16 [Candies]

36 4 0
                                    

Bel pulang sekolah sudah berbunyi. Segera aku menuju parkiran sekolah, dan menggas mobilku.

Aku berjalan perlahan memasuki area pemakaman, sambil memeluk bouqet bunga yang sebelumnya kubeli. Aku menghampiri salah satu makam yang sudah terbalut batu nisan.

"Hai Dan, lo apakabar disana? Gw yakin sih lo udah bahagia disana. Gw kangen lo, kangen tiap sore ke taman bareng, andai lo ada disini. Gw yakin disaat hati gw gundah gini, lo kasih semangat ke gw, dan gw kangen sama lo. Kangen ngabisin waktu bareng lo! Dan, Danuu gw kangen lo!" aku menangis sekecang mungkin dan berharap ada Danu disampingku sekarang.

"Dan lo tau ga, ada anak baru disekola. Keliatannya lagi deketin gw, tapi hati gw belum mantep dan gw reflek cuek ke dia, Dan gw harus apa? Gw gamau nyakitin perasaan cowo lagi nantinya. Gw belum siap untuk tersakiti lagi. Danu plis Dannn gw mau meluk lo sekarang juga Dan," kembali tangisku pecah. Diantara sepi ini aku membuat gaduh dengan tangisku yang meledak.

Disaat aku menangis tersedu-sedu, tiba-tiba dari belakang ada yang memegang pundaku. Sontak aku menoleh berharap Danu yang menepuk pundakku.

Aaron? Aaron, orang yang baru saja aku bicarakan di depan Danu. Ntah kenapa disana aku bukannya menanyakan kenapa dia ada disini, aku malah memeluknya dengan erat.

"Its ok dies, gw ada disini," katanya sambil memeluk ku erat. Aku kembali menangis kencang, rasanya sedih sekali karena teringat sosok Danu.

"Dies udah dong nangisnya," bisik aaron pelan. Aku melepas pelukan itu dan langsung mengusap air mataku.

"Dies lo boleh jadiin pundak gw untuk bersandar ketika lo lagi sedih," ia membantu mengusap air mataku yang menetes sangat deras.

-----

Hujan pun turun sangat deras. Padahal ketika aku pergi, langit masih cerah. Aaron langsung menggandeng tanganku dan mengajakku ke kedai kopi tak jauh dari kuburan itu. Ia langsung memesankaku coklat panas dan minuman untuknya.

"Dies, r u ok?" tanya Aaron sambil menunggu caramell macchiato milikya datang.

"Ya, i'm ok" jawabku sambil memberikkan sedikit senyuman padanya

"Kak, ini Hot Chocolate sama Caramell Macchiatonya. Silahkan dinikmati.," waiter memecah obrolan kami.

"Makasih mas," jawab Aaron saambil tersenyum.Senyuman itu, senyuman yang sering kali kulihat dulu.

Senyuman yang sangat mirip dengan
senyuman Danu dulu. Apa danu sedang menjelma menjadi sosok Aaron. Ahh tidak mungkin lah, ini hanya pikiranku saja yang sedang kacau. Jadi semua kusangkut pautkan.

"Dies hai, kok bengong."

"Ehh iya sorry," ntah kenapa aku mulai tidak berlagak jutek dihadapannya semenjak dia menghampiriku.

"Btw thanks, lo udah nenangin dan nemenin gw."

"Gapapa dies santai aja. Kalo boleh gw tanya, Danu itu siapa dies? Sorry kalo gw nanya gini ke lo."

"Danu itu sahabat gw selama 12 tahun-nan, dia pergi ninggalin gw duluan karena kanker paru-paru.....," aku menceritakan secara detail kronologis kejadian itu. Ntah kenapa ada rasa nyaman tersendiri. Walaupun perih dan berat menceritakan semua itu.

"Sorry dies gw gamaksud buat lo sedih lagi."

"Gapapa ron.lagian gw udah agak lega"

"Dies habis ini ikut gw yuk."

"Kemana?" aku bingung.

"Ke suatu tempat yang gw yakin bisa bikin lo tenang."

"Tapi mobil gw?"

"Oiyaa gimana ya?"Tiba-tiba saja, ntah ini jalan Tuhan atau bagaimana, Viona dan Carra datang.

"Ehh ada candies disin," sapa Viona.

"Jadi ini nih yang disebut urusan," sahut Carra.

"Ahh diem, sini ikut gw bentar Vi, Car," aku langsung menyeret Viona dan Carra ke dalam WC dan memohon supaya mereka membawa mobilku.

"Pliss gw mohon. Besok lo bawain mobil ke sekolah atau hari ini lo taro di rumah gw bebas dah, gantinya gw bayarin lo beli kopi, gw buru-buru nih keburu sore banget."

Viona dan Carra mengiyakan dengan mudahnya. Mereka penasaran tapi aku tetap tidak mau cerita sekarang.

"Gw duluan ya, nih kuncinya. Nih duitnya sorry kalo gw ngerepotin sorry banget sorry,"

"Sans aja anjir lo kaya ke siapa aja, kebetulan kita juga gabawa kendaraan kesini," jawab Viona sambil menunggingkan senyum tulusnya.

"Yeay kopi gratis," Carra menyahut dengan polosnya.

"Yah lo, gratisan mulu maunya," sahut Viona.

Aku bergegas meninggalkan mereka berdua dan kembali ke meja tadi kami tempati.

"Mobil gw udah tenang."

"Ok, jalan sekarang?" tanya AaronAku mengangguk dan tersenyum.

----

Ini adalah kali pertamaku dibonceng laki-laki lagi setelah setahun. Angin sore yang kencang dan jalanan yang basah mengiringi kami berdua.

"Mau kemana sih ron?" tanyaku.

"Ikut aja, gw culik lo gapapa kan?"

"Seenaknya nyulik gw, awas lo ya," jawabku sambil mencubit pinggangnya pelan

"Sakit sumpah, beneran gw culik ga gw balikkin ke orang tua lo, tau rasa dah"

"Awas lo ya gw triakin penculik."

"Teriak ajaa" nadanya menantangku, Aaron langsung mengendara motor itu dengan kecang, mungkin dengan maksud orang-orang tidak mendengar bahwa aku meneriaki dia penculik.

"Sumpah ya dies akhirnya lo bisa banyak ngomong setelah sekian lama lo cuekin gw gitu aja," kata Aaron

"Gw emang gitu sih," jawabku yang jujur bahwa aku emang jutek

"Mulai jir juteknya keluar."

"Apa dah, masa sama stranger gw tiba tiba agresif."

"Iya jugasih."

----

Setelah setengah jam diperjalanan akhirnya Aaron menurunkanku di salah satu daerah yang agak jauh dari kota bandung. Tempatnya lumayan sepi dan di daerah atas. Ntah darimana dia tau tempat ini, padahal dia orang baru disini.Cuaca yang masih asri, jauh dari hirup pikuk kota bandung. Terasa nyaman berada disini, ditemani nyanyian burung dan hembusan angin sore.

"Ayo jalan," ajak Aaron.

"Kemana lagi," tanyaku.

"Udah ikut ja gajauh."

Selama kami berjalan berdampingan, aku kembali bercerita. Ia juga mulai terbuka denganku. Bagaikan sepasang sahabat yang sudah lama berkenalan.

"Dies lo jangan pernah nganggep diri lo itu sendirian ya."

"Maksud lo?"

"Ya lo jangan pernah kesepian, disini masih ada gw yang sama-sama pernah lupa rasanya jatuh cinta."

"Lo? Lupa jatuh cinta? Mimpi doang kali."

"Yaelah, ini gw serius."

BREATHE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang