20

37 3 0
                                    

Hari demi hari kulewati. Hari mulai berganti bulan. Dengan hitungan bulan, aku semakin dekat dengan Aaron. Waktu bertemu kita juga semakin insten, bahkan aku  sering sekali pulang dan pergi dengannya. Bimbel ataupun sekolah. Aaron pun sering main kerumah, bahkan aku selalu menemaninya latihan basket untuk memperiapkan pertandingan antar sekolah. Namun, bukan berarti persahabatnku dengan kecebong buluk menjadi hancur. Tidakk, mereka mensupport ku. Sangat. Tak lupa, selain kabar bahwa aku dan Aaron semakin dekat, kini ada satu kabar lainnya yang juga mencengangkan. Bunga dan Alex balikkan lagi. Tapi perasaanku tetap sama. Ya nyaman hanya sekedar nyaman, belum ada rasa cinta  ataupun sayang. Sayangku padanya hanya sekedar teman bahkan sahabat. Belum lebih. Dan perhatiaan Aaron padaku pun aku rasa tidak lebih dari seeddar teman dekat. Rasanya belum mantep. Lagipula Aaron sempat cerita padaku bahwa dia suka dengan anak kelas lain, tapi di belum berani mendekat karena katanya sih cewenya ga peka dan dia ga ngasih siapa nama perempuan itu.

Tepat ditanggal ini, hari ini adalah hari yang Aaron tunggu-tunggu. Pertandingan basket  dimulai. Sekolah kami melawan SMAN81 Bandung.

Tentu saja aku datang dengan teman-
temanku. Tapi kali ini aku hanya bersama dengan Bunga. Viona dan Carra sedang ada kerja kelompok. Mereka memang ratunya ngaret. Kalau deadline sudah dekat baru deh kelabakan.Padahal pertandingan basket itu selalu ramai pengunjung disertai teriakan-teriakan gila dari para penonton yang ngeceng cowo-cowo basket yang tampan-tampan. Sayangnya kedua sahabatku ini tak bisa datang.

Aku dan Bunga duduk diantara supporter sekolah kami. Bunga sangat bersemangat

“Ayo alex!! Kamu pasti bisa!! AYO ALEX!!!” uhh suaranya sangat keras, benar-benar merusak gendang telinga.

Lain halnya denganku. Aku hanya duduk manis sambil menatap anak basket khususnya Aaron dari kejauhan. Sesekali Aaron memandang ke arahku. Mata kami bertemu, dan kami saling menyunggingkan senyum.
Ntah kenapa, tidak seperti biasanya. Karismanya Aaron keluar, bener-bener cool dan ntah kenapa, aku tiba-tiba senyum-senyum sendiri melihatnya bermain seperti itu.

Kenapa baru sadar sekarang sih kalo Aaron itu keren banget? tanyaku dalam hati. Ini cuma baper doang atau gimana sih? Kok jadi gini?

“Woy bengong aja lo, terpukau sama Aaron ya lo?” Bunga menyenggol pundakku dari belakang.

“Sstt diem ah, bicik mulu.”

“Berdiri ayo! Biar lebih jelas liatnya.”

“Hmm yaudah deh,” setengah penasaran akhirnya aku berdiri juga. Aku semakin jelas melihat Aaron. Baru kali ini aku melihat Aaron sangat keren dan tampan.

Astaga udah dies udah.

dalam hatiku aku menenangkan diri sendiri.

Aku benar-benar menikmati pertandingan sengit ini. Sampai pada menit-menit terakhir. Sekolah kami agak tertinggal sedikit. 48-50, ugh sangat tipis bukan.

Seorang anak laki-laki berhasil merebut bola dari tangan lawannya. Ia berlari amat kencang sambil mendrible bola di tangan.

‘SYUNG’!

Seorang MC mengakhiri pertandingan dengan sorakan “THREE POINT!!”

Tak kalah dengan para pendukungnya, sorak sorai makin kencang ketika mendengar sorakan sang MC. Aaron, anak lelaki ini berhasil menyelamatkan sekolah kita di detik-detik terakhir.

“Dies! Samperiin yuk!” ajak Bunga

“Samperin apaan?” tanyaku bingung

“Samperin merekalah!” sambil menunjuk ke arah Aaron, Alex , Rangga, Dimas dan kawan-kawannya yang masuk ke dalam ruang ganti.

BREATHE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang