[Nagisa]
.
.
Aku mengajak Theo mengantarkan makan malam untuk Luca karena malam ini Luca tidak dapat pulang untuk makan malam dan aku khawatir Luca memilih tidak makan tapi terus bekerja. Theo begitu bersemangat sewaktu tahu kami akan pergi ke kantor Luca, tapi ia juga gugup kalau harus bertemu dengan teman-teman daddy-nya.
Theo menunggu di luar bersama Eloise dan Fay, sementara aku mengeluarkan mobil dari garasi. Eloise membantuku memasukkan keranjang makanan dan Fay membantu Theo memakai sabuk pengamannya, duduk di sampingku.
"Hati-hati di jalan, Tuan muda!" ujar mereka seraya melambaikan tangan. Aku dan Theo membalas lambaian tangan mereka dengan mobil yang beranjak meninggalkan halaman depan.
"Oh ya ngomong-ngomong, Kakek juga ada di kantor Daddy. Theo-kun jangan lupa memberi salam pada Kakek ya," ujarku. Theo menganggukkan kepala. "Papa, Kakek, pria seperti apa? Apa dia baik seperti Papa dan Daddy?" tanya Theo dan aku berpikir sejenak.
Kalau dibilang baik, dia orang baik-baik. Tapi tidak sepenuhnya baik hati. Dia mirip dengan Luca, dalam beberapa hal sama-sama keras kepala dan angkuh, tapi aku tidak ingin memberi tahu Theo hal negatif seperti itu...
"Papa, apa kau menyukai Kakek?" tanya Theo lagi.
"Aku tidak membencinya tapi aku juga tidak terlalu menyukainya," jawabku kemudian menghela napas. Pada akhirnya aku tidak bisa memberitahukan sisi baik dari Tuan Fearbright.
Theo tidak lagi bertanya apapun bahkan sampai kami tiba di kantor Luca. Aku melepaskan sabuk pengaman Theo dan petugas keamanan kantor dengan baik hati membantu Theo turun dari mobil. Setelah Theo turun, aku ikut turun menyusulnya.
"Ah! Tuan Nagisa!" seru si petugas yang melihatku baru saja keluar dari mobil. "Selamat malam!" sapaku sambil berjalan menuju ke bagasi mobil. Si petugas dengan tanggap menghampiriku dan membantuku. "Ah, terimakasih banyak! Tapi aku bisa membawanya sendiri," jawabku seraya tersenyum. "Apa ada yang bisa saya lakukan untuk anda?" tanyanya sopan. "Oh! Tentu saja! Aku tidak begitu hapal parkir mobilnya, bisakah kau membawa mobil ini ke tempat seharusnya?" pintaku, ia langsung mengangguk dan masuk ke dalam mobil untuk memarkirkan mobil ke tempat parkir bawah tanah.
Aku menggandeng Theo di tangan kanan dan tangan kiri membawa keranjang makanan, berjalan masuk ke dalam lobi perusahaan. Meski sudah pukul tujuh dan sudah lebih waktunya pulang, tapi lobi masih penuh dengan karyawan yang sibuk membawa kertas-kertas, sebagian tampak sibuk bicara di telepon dan sisanya mengetik di laptop mereka.
Aku menghampiri resepsionis, bertanya padanya "Apa Luca sedang meeting atau bisakah aku menemuinya sekarang?" Wanita dengan tag nama 'Barbara Jones' itu memintaku untuk menunggu sebentar, ia berbicara di telepon dengan resesionis khusus presiden direktur.
"Tuan Fearbirght bisa anda temui sekarang," ujarnya memberitahuku. "Terimakasih banyak!" balasku lalu mengajak Theo masuk ke lift, seorang karyawan yang sudah lebih dulu masuk, membantuku menahan pintu lift dan membantuku menekan tombol lantai.
Ketika kami mengucapkan terimakasih, karyawan itu memeperhatikanku dan Theo. Ia tidak terlihat mencurigakan tapi caranya memandangi kami membuatku tidak nyaman. Theo tampaknya tidak memperhatikan tatapan darinya karena asyik bermain dengan pantulan dirinya di pinti lift.
"Um.. apa ada sesuatu?" tanyaku, akhirnya penasaran kenapa ia sedari tadi memperhatikanku begitu intense. "Maafkan aku, Tuan. Tidak ada apa-apa." Jawabnya lalu tersenyum. "Haha, begitu? Aku pikir ada sesuatu yang aneh dariku," aku menimpalinya. "Maaf, tapi sebenarnya ada satu hal yang sedikit menggangguku," karyawan itu kembali memulai pembicaraan. "Apa itu?" tanyaku, aku menjadi penasaran dengan kata-katanya. "Tidak, kurasa bukan apa-apa, Tuan," jawabnya. "Ehh?? Kau membatalkan niatmu setelah aku sudah begitu penasaran??" protesku tak percaya. Karyawan itu menatapku terkejut kemudian tertawa. "Maafkan saya, tuan. Tapi sungguh bukan apa-apa," ia lagi-lagi tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Love That Lost His Way [ 4 ]
RomanceNagisa kembali ke Inggris bersama Luca, suaminya untuk memulai kehidupan rumah tangga mereka dengan mengadopsi anak seperti permintaan Nagisa. Kehidupan mereka bahagia dan sempurna. Suami yang begitu mencintainya, anak manis sesuai yang ia inginkan...