Langkahnya yang mungil membawa gadis manis ini ke arah ruangan kelas. Pundaknya menenteng tasnya yang berat, masih menggunakan seragam sekolah dihiasi cardigan hitamnya.
Ia masuk ke dalam kelas, tempat bimbelnya itu. Candies. Sangat menyukai musik dan pandai bermain gitar. Memiliki banyak teman dan terkenal dengan keramahannya. Senyumnya selalu mengundang kehangatan disekitarnya. Tidak heran banyak lelaki yang mengaggumi dirinya."Kok tumben sih lo baru dateng jam segini?" tanya Bunga langsung menghampiri Candies yang sedang menaruh tas beratnya itu.
"Macet gila! Lo juga, biasanya ngajak bareng tadi gw cariin malah ga ada," tutur Candies.
"Hehehe sorry lah, lupa bilang gw. Tadi gw nyiapin tugas kelompok dulu buat pelajaran biologi si Pak Bowo."
"Kabarin makannya," Maklum Candies dan Bunga berbeda kelas, Candies anak XI-1 sedangkan Bunga anak XI-3.
"Mau banget gw kabarin nih haahah?" ledek Bunga sambil menoel dagu mungil Candies.
"Dih paan dah, udah ah keluar dulu yuk. Temenin gw beli apa kek di depan, laper anjir."
Tanpa persetujuan Bunga, Candies langsung meluncur melangkahkan kakiknya. Niatnya keluar sebentar untuk membeli makanan kecil sebelum memulai pembelajaran di bimbel. Tanpa perintah, dengan sigap sang sahabat sejati melangkahkan kakinya juga mengikuti sahabatnya. Mereka sudah menjadi sahabat sejati yang selalu nempel yang tak bisa lepas, wajar saja mereka sudah bersama sejak kelas 1 SMP.
Sekitar 10 menit berada di luar kelas, mereka kembali dengan membawa roti ditangan dan sebotol air putih yang baru saja mereka beli.Waktu sudah dua jam berlalu, langkah mereka pelan dan berat, dengan raut muka yang lusuh mereka keluar kelas sambil mengeluh sangat lelah.
"Gw cape banget jir, mana besok gw ada test praktek gitu. Pelajaran si Bowo," Bunga sudah malah berurusan dengan Pak Bowo, guru yang terkenal killer di sekolah.
Candies menjawab seakan memberitahu, bahwa yang cape dan banyak banyak tugas bukan hanya Bunga, "Yaelah emang lo doang apa, gw juga besok ada ulangan kaliii, kimia lagi."
Beberapa anak tangga sudah dilalui, "Mamam tuh kimia dies ahahaha." Mereka bercanda dan tertawa.
Tak sadar bahwa sekarang banyak mata yang menatap mereka.
Dari arah berlawanan, mata manisnya menatap linglung. Tingginya semampai, wajahnya begitu tampan, laki-laki ini sedang kebingungan seperti mencari seseorang.
Bunga seketika menjadi histeris melihat lelaki tampan itu,
"Dies ,cakep banget anjir parah." tipe orang yang mudah mengagumi, itulah Bunga. Ia bahkan bisa menyukai lebih dari satu orang laki-laki akibat termakan ketampanannya. Bisa dibilang, Bunga itu agresif sama cowo, katanya sih sekarang emansipasi wanita. Cewe deketin duluan udah biasa kali. Beda urusannya kalau dia udah ketemu sama mantannya, jadi patung jadi deh.Bunga yang masih histeris tak ditanggapi oleh Candies. Ia cuek dengan banyak lelaki, apalagi dengan fakta bahwa banyak lelaki yang mencoba dekat dengannya.
"Apaan dah buta lo, cakep darimananya? B aja njir." Bunga mengelak dan tetap berteguh pada pendiriannya bahwa cowo yang ada dihadapannya ini sangat tampan."Woyyy cakep bego, makannya lo buka hati sama cowo, udah hampir setaun lu ngejomblo gini! Gw sih jadi lo bosen njir ahaah." jawab Bunga tanpa menolehkan pandangan dari lelaki tampan itu.
"Ah serah dah, ada waktunya gw bisa ngebuka hati kaya dulu lagi. Belom tepat aja waktunya ."
Langkah lelaki itu berhenti di hadapan mereka berdua. Kaget bukan main, cowo yang sendari tadi mereka perdebatkan sekarang tepat di depan mereka.Ngapain dah cowo ini diem depan kita? ucap Candies dalam hati. Candies menatap Bunga, Bunga menatap Candies. Candies menatap lelaki itu dengan muka yang sinis, dan tebak bagaimana muka Bunga sekarang. Sudah seperti tomat yang siap dipetik.
"Hai, sori gw mau nanya, kalo disini kelas 11, ruangannya di lantai berapa?"
"Itu di sebelah tangga," tanpa nafas Bunga menjawab.
"Ok, thx ya." Senyum ramah dari kedua gadis itu mengembang untuk lelaki ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
BREATHE
Teen FictionAku telah membuka semua pintu dan melepas merpati-merpati itu pergi. Tanpa pesan, tanpa persinggahan. Melintasi taman paling rindu, dimana kau bunuh kenangan kita dulu. Dan sungguh, aku tak akan pernah memberinya denyut nadi lagi. Hidup kembali, sep...