Nathan's POV
Aku terbangun di tempat yang cukup familiar bagiku. Ini mirip tempat dimana aku memimpikan Adel sesaat sebelum dia menyuruhku melewati lingkaran cahaya itu.
Suasana tempat itu masih sama, hanya tempat kosong berwarna putih. Aku berjalan tak tentu arah hanya berharap bisa bertemu dengan Adel lagi.
Setelah beberapa lama aku berkeliling, aku melihat sesosok perempuan dengan ciri ciri menyerupai Adel. Aku menghampiri perempuan itu dan menepuk pundaknya. Perempuan itu berbalik dan terlihatlah wajah Adel yang entah mengapa terlihat lebih bercahaya dan lebih damai dari sebelumnya.
Aku memeluk Adel dengan sangat erat dan Adel juga balas memelukku."Kamu kenapa gak balik balik Del? " tanyaku pada Adel. Tapi Adel hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
"Del.. Jawab kakak, tadi kan kamu bilang ke kakak kalo kamu mau balik kan? " tanyaku lagi.
Adel hanya tersenyum lalu berkata "Kak.. Maafin Adel ya. "
"Maksud kamu apa Del? "
"Kakak gak inget apa kata dokter tadi? " tanya Adel dan seketika ingatan itu datang dan aku terperanjat.
"Gak mungkin kan Del? Kamu gak boleh ninggalin kakak, mama, papa kan? Kita belom sempet nebus kesalahan kita ke kamu. " ucapku pada sosok perempuan di depanku ini .
"Kalian gak perlu nebus kesalahan apa apa. Aku udah maafin kalian, cuma ngeliat seberapa khawatirnya kalian sama aku udah cukup buat aku lega dan bahagia. Seenggaknya kalian udah gak marah sama Adel lagi. " jawab Adel tanpa beban sedikit pun yang tanpa sadar membuat air mataku menetes lagi.
"Tapi kamu udah janji sama kakak buat biarin kakak nebus kesalahan kakak. Kamu udah janji buat balik. " jawabku lagi.
"Aku minta maaf kak. Aku gak bisa nolak takdir Tuhan buat aku. Aku juga udah coba buat tetep bertahan demi kalian. Tapi maaf aku gak bisa. Aku juga bakal balik kok, tapi mungkin bukan balik ke kalian. Tapi bener bener balik ke tempat asal aku kak. " jawabnya lagi dan itu benar benar menusuk hatiku.
"Tapi Del.. Kasihan mama sama papa. Terutama mama." aku masih berusaha membujuk Adel.
"Kak, kita gak bisa nolak takdir kita. Kita cuma bisa nurut aja sama kehendak Tuhan. Aku minta tolong aja sama kakak, tolong bilang ke mama dan papa aku minta maaf sama mereka kalau aku punya salah. Dan maaf aku gak bisa minta maaf langsung ke mereka. Dan juga aku minta tolong sama kakak jangan sedih karena aku pergi. Tolong jagain mama dan papa, terutama mama. Sekarang cuma kakak yang mereka punya, bahagiain mereka karena aku udah gak mungkin bisa bahagiain mereka. " pesan Adel padaku tapi aku masih belum bisa menerimanya.
"Tapi del, kakak bisa apa? " tanyaku padanya.
"kakak pengen jadi atlet basket kan? Aku tau kakak masih suka basket. Aku juga tau sebenarnya kakak itu pinter, cuma aku mohon jangan terlalu sering minum pesta sama balapan. Boleh aja seneng seneng, tapi perhatiin juga kesehatan kakak. Adel pasti sedih kalau kakak sakit. Udah ya, aku juga gak bisa lama lama. Pokoknya kakak inget pesan aku ya. Inget juga, aku selalu ada di hati kakak. Aku gak bakal ninggalin kalian. Aku bakal selalu ada di hati kalian. Aku sayang kalian. Aku udah tenang di sini. Sekarang kakak balik lagi sana. Mama sama papa pasti panik kalau kakak gak balik balik. " ucap Adel panjang lebar sambil tersenyum manis. Aku janji akan terus mengingat senyum itu.
"Tapi kakak kan udah gak boleh main basket lagi. " tanyaku pada Adel.
"Kakak bakal tau nanti. Anggep aja ini permintaan maaf aku. " Jawab Adel kemudian perlahan lahan Adel menjauh.
"ADELLL!!! "
kemudian aku terbangun di ruang yang sama seperti aku bangun tadi, ruangan rumah sakit yang sama. Aku melihat mama dan papa dengan mata yang bengkak. Aku sudah kembali tersadar bahwa sekarang Adel sudah pergi dan tidak akan kembali lagi. Walaupun Adel berharap aku tidak sedih karena kepergiannya dan menguatkan kedua orang tuaku, aku tidak yakin kalau aku bisa. Jujur aku sendiri belum bisa dengan ikhlas menerima kematian adikku itu, apalagi secara tidak langsung dia juga meninggal karena melindungiku. Tapi aku akan mencoba tegar demi orang tuaku terutama demi mama yang terlihat sangat kacau dan terpuruk. Bahkan sampai sekarang kedua orang tuaku sepertinya belum sadar kalau aku sudah siuman.
