[Luca]
.
.
"Lu-chan, aku akan menelponmu setelah aku sampai! Ah, aku juga akan mengirimkan pesan untuk mengingatkanmu waktunya makan dan minum obat." Nagisa terus mengulangi kalimatnya, meski aku sudah memberi jawaban 'ya' sangat jelas.
Nagisa berlutut di hadapan Theo, mengambil kedua tangan Theo lalu menatap jagoan kecil kami lekat-lekat. "Theo-kun, Papa akan pergi selama satu minggu, selama Papa pergi, Theo-kun harus jadi anak baik ya?" Theo menganggukkan kepalanya, "Kalau sudah selesai bermain, harus dibereskan ya?" Theo menganggukkan lagi kepalanya, "ya, Papa."
Aku dan Nagisa telah bicara pada Theo tentang rencana Nagisa melakukan perjalanan ke Haiti. Pada akhirnya, bukan Afrika. Dan kami menawari Theo, apakah dia ingin ikut bersama Nagisa dan Reo ke Haiti atau tinggal di rumah.
"Papa, mau pergi melihat gajah dan singa dan harimau? Tuan Braide bilang di Afrika ada banyak gajah!"
"Ah! Benar juga! Kalau Theo-kun mau ikut, kita bisa mampir untuk melihat gajah dan hewan lainnya! Lu-chan, bagaimana ide ini?"
"Aku tidak keberatan, ada baiknya Theo melakukan wisata ke luar Negeri."
"Papa! Papa! Aku mau ikut!" Theo melompat-lompat di atas tempat tidur kami karena girangnya.
"Hmph! Kalau begitu besok kita buat paspor untuk Theo-kun ya!" ujar Nagisa, mereka berdua tampak sangat bersemangat.
"Daddy! Daddy naik aku boleh naik gajah tidak? Nanti Daddy ikut naik juga ya!"
"Sayang sekali, aku tidak ikut pergi menemani kalian. Gantinya Reo akan menemanimu dan kau bisa memintanya naik bersamamu." Theo menatapku bingung setelah jawaban yang aku berikan. Ia berjalan menghampiriku lalu tanpa ragu duduk di atas pangkuanku.
"Daddy, apa karena kaki Daddy masih sakit, Daddy tidak bisa pergi?" tanyanya, matanya yang coklat menatapku penuh keingintahuan. "Setengahnya ya, setengahnya tidak. Aku minta maaf, masih ada pekerjaan yang harus aku lakukan. Tapi jangan khawatir, Papa dan Reo akan menemanimu bersenang-senang." Theo terus memandangiku tanpa mengatakan apa-apa.
"Theo-kun?"
Theo bangkit berdiri dari duduknya di pangkuanku lalu berjalan menghampiri Nagisa dan merangkul leher Nagisa. Nagisa tampak terkejut mendapati Theo yang tiba-tiba bersikap manja, dengan lembut ia membelai punggung Theo kemudian bertanya apa ada yang mengganggunya.
Dengan suara yang pelan dan lembut Theo menjawab, "Papa, aku akan di rumah menemani Daddy. Papa tidak marah kan?" Baik aku dan Nagisa, kami cukup terkejut. "Papa, papa, dengarkan aku, kalau Papa tidak ada di rumah, kasur ini jadi sangat, sangat, sangat besar! Kalau Daddy tidur sendirian, nanti Daddy kesepian, nanti Daddy menangis. Aku di rumah saja, aku akan menemani Daddy tidur! Seperti waktu Daddy tidur di rumah sakit, aku, aku, tidur di sini menemani Papa, ya ya?"
Aku tidak tahu harus mendeskripsikan seperti apa—senyuman Nagisa waktu ia mendengar kalimat Theo. Hanya saja Nagisa tampak begitu bahagia, senyumannya begitu tulus mempesonaku.
"Papa mengerti! Theo-kun, selama Papa pergi, Theo-kun tolong temani Daddy ya! Kalau Daddy nakal, nanti laporkan pada Papa ya!"
"Aku nakal?" komentarku seraya mengangkat satu alisku.
"Ya, Papa!" Theo memberi hormat pada Nagisa, Nagisa pun membalas hormat Theo dengan hormat yang sama. "Daddy, kalau Daddy nakal nanti aku laporkan Papa ya!" lapor Theo, tidak, ancam Theo. Aku mengangkat sudut bibirku, "kalau begitu, jika Theodore nakal, Daddy akan melaporkan kenakalanmu pada Papa."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Love That Lost His Way [ 4 ]
RomanceNagisa kembali ke Inggris bersama Luca, suaminya untuk memulai kehidupan rumah tangga mereka dengan mengadopsi anak seperti permintaan Nagisa. Kehidupan mereka bahagia dan sempurna. Suami yang begitu mencintainya, anak manis sesuai yang ia inginkan...