[Luca]
.
.
Malam sebelum Theo datang dan tinggal bersama dengan kami, aku memanggil petugas keamanan rumah dan meminta mereka untuk memberikan laporan tentang kekacauan beberapa hari lalu di rumah kaca.
"Kami tidak menemukan binatang liar yang datang menyusup, Tuan." Jawab salah seorang dari mereka. "Kalian yakin?" tanyaku lagi menatap mereka lekat-lekat. "Kami sangat yakin." Jawab mereka tanpa ragu-ragu. "Kalau bukan binatang liar yang mengacaukan rumah kaca suamiku, lalu siapa yang akan disalahkan untuk kejadian waktu itu?" tanyaku lagi, dua orang pria itu mulai saling pandang dan meminta maaf karena mereka tidak mampu memberi jawaban. "Besok aku ingin kalian menambahkan kamera keamanan di sekeliling tembok rumah dari depan sampai belakang, lalu di rumah kaca bagian luar dan juga dalam." Perintahku, mereka menjawab dan pamit meninggalkan ruang kerja untuk segera menghubungi kantor pemasangan kamera keamanan.
Aku meninggalkan kamar setelahnya, berjalan menuju ke kamar tidur untuk melihat Nagisa. Sebelum masuk ke dalam kamar, aku berhenti di kamar lain yang berhadap-hadapan dengan kamar kami, juga kamar yang akan jadi kamar tidur Theo. Pintu kamar itu terbuka separuh dan ada bayangan orang di dalam kamar. Aku membawa kakiku ke kamar Theo dan membuka pintu kamar itu cukup lebar untuk melihat siapa yang sedang di dalam kamar Theo.
"Nagisa?"
Nagisa menoleh ke belakang dan menatapku terkejut. "Ah! Lu-chan mengagetkanku saja!" jawabnya. Aku masuk ke dalam kamar Theo menghampiri Nagisa, memeluknya dari belakang. "Kau sedang apa?" tanyaku, "Aku sedang memilih piyama mana yang akan Theo pakai besok malam, juga pakaian yang akan dia pakai besok." Jawab Nagisa. "Biarkan dia memilih sendiri, kau tidak perlu repot-repot." Aku mengometari kalimatnya sambil mengecup kepala Nagisa. "Lu-chan, apa kau juga merasa gugup karena bahagia? Akhirnya kita akan punya anak dan kita benar-benar membangun keluarga." Ujar Nagisa, aku menganggukkan kepalaku lalu mengecup samping lehernya lembut. "Aku harap Theo-kun akan senang tinggal bersama dengan kita." Ujarnya pelan, "aku harap kita bisa menjadi sosok orangtua yang baik untuk Theo-kun." Lanjutnya. "Tentu saja dia akan dan kita akan." Balasku, Nagisa membalikkan badannya lalu menatapku dan tersenyum manis. "Aku akan berusaha lebih baik lagi! Juga...Lu-chan tidak perlu khawatir, Lu-chan akan tetap jadi yang nomor satu." Nagisa memberitahuku, lalu mencoba untuk berjingkat dan mencoba mengecup bibirku. Aku menunduk lalu membiarkan Nagisa mengecup bibirku lembut. Kecupan kami tidak berlangsung lama karena ponselku bergetar dan membuatku berhenti.
Aku mengambil ponselku dan melihat nomor Bryan muncul di layar ponsel. "Aku akan segera kembali," ujarku lalu berjalan keluar dari kamar Theo.
"Ya?"
"Luca, hai."
"Kalau kau menelpon dan hanya ingin merayuku untuk menolong wanita itu maka jawabnya, tidak."
"Tentu saja tidak. Aku menelpon untuk alasan yang berbeda." Jelas Bryan. Aku menghela napas lega mendengar wanita sinting itu tidak akan mengacaukan hidupku. "Lalu ada perlu apa?" tanyaku.
"Akhir-akhir ini kau tidak lagi datang ke klinik untuk check-up. Aku, sebagai doktermu ingin tahu bagaimana kondisimu." Jawab Bryan. "Soal itu, aku ingin memberitahumu kalau akhir-akhir ini aku sama sekali tidak merasakan sakit atau nyeri. Mungkin waktu aku menemuimu dan berkeluh kesah, waktu itu aku sedang kelelahan dan banyak pikiran saja." Aku memberitahu Bryan. "Benarkah?" tanya Bryan, ada sedikit keraguan dari suaranya.
"Aku tidak bohong, ini menyangkut hidupku jadi tentu saja benar."
"Baiklah kalau memang kau tidak merasakan adanya gangguan lagi. Tapi aku tetap ingin kau datang ke klinik sebulan sekali untuk check-up." Perintah Bryan. "Aku mengerti, aku akan menemuimu lusa." Jawabku lalu panggilan pun berakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Love That Lost His Way [ 4 ]
RomanceNagisa kembali ke Inggris bersama Luca, suaminya untuk memulai kehidupan rumah tangga mereka dengan mengadopsi anak seperti permintaan Nagisa. Kehidupan mereka bahagia dan sempurna. Suami yang begitu mencintainya, anak manis sesuai yang ia inginkan...