"Ma.. Pa.. " aku mencoba memanggil mereka dan mereka menoleh ke arahku.
"Nathan... Kamu udah sadar nak? Gimana kaki kamu? Sakit? " tanya papa padaku sedangkan mama masih terduduk di sofa rumah sakit.
"Kaki?? Emang kaki aku kenapa? " jujur aku tidak mengerti apa yang dimaksud oleh papa.
"Kamu tadi abis dioperasi Nathan. " jawab papa.
"Operasi? Operasi apa pa? " tanyaku sambil melihat kakiku yang terbalut perban cukup tebal. Lebih tebal dibanding yang sebelumnya.
"Kamu abis operasi lutut kamu. Jadi tadi kata dokter, pas lagi operasi Adel, Adel tiba tiba bangun. Terus dia bilang kalau dia tau dia bakal ninggalin kita. Jadi dia pesen sama dokternya kalau nanti dia meninggal, tolong donorin lutut dia buat kamu. Lebih tepatnya buat gantiin lutut kamu yang rusak permanen karena kecelakaan yang dulu. Untung aja cocok, jadi permintaan Adel terwujud. " jelas papa panjang lebar.
Sejenak aku teringat perkataan Adel setelah dia menyuruhku mewujudkan mimpiku menjadi atlet basket.
"Kakak bakal tau nanti. Anggep aja ini permintaan maaf aku. "
Jadi ini yang dimaksud Adel tadi, "Jadi abis ini aku bisa maen basket kayak dulu lagi pa? " tanyaku pada papa. Lalu papa mengangguk dan saat itu juga aki berjanji akan menekuni hobiku itu sehingga aku bisa membanggakan kedua orang tuaku karena aku bukanlah anak cerdas seperti Adel. Setidaknya dengan ini aku juga bisa membanggakan Adel juga dengan menggunakan lutut pemberian adik kesayanganku itu. Setidaknya Adel akan terus berada bersamaku.
"Ma... Pa.. Tadi sebelum aku bangun, aku ketemu sama Adel. Terus dia bilang supaya kita jangan sedih karena dia ninggalin kita semua. " ucapku pada kedua orang tuaku tapi pandanganku kosong dan di pikiranku hanya ada Adel beserta senyum terakhirnya.
"Tapi Nathan, mama sama papa belum sempet minta maaf sama dia. Kita belum sempet nebus kesalahan kita sama Adel. " jawab mama sambil terus menangis dan ditenangkan oleh papa.
"Nathan juga ngerasain itu. Tapi Adel bilang dia udah maafin kita semua. Dia udah bahagia cuma dengan ngeliat kita khawatir sama dia. Aku juga sedih ma, tapi tolong jangan sampai kita terpuruk. Nanti Adel gak tenang di sana, dia juga bilang kalau dia sayang kita semua. Dia udah seneng disana. Jadi kita juga di sini jangan bikin dia sedih lagi. Aku janji dengan pemberian Adel ini aku bakal banggain mama papa dan Adel yang terus ada dalem hati kita. " ucapku lagi dan aku berusaha menahan air mataku sebisanya.
Mama dan papa hanya mengangguk dan sedikit demi sedikit tangisan mama mulai berhenti.
"Ya udah, sekarang papa bakal urus semua proses pemakaman Adel. Kita cukup berdoa yang terbaik untuk Adel dan saling menguatkan masing masing. " lalu papa keluar ruang rawat dan mama menuju ke arahku dan memelukku. Aku balas memeluk mama dengan erat. Sekilas aku bisa melihat bayangan Adel yang tersenyum ke arah kami. Lalu aku memejamkan mata dan berdoa untuk yang terbaik untuk kami semua.
TBC
Aku minta maaf banget udah 2 bulan gak update cerita ini.
Soalnya tugas gak beres beres terus udah mau uts lagi
Jadi sebelum uts aku sempetin buat tulis ini dulu.Makasih banget yang udah baca cerita ini.
Kritik dan saran komen aja yaDan itu yang masalah operasi" itu aku ngasal aja karena aku juga gak paham masalah yang begitu hehe
Dan kayaknya chap depan chapter terakhir ya
-X-

KAMU SEDANG MEMBACA
Behind That Smile (END)
Novela JuvenilTersenyum adalah cara terbaik untuk menutupi semua kesedihan dan kekecewaan yang dihadapi. Saat orang orang berfikir tidak akan ada yang bisa merusak kebahagiaannya, hanya dia dan Tuhan lah yang mengetahui jawabannya. Saat dimana akan tiba dimana ia...