- SIXTEEN -

247 16 0
                                    


Tempat yang cukup gelap dengan suasana yang menegang terdapat dua dewi cantik saling menatap diri mereka dihadapan cermin besar. Cermin yang retak dan hampir pecah. Cermin besar tanpa hiasan hanya berdiri begitu saja bersandar pada dinding.

Serpihan beberapa kaca jendela yang pecah pun memenuhi marmer putih ruangan itu. Sepertinya sempat terjadi kemarahan yang besar. Gorden yang sobek pun terlihat dalam tempat ini.

Sebuah piano putih dengan kaki yang patah membuat keadaan tempat ini menjadi tambah kacau balau. Mengerikan untuk sebuah kemarahan manusia biasa.

"Siapa wanita itu!!," teriak Hannamor, wanita cantik dengan rambut yang masih menggenakan kalung berlian. Keningnya berwarna merah karena terkena beberapa serpihan kaca yang hancur.

Hannamor marah besar ketika melihat Calvaro melindungi seorang wanita di depan matanya sendiri. Dewi ini merasa tidak terima. Seorang Dewi Fortuna, dewi yang dipuja di duakan begitu saja. Manusia saja tidak akan terima jika diduakan, bagaimana dengan dewi cantik ini.

"Calvaro pasti memiliki alasan, Hannamor," seru Han Qicley mencoba meredakan emosi adik sepupunya ini. Pipinya pun terdapat goresan luka akibat terkena serpihan kayu dari kaki piano yang hancur itu.

"Ini menyedihkan. Aku mencoba untuk mengerti dirinya, tapi aku tidak terima jika dia melindungi wanita itu! Bukankah kau lihat sendiri bagaimana Calvaro memeluk wanita itu, Aku tidak terima!," teriakan terdengar kembali dan tangan Hannamor terayun merobek-robek gorden besar itu menjadi potongan kecil. Kukunya yang panjang membuat gorden itu hancur dalam seketika.

"Aku tidak tahu pangeran kegelapan yang kalian maksud. Tapi bisakah kau menjaga sikap ditempat ku!," ujar Vyrlo dengan dinginnya. Melihat kamar di rumahnya menjadi hancur membuat hati pria ini kesal.

Piano kesayangan kekasihnya harus rusak. Vyrlo sudah tahu siapa Hannamor sebenarnya karena Qicley yang menceritakan seutuhnya. Kini tinggal Caroline yang masih belum mengetahui apapun. Jika wanita itu tahu, maka itu akan membuat keadaan tambah pelik.

Mendengar luncuran kalimat Vyrlo membuat Hannamor berhenti dari aksi gilanya. Dewi ini sudah mulai tenang dan terjatuh kesebuah sofa. Satu-satunya benda yang masih utuh dan baik-baik saja.

"Kau tidak tahu wajah Calvaro?," tanya Hannamor dengan nada suaranya yang terdengar rapuh. Vyrlo menggeleng pelan. Qicley tidak pernah menunjukkan wajah Calvaro selama mereka bersama. Dengan gerakan yang pelan tangan Hannamor terangkat dan menunjukkan jari telunjuknya ke arah kaca yang retak itu.

"Frossca.." Begitu satu kata mantera itu terucap dan terhenti, Vyrlo melebarkan matanya. Di kaca itu terpantul wajah pangeran kegelapan. Seperti layaknya foto dalam bingkaian. Foto dewa kegelapan yang begitu gagah dan tampan dengan alis yang cukup panjang berwarna hitam keputihan dan baju hitam seperti jubah.

Kuku yang panjang khas dewa kegelapan. Dan membuat dadanya bergemuruh karena bergetar ketakutan adalah lensa mata itu.

Lensa yang menyeramkan berwarna ungu atau lebih tepatnya warna lavender dengan rambut panjang yang menjuntai. Rambut yang panjangnya hampir menyentuh marmer di rumahnya jika dewa kegelapan itu berdiri disini. Wajahnya sangat tampan. Sebagai seorang lelaki Vyrlo mengakui itu. Calvaro sangat tampan hanya ekspresinya lebih mengarah ke arah iblis.

"I.. itu dewa kegelapan yang bernama Calvaro Deabhson?," ujar Vyrlo dengan hati-hati sambil jarinya menunjuk arah cermin.

"Yah, itu dia. Mengerikan, bukan. Tapi amat tampan," tutur Qicley tersenyum. Bisa melihat wajah Calvaro membuat rasa itu kembali berkembang.

Vyrlo mengedipkan matanya berkali-kali. Itu adalah pria yang pernah dirinya lihat di salah satu Kasino sewaktu dirinya bersama Caroline dan Luccie bersama Axelous kumpul bersama. Itu.. Dewa Judi! Pekiknya dalam hati.

The Frozen Maple (COMPLETE ) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang