[Author POV]
.
.
"Paapaa! Banguunn! Daaddyyy! Banguuunnn!"
Nagisa mengerutkan keningnya saat suara nyaring yang sangat tidak asing menggugah tidurnya.
"Papaa, banguunn! Daddy banguuunn!" seru Theodore sembari menggoncangkan badan Papanya. Mau tidak mau, akhirnya Nagisa membuka matanya. "Papa, ayo bangun! Ini sudah pagi, kita harus pergi!" Theodore menatap Nagisa, sekarang keningnya pun ikut berkerut. Mengapa ia begitu berisik pagi ini? Ya, karena hari ini adalah hari di mana ia mendapati permintaannya untuk mengunjungi akuarium dikabulkan.
"Papa, banguunn!" perintahnya.
Nagisa memejamkan kembali matanya karena rasa kantuk masih melekat erat di matanya. Semalaman ia menyiapkan bekal untuk anak-anak hingga pukul tiga pagi.
"Theo-kun... ini masih terlalu pagi..." dengan suara yang terdengar mengantuk, Nagisa menyahut.
"Tapi kita harus menjemput Sean dan yang lainnya di rumah Nyonya Fletcher, Papa!"
Nagisa mengerutkan lagi keningnya dan masih menjaga matanya tetap terpejam. Sang Papa sama sekali tidak menggubris Theodore, melihat Nagisa masih memejamkan matanya, Theodore merasa kesal. Ia lalu merenggut selimut orangtuanya dan menarik selimut mereka, perlahan-lahan selimut yang hangat itu merayap turun dari tempat tidur dan tergeletak di lantai karpet.
"Baaanguuuuuunnnnn!!!" teriak Theodore.
"Baiklah! Baiklah! Papa bangun!"
Theodore tertawa senang ketika Nagisa perlahan-lahan bangun dari tidurnya. Ia menghampiri Nagisa yang sedang duduk sambil menguap lebar. Meski Nagisa sudah bangun dan ia bahkan telah duduk, namun kedua matanya masih terpejam rapat.
Theodore memanjat naik ke atas tempat tidur lalu dari belakang ia memeluk Nagisa, merangkul leher Papanya dengan kedua lengan kecilnya.
"Kenapa Papa masih tidur?" tanya Theodore.
"Hmm... Papa semalam tidur terlalu larut, sayang..." jawab Nagisa, setengah menggumam.
"Apa kita tidak jadi pergi?" tanya Theodore, suaranya berubah, ya, ia terdengar sedih. Nagisa menggelengkan kepalanya, ia menoleh ke samping, menatap Putranya yang juga menatap dirinya. "Kita akan pergi ke Akuarium hari ini," ujar Nagisa lalu ia mengecup pucuk hidung Theodore, membuat Theodore terkekeh geli.
Theodore melepaskan pelukannya dari Nagisa, ia berpindah ke sisi lain di atas tempat tidur. Setelah semua kegaduhan yang ia buat dan itu cukup gaduh untuk membangunkan seseorang, namun sang Daddy masih pulas seolah ia tak mendengar kegaduhan apapun.
"Papa, Daddy belum juga bangun."
"Kau butuh usaha ekstra untuk membangunkan Daddy-mu," jawab Nagisa sambil menarik kembali selimut yang tergeletak di lantai karpet.
Theodore merangkak menghampiri Luca, ia memandangi Luca yang masih tertidur disertai dengkuran pelan. Theodore mengulurkan tangannya dan membelai pipi Luca.
"Daddy, bangun Daddy," ujar Theo seraya membelai Pipi Luca.
"Daddy, bangun. Kita akan pergi, Daddy."
"Daddy, Daddy bangun."
Meski dengkurannya telah hilang, Luca tetap tak bermaksud untuk membuka matanya. Theodore menggembungkan pipinya, ia mulai kesal. Cara seperti ini tidak cukup membuat Daddy-nya membuka mata, karena itu Theodore memutuskan untuk memikirkan cara yang lain dan sebuah ide muncul dalam benaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Love That Lost His Way [ 4 ]
RomanceNagisa kembali ke Inggris bersama Luca, suaminya untuk memulai kehidupan rumah tangga mereka dengan mengadopsi anak seperti permintaan Nagisa. Kehidupan mereka bahagia dan sempurna. Suami yang begitu mencintainya, anak manis sesuai yang ia inginkan...