafas yang bariton.

Tidak ada yang mampu mencampuri suara-suara yang ada diri sosok pemuda ini. Calvaro mencoba menegakkan kepalanya yang tadi terasa begitu angkuh, congkak, atau terkesan enggan dengan segala keberatan. Iris itu memandang kedua sosok dibalik punggungnya.
 

"Kenapa? Apa kau mengenal nama itu?." Tidak, seharusnya Heidan tidak bertanya seperti itu. Harusnya pria berambut kuning ini bertanya apakah mungkin Calvaro mengenal sosok wanita yang disebutkan.

Sudut bibir yang layu kini mekar dengan terlihatnya senyuman kecil. Bibir itu seperti sudah lihai dalam mengatur berapa lebar tarikan yang harus diberikan.

"Mengapa ekspresi kalian begitu mengerikan. Aku tidak mengenal nama itu. Aku hanya seperti pernah mendengar nama itu saja tetapi entah di mana. Sudahlah, jangan memasang wajah seolah-olah aku akan murka," Ujar Calvaro memecahkan sengatan suasana mencekam.

"Aku kira kau pernah menjalin suatu hubungan dengan wanita itu." Ujar Heidan dari nada suaranya terdengar berat.

Calvaro hanya menaikkan salah satu alisnya dan mengibaskan jaket hitam panjangnya. Mata tajam itu dengan pupil kecil membentuk sudutan kecil.

"Aku bukan tipe pria seperti itu. Aku bukan dewa yang bejat." Papar Calvaro membuat Maxemod yang mendengarnya membentuk sudut senyum tipis. Itu kenyataan, pria itu bukanlah dewa bejat sekalipun sering memanfaatkan banyak wanita.

Calvaro tidak pernah memulai kisah tanpa pendekatan. Pria itu tidak pernah memaksa hati siapa pun. Tapi tunggu.. wanita bernama Luccie Naither itu mungkin bisa merubah sisi gelap seorang dewa judi ini.

"Wanita itu sering pergi ketempat Kasino bersama kekasihnya. Wanita bernama Luccie itu bukan tipe penjudi ulung. Dirinya hanya menemani pria itu." Jelas Heidan sepertinya mengetahui benar sosok Luccie.

Calvaro meletakkan sebuah vas bunga yang berada dalam genggamannya. Ucapan yang tersambar seperti petir yang mendengung. Pria ini mengingat-ingat, sepertinya ada sosok wanita yang seperti itu yang pernah dirinya temui.

"Kau sepertinya sangat mengenal sosok wanita itu. Aku malas berjudi untuk saat ini. Kartu remi dengan temannya yang sering disebut-sebut putaran dadu membuatku jenuh. Kau bisa membawakan gambar wanita itu padaku." Sepertinya Calvaro memang terlalu jenuh dengan remi itu. Tidak ada permainan yang menantang karena sekali iris lavender itu mencuat maka semua yang tertutup akan tampak begitu jelas.

"Tunggu nanti malam aku akan membawakan foto dirinya." Maxemod menyunggingkan senyum khasnya. Senyuman kecil yang miris.

Bukan miris, dewa kegelapan tidak diperbolehkan menunjukkan kepedihannya. Senyum miring, mungkin hanya itu kata-kata yang cocok untuk senyuman milik pria tinggi berjakun besar menyamai usianya ini. Gelap, meskipun rumah sangat besar itu terdapat banyak sekali lampu tetapi yang bersniar hanya deretan batang lilin kecil yang cepat habis.

Calvaro tidak suka lampu yang menyorot. Iris matanya dapat sakit kapan saja, karena dari remaja iris itu tidak pernah terkena biasan cahaya. Amatis yang indah terbentang luka, itulah iris lavender milik pria ini.

Calvaro duduk disebuah kursi besar di mana disisi kanan dan kirinya terdapat empat batang lilin yang tersulut. Cahaya lilin itu terlihat seperti bintang, sangat indah walau suram.

The Frozen Maple (COMPLETE ) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang