Still Adel's POV
"Eh bocah, kalo lu mau denger ceritanya, lu harus siapin mental lu, karena kejadian 12 tahun itu ngebuat lu jadi perusak semua hidup gua." Tegas Nathan sambil memasuki kamarnya yang hanya membuatku menelan ludah.
"Apa yang sudah kulakukan?"
Semalaman itu aku tidak bisa tidur karena ucapan Nathan masih berputar – putar di kepalaku seperti kaset rusak dan itu sungguh memuakkan. Aku tau aku sudah menantikan jawaban atas pertanyaan yang telah bertahun tahun ada di dalam otakku, tapi aku tak tau akan segugup ini saat menunggu jawaban itu. Semua usaha sudah kulakukan agar bisa tertidur untuk sebentar saja, minum susu hangat, mondar mandir berharap akan sedikit lelah dan membuat lebih mudah tertidur, membaca buku, mendengar lagu klasik, tapi tidak ada satupun yang membuahkan hasil. Barulah aku bisa tertidur setelah 3 jam mencoba.
On the other side
Nathan's POVAku langsung masuk kamar dan membanting pintu kamarku setelah berjanji akan menceritakan semua kejadian 12 tahun lalu itu.
"Apa benar keputusanku untuk menceritakan ini sekarang?" tanyaku dalam hati kecilku saat ini. Sejenak terlintas perasaan tidak enak di benakku mengenai hal ini tapi aku menepisnya jauh jauh karena hal ini memang harus diceritakan suatu hari nanti. Dan kurasa saat ini Adel sudah cukup dewasa untuk tau semua masalah yang ia timbulkan padaku.
Kemudian aku mandi dan mengganti pakaian ku menjadi kaos lengan buntung dan celana pendek lalu kemudian aku berbaring di kasur empukku lalu aku sadar sprei kasurku sudah berubah dan kamarku terlihat lebih bersih dari biasanya. Dari yang sebelumya kasur bersarung biru muda menjadi warna hitam pekat. Aku merasa sedikit aneh karena tidak biasanya Adel menggunakan warna yang seperti ini malah ia berusahan sekeras mungkin agar tidak menggunakan sprei ini. Tapi karena terlalu lelah aku malas memikirkan itu dan langsung saja terbang ke alam mimpiku.
"Eh Woi !!! Lu mau apain adek gua ??!!!"
"Kakak awasss !!!!!"
"ADELLL!!!!"
Aku terbangun dengan keringat di sekujur badanku, aku tidak ingat mimpi apa itu tapi yang jelas itu sangat menyeramkan. Hampir 30 menit aku hanya duduk diam di tempat tidurku memikirkan mimpi yang semoga saja bukanlah pertanda yang buruk bagiku dan mungkin bagi Adel, bagaimanapun ia tetaplah adikku.
Aku bangun dan langsung masuk ke kamar mandi untuk sekedar mencuci muka dan menggosok gigi, aku masih terlalu malas untuk mandi mengingat terakhir aku mandi adalah sebelum tidur. Tapi mengingat diriku yang basah karena keringat akibat dari mimpi itu mengubah pikiranku lalu aku menyambar handuk yang kutinggal kemarin dan mandi. Setelah mandi aku hanya mengganti kaus ku lalu keluar kamar dan melihat makanan yang ada di dapur.
Nihil... tidak ada makanan di atas meja maupun di dapur. Jujur aku sudah lapar sekali lalu bergegas aku pergi ke kamar Adel dan menggedor pintu kamarnya tak sabaran.
TOK .... TOK ... TOK...
Kemudian Adel keluar dengan muka yang masih muka bantal dan mengucek matanya. Kelihatannya ia tidak tidur semalaman karena masih terlihat jelas lingkaran hitam di bawah matanya. Entah kenapa aku merasa harus membiarkan Adel menikmati hidupnya saat ini, aku merasa bersalah tiba tiba dan mengingat mimpiku semalam.
"Oh, kakak mau sarapan ya? Maaf kak aku baru bangun, kakak mau makan apa? Biar aku masakin sekarang." Ucap Adel dengan muka panik dan bergegas ke kamar mandi dan mencuci mukanya.
"Udah tidur lagi aja sana, gua udah bilang hari ini lu harus siap mental. Ini mata aja masih kek panda gitu mau segala masak lagi, bisa kebakar ini rumah. Udah biar gua delivery aja buat sarapan gua sama lu hari ini." Ucapku sambil memesan makanan lewat smartphone ku.
"Oh... ok kak, makasih kak." Ucap Adel yang masih kaget mungkin karena ucapanku barusan. Percayalah aku pun bingung mengapa aku bisa mengatakan itu.
Aku berjalan menuju ruang keluarga dan menonton acara televisi sambil menunggu pesananku datang. 30 menit kemudian makanannya datang dan aku segera membayar dan menyiapkan makanan ku dan Adel di dapur. Jujur saja aku kewalahan hanya dengan mencari piring dan alat makan lainnya di dapur rumahku sendiri. Aku mungkin lupa kapan terakhir kali aku mengambil alat makanku sendiri, karena biasanya makananku selalu sudah tersedia beserta alat makannya saat aku ingin makan dan Adel terlintas dibenakku dan aku menjadi membayangkan lelahnya menjadi Adel terutama saat aku mengadakan pesta dengan teman temanku.
"AH !! Bodo amat, kenapa jadi mikirin tu bocah si??" geramku pada otakku sendiri.
20 menit berlalu dan makanan baru saja selesai ku taruh rapi di atas piring dan meletakkannya di meja makan. Kemudian aku langsung saja makan karena aku sudah sangat lapar dan memutari dapur untuk menyiapkan ini menambah rasa laparku. Saat makananku masih tersisa setengah, Adel keluar kamar dengan mata yang masih ditemani lingkaran hitam tapi dengan muka yang lebih segar karena faktor mandi mungkin atau yang lain, aku juga tidak mau pusing karenanya.
"Pagi, kak. Maaf ya aku gak masak tadi." Ucap Adel sambil sedikit menunduk.
"Hmmm... yaudah sana makan, masih mau denger ceritanya?"
"Euu.. baik Kak. Aku siap dengerin."
"Ya udah, abis makan bakal gua ceritain."
Setelah selesai makan, aku mengajak Adel ke kamarku. Sampai di kamar, aku menyuruhnya duduk berhadapan denganku di atas kasur hitamku itu yang hanya menambah suasana yang sedikit suram. Dan aku bisa melihat wajah gugup Adel yang terlihat jelas.
Aku menghela nafas panjang.
"Udah siap Del?" tanyaku.
"Udah kak." Jawab Adel sambil menatap dalam mataku.
"Jadi, ini dimulai dari ulang tahun lu yang ke 4 tahun...."
TBC
Makasih yang udah mau baca ya...
Update lagi nih ... mumpung kemaren libur ...Chap depan itu bakalan flasback gitu ya
Kritik saran komen aja yaaa
Makasihh :*-X-
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind That Smile (END)
Teen FictionTersenyum adalah cara terbaik untuk menutupi semua kesedihan dan kekecewaan yang dihadapi. Saat orang orang berfikir tidak akan ada yang bisa merusak kebahagiaannya, hanya dia dan Tuhan lah yang mengetahui jawabannya. Saat dimana akan tiba dimana ia...