Lost His Way (18)

6.4K 932 323
                                    

[Nagisa]

.

.

"Theo-kun, jadilah anak baik ya di sekolah." Aku berpesan pada Theo sebelum mengecup pipinya. "Sampai nanti Papa!" seru Theo sebelum masuk ke sekolah bersama salah seorang guru. Aku kembali ke mobil dan meminta Peter mengantarku ke kafe kemarin yang Johan menganjakku sepulang belanja.

Pagi ini Luca tidak mengatakan apa-apa lagi tentang kejadian kemarin. Dia juga tidak bertanya apa-apa. Apa mungkin ia benar-benar tidak lagi peduli pada apapun yang aku lakukan...? Aku juga tak bermaksud untuk berbohong, hanya saja Luca yang tidak mau mengerti keinginanku membuatku tidak nyaman memberitahunya tentang apa yang ingin aku lakukan.

"Haah..."

"Hari ini anda tampak tidak bersemangat, Tuan?" tegur Peter, mungkin ia mendengarku menghela napas panjang.

"Peter, kenapa Lu-chan begitu dingin?" tanyaku seraya memandang keluar jendela.

"Saya tidak berpikir begitu," jawab Peter, terdengar seperti orang yang setengahnya tertawa. Aku memalingkan wajahku ke arah Peter. Meski tidak bisa melihat wajahnya, entah mengapa aku merasa ia tersenyum ringan.

"Apa semua orang di sini dingin hatinya?" tanyaku lagi.

"Haha, saya tidak tahu."

Aku tidak mengatakan apa-apa lagi setelah jawaban terakhir Peter.

Beberapa puluh menit kemudian akhirnya aku tiba di depan kafe. Aku meminta Peter menungguku ssampai aku selesai. Karena hari ini Luca menyupir mobil sendiri, Peter tidak perlu kembali ke kantor.

Aku bergegas masuk ke dalam kafe, menengok ke sekeliling untuk mencari di mana Johan. Johan memberitahuku kalau ia sudah tiba lebih dulu, jadi seharusnya ia sudah berada di kafe sekarang ini. Aku berjalan melewati beberapa meja untuk sampai ke ruang kafe yang lebih dalam. Di sana aku melihat Johan tengah berbincang dengan seorang pelayan.

Johan memang berbeda, ia membuat semua orang merasa nyaman, ia juga menghargai orang lain sehingga orang lain pun menghargainya dengan baik. Mungkin jika aku janjian untuk bertemu dengan Luca, ia mungkin hanya akan duduk diam. Tidak, ia mungkin tidak akan mau pergi ke kafe murahan seperti ini.

"Johan," aku menyapanya. Johan dan si pelayan berhenti bercakap-cakap setelah mereka melihatku. Johan bergegas bangun dari duduknya lalu menghampiriku, menarik sebuah kursi dan mempersilahkan aku duduk.

"Terima kasih," balasku

"Apa yang ingin anda pesan, Tuan?" tanya si pelayan sembari menyodorkan buku menu.

"Satu Espresso," jawabku tanpa repot-repot membuka buku menu. Pelayan kafe meninggalkan kami ssetelah mencatat pesananku.

"Bagaimana hari pertama Theo dengan sekolah barunya?"

"Baik sekali, dia sampai tak terlihat gugup. Theo-kun bahkan sudah akrab dengan salah seorang guru di sana." Jawabku. Johan tersenyum lembut dan mengatakan kalau Theo punya sifat mudah akrab yang sama denganku.

"Kemarin suamimu tidak melakukan apa-apa padamu, kan?" tanya Johan. Aku menggelengkan kepalaku. "Tidak, Lu-chan tidak melakukan apa-apa. Ia mengerti alasanku dan bisa menerima itu dengan baik," jawabku. "Benarkah?" Johan menatapku sedikit tak percaya. "Ya, haha. Aku juga sangat terkejut tapi Lu-chan benar-benar tidak mempermasalahkan apapun lagi," aku memberi tahu Johan.

"Kenapa tidak dari dulu saja ia mencoba untuk lebih pengertian!" Johan mendengus kesal dan aku hanya terkekeh sambil menganggukkan kepala.

Beberapa menit kemudian, pesananku datang. Tapi aku tidak melihat pesanan Johan.

The Love That Lost His Way [ 4 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang