5

22 3 0
                                    

Matahari mulai terbit. Mandi, sarapan, dan jemput teman-teman. Ya rutinitas hari-hariku. Hari demi hari yang ku lewati sama saja. Selesai sekolah aku bimbel, jika tidak bimbel ya aku mengajak teman-temanku ke rumah, atau aku bergantian ke rumah mereka. Belajar bersama atau ya, melakukan hal yang lainnya.

Kira-kira sebulan sudah berganti, dan sekolah mengadakan acara rutin setiap tahunnya. Malam Pentas Seni. Selain menjabat sebagai ketua kelas, aku juga sudah dilantik menjadi Ketua Osis. Super duper sibuk, malam pentas seni ini membuatku sedikit kewalahan. Tiap pulang sekolah, pasti ada rapat bahkan di hari libur sekalipun aku harus masuk sekolah. Tidak ada waktu untuk beristirahat sama sekali. Tapi ya, aku rela rela saja, demi sekolah dan demi menampilkan acara yang bagus.
Pengorbanannya cukup berat, aku jadi jarang bermain bersama teman-temanku  akhir-akhir ini. Terimakasih pada teman-temanku yang mau memaklumiku. Sesekali mereka bahkan menemaniku rapat OSIS.

H-3 sebelum diadakan Malam Pentas, kami semua melakukan gladi kotor. Kami berkumpul di salah satu ruangan di sekolah. Ini jam istirahat, tapi rasanya bukan istirahat bagiku. Aku berlari secepat kilat mengejar waktu supaya gladikotor berjalan dengan lancar. Banyak yang harus ku urus, aku harus mengurus sound sistem,konsumsi, panggung, jadwal acara. Walau ada pembagian tugasnnya, tetap saja akulah yang paling bertanggung jawab untuk semuanya.

DUNG!!’

bola menggelinding dan kepalaku rasanya berputar-putar. Ya ampun apa itu. Gelap. Aku langsung tak sadarkan diri, karena mengenai kepalaku dan ntah mengapa sangat pusing sekali.

“Dies, dies bangun dies,” suaranya tak asing. Perlahan aku membuka mataku. Bunga.

Kulihat disitu ada formasi lengkap sahabta-sahabatku Bunga, Viona, Carra, dan siapa ya rasanya kenal? Aaron?! Ngapain dah dia disini? Ada badai apa sampai-sampai ada Aaron? Sudah sebulan aku tak melihatnya muncul di depan mukaku lagi. Dan sekarang malah muncul di tempat.. ini dimana?

“Gw dimana Vi?” tanyaku yang masih setengah sadar.

“Lo di UKS, tadi lo pingsan. Lo digotong sama Aaron sama guru penjas juga.”
Hah? Kenal aja kagak masa tiba-tiba gotong?

“Hmm sebelumnya, gw mau minta maaf, tadi penjas lagi sparing basket. Gw kurang hati-hati, tadinya gw mau passing ke temen gw, tapi malah nyasar di kepala lo,” ya ampun.

Aku berdiam sebentar.“Gapapa kok, makasih udah dibawa ke UKS,” jawabku sambil meringis

“Lo serius ga papa?” tanya Aaron mulai merasa bersalah.

“Sekali lagi gw minta maaf,” pintanya
“Cuma pusing sedikit sih, bentar lagi juga ilang,” aku berusaha menahan sakit di kepalaku. Aku tidak mau urusannya bertambah panjang.

“Btw sebelumnya gw kayaknya pernah liat lo dimana ya?” Aaron mulai mengingat wajahku.

“Kita pernah ketemu di tempat bimbel, terus waktu itu lo ke rumah gw, ngambil pesenan cathering,” tanganku masih sibuk mengelus-ngelus kepalaku .

“ Oiyah, gw inget! Nama gw Aaron,” Ia mengulurkan tangannya. Berkenalan secara resmi.

“Nama lo..??”

“Candies, salam kenal,” tangkaku membalas uluran tangannya. Sekarang sudah resmi berkenalan.

“Ahh Vi, Bung, Car! Gw lupa, gw harus gladi kotor, gw kan ngurusin semuanya belum lagi gw ngisi acara.” aku tersadar secara penuh untuk kali ini. Kepalaku rasanya masih berat namun kupaksakan bangun.

“Santai aja, anak osis udah pada tau. Mereka bilang lo istirahat dulu aja,” kali ini Bunga berusaha menenangkanku.

“Muka lo pucet banget tau dies. Lo tuh kecapean, belom lagi pala lo kepentok bola,” Viona menyahut dan membaringkan diriku kembali, Carra ikut-ikutan manggut-manggut.

“Sorry ya sekali lagi garagara gw jadi gini. Gimana sebagai permintaan maaf gw, lo balik aja sama gw, motor gw biar gw taro disekolah. Dan gw yang nyetir mobil lo? Lagian rumah lo sama gw searah,” Aaron menawarkan tawaran yang aneh. Aku tidak merasa gimana-gimana, maksudku dia kan cuma ingin minta maaf. Lagipula aku pun sadar aku memang kecapean ditambah kepentok bola.

“Hmm gimana ya?” aku langsung melirik ke arah teman-temanku. Senyum mereka menandakan aku harus menyetujui saran Aaron

“Gimana?” Aaron kembali memastikan.

“Hmm boleh,” jawabku sambil masih mengelus kepalaku

“OK,  gw balik lagi kesini kalo udah pulang sekolah. Gw duluan,” senyum terakhir dari Aaron. Disitu perasaanku biasa saja, aku tidak menolak ajakannya ya karena aku tahu niatnya baik, meminta maaf dan membantuku.

“Cie pulang bareng,” Viona mulai mengejekku.

“B aja lagi, alay lo pada.”“Bung, gw gapapakan balik sama Aaron?” memastikan Bunga tidak baper.

“Gapapa anjir selow aja sama gw mah. Yang penting lo baik-baik aja. Tar gw ingetin ke dia jangan macem-macem sama sahabat gw ini,” Bunga memegang pundakku.

“Wahh bentar lagi ada yang jadi bahan gosip 1 sekolah nih,” sambung Carra

“Yehh lo apaan si, balik bareng doang sumpah. Cuma sekali doang ini mah.”

BREATHE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang