***
[Candies]Hari minggu ini biasanya aku selalu bantuin bunda masak kalo lagi ada pesenan cathering, ya itung-itung belajar masak.
"Dies tolong kupasin bawang ya," teriak Bunda
"Iya bun," aduh ngupas bawang, ini mata perih banget, air mata mulai deh bercucuran.
"Dies, gimana kemaren kemana aja?" sambil memotong sayuran yang aka dijadikan sayur asam bunda menoleh padaku.
"Cuma ke bukit bintang bun sama ngafe." jawabku sambil fokus menupas kulit bawang
"Berdua aja sama aaron?" tanya bunda penasaran
"Waktu di bukit bintang sih berdua, tapi waktu di cafe sih ketemu sama bunga alex juga," jawabku singkat karena pedihnya mata
"Ouh gitu, dies gimana sama Aaron?"
"Aw!" mungkin aku kaget degan pertayaan bunda, sontak saja tanganku terkena pisau dapur
"Ati-ati dong dies, dicuci dulu tangannya terus cari obat merah sama plesternya," bunda langsung perhatian segala petuahnya dikeluarkan
Aku bergegas mencuci tangan dan mencari obat merah , Aduh ada ada aja, masa cuma ditanya soal Aaron aku jadi keiris gini sih tanganya ucapku dalam hati.
"Udahh bun, lanjut lagi ya."Bunda mengangguk dan kembali bertanya pertanyaan yang tadi. Aku tidak bisa menutupinya.
"Bun, kemarin aaron nembak candies di bukit bintang"
"Oiyah? Terus gimana?" tanya bunda penasaran
"Belum candies jawab."
"Kok gitu? Kenapa?" tanya bunda penaaran lagi
"Karena candies belum siap 100% lagi untuk terluka, candies sayang sama aaron, nyaman juga, tapi candies masih takut disakitin atau nyakitin lagi bun. Candiess juga belum siap kalo aaron tau candies yang sebenarnya."
"Dies, bunda yakin aaron itu orang yang tepat buat ngisi kekosongan hati kamu dan mulihin semua bekas luka kamu. Bunda juga liat kalo aaron itu tulus banget sama kamu, harusnya kamu jujur dari awal ke dia kalo kamu itu 'istimewa', dies coba deh yakinin diri sendiri, kamu juga harus peka lagi. Bunda gamau liat kamu yang mikirnya selalu kaya gini, kamu harus maju, kamu ga bole negatif thinking terus," bunda menatapku sambil penuh harap. Bunda benar juga salah.
Aku ini memang seperti ini, cara pemikiran dan luka dihatiku memang sulit diubah. Bagaimanapun juga aku tidak boleh diam ditempat. Tapi asal tahu saja, tidak semudah berucap. Apapun yang aku lakukan sampai saat ini adalah usaha, usaha yang tak kunjung mebuahkan hasil. Aaron, ia benar-benar bisa membuka pintu hatiku yang terkunci rapat. Apa yang harus aku ragukan lagi?
"Setiap orang itu pasti pernah ngerasain sakit hati, tapi sakit hatinya beda-beda. Mereka aja bisa bangkit, kamu juga harus bangkit dong! Kesempatan ga datang dua kali lho," sekali lagi bunda benar. Kali ini bunda benar. Aku harus bangkit.
Bersyukur punya bunda yang bisa diajak curhat kaya gini. Aku langsung memeluk bunda, reflek lenganku memeluk erat bunda tercinta.
"Bun makasih ya," bunda mengangguk lalu mencium keningku.
Mungkin sudah waktunya aku bangkit. Mungkin aaron adalah orang yan tepat. Sampai kapan aku harus terus ragu? Sampai kapan aku mau menanggung resiko, kata bunda juga kesempatan tak datang dua kali. Apa gunanya aku diam atau menolak. Ini sama saja membuang kesempatan bukan?Ahhh, ini urusan kenapa ribet banget sih. Air mata kembali bercucur. Ah, aroma bawangnya membuat mataku pedih. Masak, masak, masak!! Ayo sekarang fokus!
KAMU SEDANG MEMBACA
BREATHE
Fiksi RemajaAku telah membuka semua pintu dan melepas merpati-merpati itu pergi. Tanpa pesan, tanpa persinggahan. Melintasi taman paling rindu, dimana kau bunuh kenangan kita dulu. Dan sungguh, aku tak akan pernah memberinya denyut nadi lagi. Hidup kembali, sep...