- THIRTY FOUR -

261 29 1
                                    

Sudah berapa lamakah Calvaro pergi atau sudah berapa harikah dewa itu tidak lagi hadir? Maxemod dan Heidan Spoler tidak pernah memikirkannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah berapa lamakah Calvaro pergi atau sudah berapa harikah dewa itu tidak lagi hadir? Maxemod dan Heidan Spoler tidak pernah memikirkannya. Mereka berdua bahkan tidak pernah tahu lagi bahwa jarum jam yang berkutat diposisinya yang sama.

Pikiran mereka mati, terbawa kedukaan sebulan yang lalu. Masih terngiang di telinga Maxemod akan ucapan pertama Calvaro ketika turun ke bumi. Tujuan dewa itu hanya satu, yah hanya satu untuk menghancurkan nyawa Pein Tettler bukan menghancurkan nyawanya sendiri! Heidan, pria beramut kuning ini bahkan terus terduduk di tanah basah, memainkan kerikil kecil yang keras. Menikmati sisa-sisa waktu jasad Calvaro yang akan di makan jam pasir dewa.

“Berapa waktu tersisa untuk jasad pangeran kegelapan?” Seru Axelous yang ikut bersama mereka berdua. Tidak ada satu pun di antara mereka yang menghitung waktu, karena bagi mereka menghitung waktu sama saja menghitung pencabutan nyawa.

“Kurang dari satu bulan. Sepertinya tiga minggu.” Seru Herlay terdiam memandang lautan lepas. Tempat ini adalah tempat terakhir mereka melihat aksi Calvaro bertarung melawan Pein. Tempat terakhir sebuah kenangan kelam yang menjadi indah dan dirindukan.

“Sesingkat itukah? Bahkan janin di dalam perut Luccie belum disegel. Aku tidak sanggup jika harus menyaksikan kelak anak itu akan lahir merobek perut wanita itu.” seru Heidan sambil melempar beberapa kerikil ke dasar laut.

“Aku harus membunuh anak itu.” seruan Maxemod membawa kebisuan mereka. Ungkapan tegas yang membawa kehancuran.

“Apa?! Kau gila! Kau bermaksud menjadi dewa pembunuh?” Axelous mengeluarkan segala rasa terkejutnya dengan langsung menarik lengan Maxemod untuk menjelaskan maksud. Ternyata Axelous ikut berbaur di antara mereka.

“Apa! Apa kalian bermaksud membunuh wanita maple Calvaro! APA KALIAN INGIN MELIHAT LUCCIE MATI!! SEMUA INI KARENA JANIN ITU!! AKU MEMBENCINYA!!” Pada akhirnya bukan hanya dewi Fortuna saja yang akan melepas rasa sakitnya, Maxemod menjadi lepas dengan rasa sakit. Dia lah satu-satunya dewa yang selalu memahami Calvaro namun dia juga dewa yang menjadi saksi dewa itu perlahan demi perlahan terpuruk karena Luccie Naither.

“Kau gila!” teriak Axelous langsung memukul kasar wajah Maxemod dengan segenap tenaga. Mereka semua terdiam. Tidak ada yang bersuara, lagi-lagi hening.

“Jika anak itu lahir maka itu berarti Luccie akan mati dan nyawa Calvaro hanya akan sia-sia untuk wanita maple nya. Tidak akan ada seorang pun yang bisa menyegel pertumbuhan anak itu di dalam janin wanita itu. Apa kalian masih belum sadar.. SADARLAH JIKA DI DALAM DIRI LUCCIE ADALAH NYAWA TERAKHIR CALVARO. DIRINYA BERHARAP BANYAK PADA WANITA ITU!! KALIAN SEMUA PENGHIANAT MEMBIARKAN JANIN ITU LAHIR!!” Sebuah rasa akan menjadi terbakar jika saja luka itu masih belum rapat.

Lagi-lagi kepalan tangan kuat Axelous mendarat di wajah Maxemod. Angin berhembus begitu tenang, kenapa tidak berhembus kencang saja untuk setidaknya menyingkirkan beban hati mereka. Semua berkumpul di lautan ini, berkumpul untuk berbaur luka. Mengenang luka jauh lebih indah karena luka itulah menjadi penentu jalan dan keputusan kita nantinya.

The Frozen Maple (COMPLETE ) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang