2

60 7 2
                                    

Kaki bunga mematung seketika. Kami yang menuturnya dari belakang sontak ikut ngerem mendadak.

“Ahhh gilaaa!”

“Kenapa Bung, gila lo ya?”

“Tuh tuh liat tuh siapa?” kami mencari arah telunjuk Bunga menunjuk.
Ternyata eh ternyata, cowo yang kemarin aku dan bunga temui di tempat bimbel kemarin sedang berjalan diantara lorong-lorong sekolah dengan tas yang digendong sebelah pundak. 

“Itu tuh vi, car, cowo yang kemarin gw sama Candies temuin di tempat bimbel.”

“Astaga bung, ganteng amat dia mah! Justin bieber kalah,” Viona menyenggol pundakku, tandanya dia tidak setuju dengan sikap ‘cuek bebek’ yang kuberikan.

“Apa dah, biasa aja sumpah, ga yang gimana gimana gitu.”

“Buta parah nih si candies” Carra ikut-ikutan menyahut.

Mereka yang asik menatap cowo yang ‘katanya’ tampan itu terus menggodaku dan memaksaku mengatakan bahwa dia itu tampan tingkat dewa. Saking asiknya bel sudah berdenting dan membuat kami semua lari terbirit-birit takut kena hukuman.

Terpilih sebagai ketua kelas, aku diberi tanggung jawab untuk menjemput guru yang akan mengajar. Ruang guru letaknya di lantai bawah, dan letaknya mengharuskan aku melewati kelas 11 dan 12.

Langkahku terhenti di kelas sahabatku Bunga, nampaknya aku tak asing dengan wajah yang tadi pagi di dewa-dewakan kawan-kawanku.
Itu bukannya cowo yang kemarin ya? Anak baru di kelas Bunga ya.. eh alah ga penting juga lah ucapku dalam hati sambil terus menatap wajah yang katanya tampan itu.

“Pagi bu, permisi sekarang pelajaran kelas saya,” sapa ku pada Bu Tuti yang sedang menyiapkan buku-bukunya yang terlihat berantakan diatas meja.

“Pagi Candies, oyah tunggu sebentar ya,” Bu Tuti tersenyum ramah.

“Sini bu, biar saya bantu bawa soal dan bukunya,” mungkin hari keberuntunganku, nampaknya Bu Tuti sedang merapihkan soal ulangan kimia . Kesempatan, sayang banget kalau ga dilihat. Soalnya sama kaya yang gw pelajarin kemarin, ahahaha untung deh gw.

Langkah guru yang satu ini begitu lamban. Sabar, sabar, untung guru. Selama menuju kelas Bu Tuti membicarakan anak tampan yang baru masuk di kelas 11. Penasaran dengan ketenaran anak ini akhirnya aku bertanya juga

“Namanya siapa bu?”

“Namanya Aaron, Aaron Putra  Bagaskara.”  panjang umur, anaknya langsung keluar kelas. Langsung saja telunjuk Bu Tuti mengarah padanya. Namanya lumayan juga, tapi tetap bagiku tampangnya itu BIASA AJA.

“Sumpah gw keburu lupa semua ini mah, lama banget sih bahasnya,” belum sampai 10 menit Carra sudah berkeluh.

“Gila ngantuk buset, langsung ulangan aja dah gini mah,” Viona yang duduk di sebelahku menguap lebar-lebar.

“Halah, emang lo bisa apa? Lo kan lemah di kimia vi,” aku masih fokus memperhatikan penjelasan-penjelasan Bu Tuti.

“Bisa lah. Bisa dapet 0 ahahah .. “
“Halah cot ah vi, ahaha. Mangat curutQ  sayang ahaha.”

Bel sudah berdenting, penat otakku mengerjakan soal-soal kimia. Biasanya aku langsung tancap gas ke ruang guru. Berhubung dua kawanku ini ingin ke toilet, biasa tradisi para wanita, ke toilet berjamaah. Dalam perjalanan aku sedikit bercerita mengenai anak tampan yang mereka bicarakan. Sontak keduanya kaget, Candies yang dari tadi ga peduli sama tu cowo ko bisa dia tahu duluan informasi tu cowo.

“Hebat kan gw bisa tau ahaha,”

“Lo kan tau dari si Tuti juga,” seru viona.

“Heh vi, jangan gitu! Kualat lo ntar, nilai lo tar nurun ga naek, gimana lo kalo jadi IPA gagal ahahah.”sahutku sembari tertawa ringan

“Yeh, jangan gitu jirr, tega lu pada.” Viona menyenggol pundakku

“Udah ah ga penting anjir, receh amat dah.” Aku benar-benar malah membahas anak baru ini.

Sampai di depan toilet aku memilih berpisah karena aku harus menjalankan amanat sebagai ketua kelas. Baru dua jam pelajaran, tapi rasanya udah rindu rumah. Bosan, ngantuk, ya kehidupan sekolah selalu seperti itu. Bagi para pelajar sekolah itu melelahkan, pulang sore belum lagi PR, ada bimbel pula, belajar untuk ulangan besok. Kalau bukan demi mengejar cita cita, dan ingin bertemu teman, sahabat, dan ya bagi sebagian orang juga tempat untuk mencari jodoh bahkan untuk bertemu dengan gebetannya. Jujur sangat malas, tapi biarlah toh kita harus bersyukur juga. Karena di luar sana banyak orang yang belum  bisa sekolah seperti kita-kita yang beruntung ini.

------

‘TENG TENG TENG’

Bunyi yang paling ditungguin anak sekolah. Bel istirahat. Ada yang membuka bekal, jajan makan di kantin, bermain basket, sepak bola, bahkan ada juga yang nyontek PR dikelas untuk pelajaran selanjutnya, pemandangan seperti itu adalah hal biasa di dalam sebuah sekolah apalagi di sekolah menengah.
Sama halnya dengan keempat pelajar seperti kami. Duduk, cari makanan di kantin. Lalu kembali ke kelas dan ngerumpi bersama. Aku sendiri selalu siap dengan gitar dan sebuah lagu.

BREATHE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang