Still Adel's POV
Kembali sakit yang aku rasakan di hatiku. Saat aku sampai di ruang makan, semua pancake yang kusiapkan sudah habis. Kakakku dan orang tuaku sudah memakan sarapan buatanku tanpa menyisakannya sedikit pun untukku. Padahal perutku sudah berontak minta diisi karena aku belum makan apa pun sebelum mengerjakan semua pekerjaan melelahkan ini.
Dengan perut lapar, aku membereskan semua peralatan makan yang ditinggalkan saja oleh mereka di meja makan dan mencucinya di dapur. Aku memikirkan apa yang bisa aku makan pagi itu, karena adonan pancake semua sudah aku masak. Akhirnya aku memutuskan memasak mie instan dan memakannya sambil merasakan sakit yang amat dalam di hatiku saat ini. Selesai makan, aku mencuci semua alat makan yang aku pakai, termasuk alat masak yang belum aku cuci tadi.
Baru saja hatiku mulai lega dan melupakan semua rasa sakit yang teramat sangat itu, kembali aku melihat pemandangan menyedihkan lewat didepanku. Kulihat orang tuaku dan Nathan sudah terlihat rapi dan sudah siap pergi entah kemana.
"Kalian mau kemana rapi banget?" tanyaku pada mereka yang membuat mereka berhenti menuju pintu rumah.
"Kami mau pergi ke mall, cari keperluan kakak kamu, dia mau cari sepatu sama baju baru katanya." Jawab mama sambil melirik kakakku yang dari tadi sibuk dengan smart phonenya.
"Kamu jaga rumah baik baik ya." Perintah papa yang seketika menggoreskan luka baru di hatiku yang belum sembuh total dari luka.
"Iya pa, kalian hati hati ya. Oh iya, kalian makan siangnya di luar ato di rumah?" tanyaku sambil memasang senyum palsuku yang mungkin terlihat menyedihkan.
"Kita makan di luar aja ya... aku bosen makan di rumah mulu." Kini giliran Nathan yang buka suara.
"Ok, kami makan siang di luar, jadi gak usah siapin makan siang buat kami. Bye Adel." Tegas mama sambil berjalan keluar dan melambaikan tangan padaku.
Aku hanya membalas lambaian tangan itu sambil terus tersenyum padahal hatiku ini sudah mendapat luka baru lagi. Kalau mereka makan di luar, berarti aku akan makan sendirian lagi kali ini. Entah masih ada sisa bahan makanan atau tidak di kulkas karena aku belum membelinya lagi. Sedangkan mereka akan makan siang dengan mewah di luar sana.
Mendengar Nathan bilang bahwa ia sudah bosan makan di rumah, aku kembali mengingat terakhir kali aku makan makanan restoran. Aku pikir itu saat ulang tahunku. Itu juga karena nenekku yang kasihan melihat ulang tahunku yang tidak pernah dirayakan lagi dan orang tua ku yang tidak pernah hadir.
"Kakak mau beli sepatu baru lagi ya?" tanyaku pada diriku sendiri. Dan saat itu aku merasa miris sekali, kalau tidak salah baru saja 2 minggu yang lalu aku melihat kakak memakai sepatu baru yang pastinya branded dan yang kutahu harga cukup mahal dan bisa membayar uang sekolahku untuk 2 bulan. Jangan tanya tentangku, sepatuku yang paling baru adalah sepatu sekolahku yang sudah kupakai sejak kelas VIII. Yap, itu adalah sepatu terakhir yang diberikan olah mama dan papa sebelum mereka berhenti membelikan barang untukku. Aku bersyukur karena sepatu itu kebesaran saat itu dan sekarang sepatu itu masih pas dipakai olehku. Memang sudah terlihat usang, tapi apa boleh buat, aku masih belum bisa membeli sepatu baru untukku. Semoga saja aku bisa membelinya nanti saat aku naik kelas karena kuyakin sepatu ini akan kesempitan untukku nanti.
Tidak mau lagi aku memikirkan hal yang hanya akan membuat hatiku sakit, aku berjalan ke dapur untuk mengecek apa yang bisa kumasak untuk makan siangku nanti dan ZONK ... hanya ada sebutir telur yang tersisa.
"HAHAHA, sedih amat Cuma tinggal telor doang, mana Cuma sebiji lagi." Aku menertawakan diriku sendiri saat ini. Untung saja orang tuaku masih berbaik hati meninggalkan uang untuk membeli keperluan dapur, mungkin karena Nathan masih harus dibuatkan makanan olehku.
"Halo, Ma... aku mau beli bahan makanan dulu ya." Ucapku saat menelfon mama, karena kalau aku pergi tanpa izin, bisa mampus aku.
"....."
"Ok ma,oh iya kalian mau makan malam apa?" tanyaku pada mamaku dengan berharap mereka akan makan malam di rumah.
"....."
"Ok ma, nanti aku beli bahan bahannya ya." Ucapku dengan nada gembira karena mereka akan makan di rumah malam ini.
Setelah itu aku bersiap siap untuk pergi ke supermarket yang ada di komplek rumahku dan untung saja itu dekat. Jadi aku bisa ke sana hanya dengan berjalan kaki. Aku memilih milih bahan makanan untuk 1 minggu kedepan yang sudah menjadi rutinitasku setiap minggunya. Tapi sekarang aku masih fokus mencari bahan makanan untuk membuat ayam goreng asam manis dan sop buntut yang adalah makanan kesukaan papa dan menjadi permintaan mereka tadi.
Aku memang sudah mempelajari dan mempraktekkan kedua masakan itu karena aku tau kalau itu adalah makanan kesukaan papaku,itu adalah salah satu usaha untuk mendapatkan perhatian mereka. Walau aku tau kemungkinannya sangat kecil untuk mereka kembali perhatian padaku, tapi tetap saja 'Bagi Tuhan tidak ada yang mustahil' itu yang selalu kuingat, lagi pula mama dan papa tetap adalah orang tua ku dan tidak ada yang akan bisa merubah itu.
TBC
Makasih buat readers yang udah mau baca
Tolong bantuan kalian buat kasih komen tentang cerita ini karena readers cerita ini berkurang terus...
Tolong bantu saya T-T
Makasih sebelumnya :)
-X-

KAMU SEDANG MEMBACA
Behind That Smile (END)
Teen FictionTersenyum adalah cara terbaik untuk menutupi semua kesedihan dan kekecewaan yang dihadapi. Saat orang orang berfikir tidak akan ada yang bisa merusak kebahagiaannya, hanya dia dan Tuhan lah yang mengetahui jawabannya. Saat dimana akan tiba dimana ia...