4

5.7K 476 20
                                    

Aku merasakan bibir hangat menempel di atas bibirku. Air mata penyesalan yang menetes di pipinyapun bisa kurasakan.

"Aku menyesal, Hermione," ucap seseorang yang tidak kulihat wajahnya itu. Tapi aku tahu, dia-- si rambut pirang platina itu, Malfoy.

Aku membuka mataku dari bunga tidurku. Napasku tersengal dan aku tidak merasakan bibirku, seperti sejenak mati rasa.

Aku melesat menuju kamar mandi yang berada di rumah Weasley. Kupercikkan air yang menyegarkan ke wajahku, lalu kubasuh dengan handuk lembutku.

Aku heran dengan mimpiku barusan.

Why him? Mengapa harus dia? Pikirku. Dia adalah satu dari sebagian orang yang masuk dalam daftar hitam-orang yang harus dijauhi- ku.

Entah, aku benci dia, dia--benci aku, juga-mungkin? Biarlah, aku sudah terlanjur malas memikirkannya. Lagipula itu mimpi yang amat aneh, tidak harus kupedulikan, privasi, dan sedikit intim, mungkin? Ya begitulah. Di mimpiku, dia hanya menciumku lembut karena dia menyesal entah karena apa-- aku lupa.

Ah ini sudah sore, aku harus bersiap-siap untuk menghadiri dan memeriahkan pesta pernikahan kedua sahabatku-- Harry dan Ginny. Aku harus memoleskan riasan wajah agar wajahku lebih segar dan yahh itu termasuk sakral bagiku untuk memoleskan riasan wajah pada saat ada pesta. Harus dilakukan.

Butuh waktu 2 jam untuk aku menyiapkan diriku. Aku juga harus siap dengan kenyataan yang ada, aku harus kuat--seperti kata Luna, dan harus bisa tetap bahagia untuk Harry dan Ginny malam ini.

Aku melangkahkan kakiku dengan tegas-- di setiap langkahnya- menuju halaman rumah keluarga Weasley.

Kulihat sudah banyak hiasan yang terukir di sudut-sudut dengan lampu-lampu yang berkelap-kelip dan tak lupa dengan sentuhan magisnya di setiap bagian yang ada.

"Hey, Hermione! Kau sudah bersiap?" Tanya Harry dari kejauhan dan berjalan mendekatiku.

"Ya," ucapku singkat.

"Hermione, aku mungkin tidak tahu rasanya menjadi kau, tapi aku paham bahwa itu menyakitkan. Aku dan Ginny masih menjadi sahabatmu, kami akan selalu ada untuk mendengar setiap keluh-kesahmu. Maaf saja, bukannya aku tidak mau membantu, tapi apa boleh buat, aku tak boleh menyentuh hubungan orang lain sedikitpun. Kau masih bebas untuk berdekatan denganku bahkan dengan Ron pula. Mungkin nanti, Ginny akan berbicara baik-baik mengenai hal ini pada Bones," jelasnya seraya merangkulku.

"Terima kasih Harry. Sebenarnya kau tak perlu serepot ini untuk mengurusnya. Kau saja sudah terlalu baik untuk hal ini. Aku tahu kau memang sahabatku yang terbaik, dan juga Ginny, of course. Kau tahu, Harry? Aku rindu masa saat kita masih selalu bertiga, sebelum battle of hogwarts selesai. Yah tapi kuharap, aku bisa merelakannya."

"Yeah, Hermione. Kau kuat. Aku tahu itu. Siapa yang tidak rindu akan masa itu, Mione? Bahkan orang-orang, mengenal kita tidak akan terpisahkan." Harry tersenyum kepadaku.

"Okay. Kau sudah menyiapkan Vow untuk di altar nanti?" Tanyaku basa-basi.

Harry mengangguk.

"Semua sudah kupersiapkan. Tenang saja. Omong-omong, aku juga mengundang Malfoy, semoga saja dia datang," ucap Harry yang kutahu dengan niat menggodaku. Merlin! Mengapa semua orang menggodaku dengannya? Bahkan diantara kami, hubungan kami lebih tepatnya, tidak bisa dibilang baik. Memang aku sempat dengar desas-desus bahwa Malfoy menyukaiku, yang langsung ditentang keras olehnya dan juga olehku.

Aku mendengus kesal menanggapi ucapan Harry yang terkesan asal itu.

Harry hanya tertawa lalu menepuk bahuku.

Troubled Love - DramioneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang