Part 22

3.3K 297 17
                                    

Aruna menatap tajam ke Arah dokter Galih begitupun sebaliknya, ya mungkin mereka merasa tersaingi satu sama lain.

Aku tidak bergetir sedikitpun dalam hatiku cuma berharap bus yang kutunggu akan segera datang

*pipppp...piippp
Suara deru klakson sebuah mobil bewarna hijau lekat disertai plat Dinas yang mengatas namakan TNI, yah bukan sebuah bus yang datang melainkan sebuah mobil dinas yang tepat berhenti didepan kami, aku menoleh pada ayah dan ibu sebagai isyarat binggung kenapa yang datang sebuah mobil dinas

ayah dan ibu hanya memberi anggukan disertai senyum

"Selamat pagi komandan" ucap seseorang dengan seragam loreng dan lengkap dengan baret hijau matra AD nya,yang baru saja turun dari mobil dinas itu dan aku mengenali siapa dia

Adalah Praka Wajedi ansar ajudan rumah ayah, ya disebut ajudan rumah karena dia yang selalu rajin melaksanakan tugas pembersihan rumah dinas yang berada di asmil komando rayon militer tempat ayah menjabat

"Ijin komandan saya praka wajedi ansar ,siap melaksanakan perintah mengantar dan menjaga keamanan putri komandan sampai tujuan" lapornya dengan suara tegas dan lantang

"Lanjutkan"jawab ayah

"Siap" ucap Praka wajedi

Aku berjalan ke arah ayah bermaksud meminta penjelasan hal ini
Belum ku keluarkan sepatah kata untuk memulai pertanyaanku tapi Ayah sudah menyela duluan seperti tahu akan maksudku

"Iya ayah sengaja memerintahakan Praka Wajedi yang mengantarmu, tidak mungkin Ayah membiarkanmu bepergian sendiri nak keamananmu harus tetap terjaga nak" ucap ayah sangat menggambarkan bahwa dia adalah sosok yang tegas dan bertanggung jawab

"Kirana...biar aku yang antar kamu" ucap Aruna tiba-tiba dengan nada yang sedikit mellow tidak keras dan tegas seperti biasanya sesuai dirinya sebagai seorang tentara

Aku tidak memberi jawaban atas ajakannya

"Bu..Yah, Kirana pamit ibu dan ayah baik-baik disini yah"ucapku pada ibu dan ayah

"Iya sayang kamu hati-hati selalu kabari ibu dan ayah yah"

Aku lalu mencium punggung tangan ayah dan ibu, lalu segera menyeret kembali koperku menuju mobil yang telah menjemputku

"Tunggu" ucap Dokter Galih
Lalu Dokter Galih mengambil koperku yang berada ditanganku secara paksa, aku hanya menatapnya bingung

Dokter Galih berjalan didepanku sambil menyeret koper yang harusnya aku yang melakukannya

"Pak, hati-hati yah tolong jaga dia selama di perjalanan" ucap dokter Galih pada Praka Wajedi seraya memberikan koperku untuk dirapikan ditempat yang aman

"Siap" jawab Praka wajedi

"Kamu hati-hati yah, aku jaga ayah dan ibu disini aku tahu kamu masih marah tapi ketahuliah semua beralasan karena sayang" ucap Dokter Galih sambil memegang kedua pundakku lalu berlalu

Degg....
Degg...
Degg....
Jantungku berdetak secara abnormal mendengar ucapan dokter Galih, Aku tidak bergeming sedikitpun, aku semakin takut yah...aku takut karena sekarang Dokter Galih mulai berani mengungkap perasaannya

Aku melangkahkan kakiku untuk naik ke atas mobil

"Aku akan nyusul kamu " terdengar teriak seseorang membuatku menghentikan langkahku aku menoleh ke arah ibu,ayah dan dokter Galih aku menoleh ke Arah Aruna
Yang sudah berlalu entah kemana, dan semoga saja ucapannya tidaklah betul bahwa dia akan menyusul.

..............

Aku mengambil sebuah bingkai yang akan selalu ku bawa kemana-mana, yah potret indah Bang Izwhan yang terpampang disana

Dipenghujung penantiankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang