Lost His Way (22)

6.1K 929 175
                                    

[Nagisa]

Aku menyimpan pakaian yang sudah kering Theo ke dalam lemari pakaian sementara Theo menggosok giginya sebelum ia tidur.

"Papa, aku sudah selesai!" lapor Theo. Aku menghampirinya dan Theo tersenyum lebar memamerkan gigi-giginya. "Putih tanpa noda, terima kasih banyak," ujarku. Theo menggandeng tanganku dan kami berjalan sampai ke tempat tidurnya. Theo bergegas naik ke atas dan berbaring sambil memeluk dinosaurus yang ia beri nama Jimmy. Aku menarik selimut Theo dan duduk di pinggir ranjang.

"Papa, apa kau marah karena aku tidak menyukai Uncle Johan?" tanya Theo. Aku menggelengkan kepala sambil menepuk-nepuk selimutnya. "Papa tidak marah," jawabku. "Apa Papa marah pada Daddy karena Daddy tidak menyukai Uncle Johan?" tanya Theo. "Aku mendengar Daddy dan Papa marah-marah..." ujarnya lagi. "Papa, apa Daddy pergi karena Papa marah? Apa Daddy tidak bisa pulang karena Papa tidak mencintai Daddy lagi? Apa warna mata Daddy tidak lagi biru jadi Papa tidak mencintai Daddy lagi?" tanya Theo, Theo menatapku dengan tatapan ingin tahu. Apa yang sebenarnya terjadi pada kedua orangtuannya.

"..........."

"Papa, jangan marah lagi pada Daddy..."

"Pa...pa... tidak marah pada Daddy..." jawabku terbata.

"Sungguh?"

Aku menganggukkan kepalaku dan menahan air mataku yang sudah akan tumpah keluar, tidak tahu mengapa tapi aku merasa sangat bersalah. Seharusnya aku bisa menghentikan Luca...

"Papa, bisakah kita menelpon Daddy dan memintanya pulang?"

"Tentu saja, tapi ini sudah terlalu malam untuk menelpon, Daddy pasti sedang istirahat."

"Kalau begitu besok!"

"Hmph! Besok kita telepon Daddy dan minta Daddy segera pulang ya,"

Aku mengecup kening Theo dan mengucapkan selamat malam. Mematikan lampu kamarnya lalu keluar dari kamar Theo. Begitu pintu sudah tertutup rapat, kedua kakiku kehilangan tenaganya hingga aku jatuh terduduk di depan pintu kamar Theo.

Aku telah berbohong pada Luca. Itu tidak benar jika aku begitu tersiksa bersamanya.... Aku lebih tersiksa tanpa dirinya. Yang membuatku tersiksa bukan Luca, tapi diriku sendiri. Ketika ditatap oleh Theo, matanya memantulkan bayangan diriku dan aku melihat bayangan diriku begitu menyedihkan. Aku begitu egois dan menuntut semuanya sesuai dengan keinginanku... aku bahkan lupa bahwa Luca tidak pernah menuntut apapun dariku... tapi... tapi aku malah...

"Terakhir... ini adalah yang terakhir... aku harus minta maaf pada Johan, aku tidak bisa lagi membantunya..." gumamku seraya mencoba untuk bangkit berdiri. Aku memang ingin Luca berubah, seandainya ia bisa seperti Johan. Tapi itu tidak benar... Luca adalah Luca, dia tidak akan sama seperti Johan.

'Lu-chan, Nyonya Emily hanya ingin aku berubah lebih baik untuk menjadi pasangan Lu-chan,'

'Tidak ada yang perlu diubah darimu, aku mencintaimu seperti apa adanya dirimu, tidak ada yang perlu diubah.'

Aku menghentikan langkahku teringat bagaimana setiap kali aku bertanya pada Luca, aku harus menjadi seperti apa, jawaban Luca tetaplah sama. Tidak ada yang perlu diubah. Lalu kenapa aku begitu ingin merubah Luca...?

Aku...benar-benar bodoh.

***

Malam ini udara terasa lebih dingin dari malam-malam sebelumnya. Johan memintaku menunggunya di tempat yang sudah dijanjikan. Ada sebuah halte yang sudah tidak lagi digunakan, Johan memintaku untuk menunggu di sana. Karena tidak terlalu jauh dari rumah, aku memutuskan untuk berjalan kaki sampai ke tempat janjian. Dan siapa yang menyangka udaranya akan begitu dingin.

The Love That Lost His Way [ 4 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang