Part 24

3.8K 263 23
                                    

Aku mengerjapkan mataku,sambil sedikit menguceknya

Entahlah sejak kapan aku tertidur mungkin saat aku telah lelah mengomel sendiri tapi Aruna tetap menganggapku sebagai bangku kosong.

"Kita sudah dimana?" tanyaku datar pada Aruna yang tidak menyadari bahwa aku telah bangun dari tidurku

"20 menit lagi sampai" ucapnya tanpa mengalihkan pandangannya dari fokus mengemudinya.

Aku kembali menyandarkan kepalaku,memejamkan mataku berusaha menenggalamkan pikiranku dengan hal-hal jernih dibanding aku harus terlibat sebuah percakapan dengan Aruna.

...............
Ku rasakan Aruna memarkirkan mobilnya, ku buka mataku perlahan walaupun aku tidak tertidur tapi aku tetap menyeimbangkan pandanganku dan kudapati bahwa aku dan Aruna telah sampai di kawasan parkir RST.

"Silahkan turun nona" sebuah suara yang disusul dengan pintu mobil yang dibuka, ternyata Aruna dan dia mulai bertingkah aneh lagi, sebelum turun ku incarkan pandanganku aku tidak mau jika dokter Shintia ataupun dokter Galih melihat situasi ini.

"Syukurlah" gumamku karena aku tidak melihat mereka berdua di sekitar area parkir RST

Aku turun dari mobil dan langsung menuju bagasi belakang mobil Aruna bermaksud mengambil koperku tapi disana sudah ada Aruna yang telah selesai mengeluarkan koperku dari bagasi.

"Terima kasih" ucapku sambil berusah mengambil koper milikku yang berada tepat di depan Aruna

"Biar aku yang bawa" ucap Aruna, tapi aku berusaha menolaknya secara halus aku tidak mau membuat hal yang bisa menciptakan kesalah pahaman jika dokter Galih melihatnya, eettss kenapa aku harus takut jika dokter Galih melihatnya,tidak-tidak bukan karena hal lain hanya saja akan banya menimbulkan pertanyaan karena aku pergi bersama Om Wajedi ajudan sopir ayah bukan dengan Aruna.

Tapi meskipun aku menolak Aruna tetap berkeras untuk membawa koperku dan itu adalah sifat Aruna yang sangat menyebalkan.

Aku biarkan Aruna berjalan didepanku sambil menyeret koperku sedang aku menjaga sedikit jarak dibelakangnya, ya aku tidak ingin terlihat benar-benar bersamanya.

Aruna tiba-tiba berhenti aku mengernyitkan keningku padahal kami belum sampai di kamar rawat ayah

"Jalan didepanku, kamu bukan ajudanku kan yang menjagaku dari belakang" ucap Aruna tanpa menoleh

Tanpa menjawab aku langsung mempercepat sedikit langkahku kalau kupikir benar juga aku seperti penjaga,penguntit Aruna yang berjalan dibelakangnya bahkan sampai mengatur jarak.

...........
"Assalamu Alaikum" ucapku saat telah berada didepan pintu kamar rawat ayah dan bersamaan dengan itu aku langsung membuka pintu kamar rawat ayah.

"Wa alaikum salam" ucap ketiga orang didalam kamar itu bersamaan.

Ya tiga orang.. Ayah,ibu,dan...Dokter Galih

Deg..
Deg..
Deg..
Jantungku mulai memacu agak cepat aku khawatir dengang berbagai pertanyaan mereka,dan tentu saja apa lagi yang akan terjadi antara dokter Galih dengan Aruna.

"Assalamu alaikum" ucap Aruna yang menyusulku
Dia langsung masuk bersama koperku dan duduk di sofa yang ada di ruang rawat itu, dan semua mata tertuju padanya.

"Hmm, begini bu yah, aku pulang bersama Aruna kebetulan dia ada disana, dan disana tiba-tiba ada gangguan jaringan jadi tidak bisa menghubungi om Wajedi makanya aku terpaksa ikut tumpangan Aruna" jelasku sedikit dusta ya, aku menutupi bahwa om wajedi yang tidak memberi kabar dan susah untuk dihubungi aku tidak ingin dia kena tindak oleh Ayah.

Dipenghujung penantiankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang