Kulangkahkan kaki ke arah sebuah ruangan tempat gladi bersih Pensi diadakan. Terlihat Bunga yang sedang asik melakukan pemasan. Bunga disini bukan untuk menemaniku, tapi untuk acara ini. Dia mengisi acara, sebagai anak dance ia termasuk anggota yang energik.
“Hai dies,” bunga yang melihat kehadiranku mengahampiriku.
“Hai bung, gimana lo udah siap belom buat tampil hari senin??”
“Siap dong, btw lo gimana? Siap ga?” Bunga mengelap keringat didahinya
“Harus siap dong!” jawabku optimis.
“Lo udah baikan kan?” Bunga yang sangat tau kondisi badanku yang kadang kala menurun karena kelelahan mulai mencemaskanku. Dia termasuk orang yang sangat peduli denganku dan sering mengkhawatirkanku.
“Udah gw gapapa.”
“Btw lo gimana sama Aaron, dia kan gabawa motor kemaren,”
OMG, kenapa Aaron lagi? Ya tapi ga penting juga sih, peduli amat toh Bunga sahabatku tak ada salahnya bercerita.
“Jadii...”
“Candies Putri Pranindita,” baru saja mulut ini terbuka dan bersiap bercerita. Nampaknya bukan jodohku untuk bercerita sekarang, guru sudah mencariku. “Ahh sorry sorry bung, pulang sekolah lo bareng gw kan? Nantii gw ceritain.”----
Langit sudah mulai berwarna orange. Dan acara belum juga selesai. Aku harus mengkonfirmasi semua para tamu undangan, juga mengkorfismasi semua pengici acara dari luar.
Tanggung jawab yang begitu besar benar-benar dilimpahkan pada semua pengurus OSIS.“Dies lo udah dari pagi disini, lo ga pulang aja biar gw yang selesein. Lo sama gw juga datengnya duluan lo,” tawar Radit. Ia adalah wakilku. Teman seangkatanku namun berbeda kelas.
“Tar aja jam 5an gw balik paling. Kasian lo juga, ini berat sumpah, masih banyak tugas lainnya,” aku masih sanggup mengerjakan ini semua. Lagi pula banyak yang membantuku.
“Ok deh, tapi kalo lo gakuat bilang. Jangan maksain,” Radit, tipe orang yang baik dan peduli pada siapapun orangnya. Aku mengiyakan dan kembali berkerja, bersyukur mempunyai sahabat dan teman yang pengertian padaku.
Bunga yang setia menemaniku, kedua temanku yang lainnya sedang ada urusan masing-masing, jadi mereka tidak bisa menemani aku dan bunga hari ini.“Bung, lo gapapa nunggu gw sampe jam 5?” Bunga sudah selesai duluan, aku sedikit kasihan kalau dia harus meungguku beberapa jam lagi.
“Gapapalah santai aja, lagipula gw seneng nemenin lo dan bantu bantu dikit lha,” jawaban yang terdengar tulus dari mulut Bunga semakin membuatku bersemangat untuk menyelesaikan semua tugas
“Thankyou curut kesayangan, terbaik emang lo,”
----
Sudah jam 5 lagi. Ah, capek. Aku memutuskan pamit pada Radit karena tidak kuat lagi. Anak lain juga tahu kondisiku, jadi mereka memperbolehkanku pulang duluan. Lagipula sudah 95% kerjaan sudah selesai.
“Ayo Bung,” kepalaku mengangkat pertanda mengajak Bunga keluar.
Aku dan Bunga masuk ke dalam mobil. Mendengarkan musik kesukaan kami, Sheila On 7 dan Coldplay.
“Diess tadikan kepotong yang tadi lo mau ceritain, ceritain sekarang aja yaps,” Bunga mulai penasaran. Sambil memutar lagu ‘Sebuah Kisah Klasik’ dari Sheila On 7 disusul Everglow dari coldplay aku muali membuka mulutku.
“Iya jadi tu, tadi si Aaron ikut gw lagi,” jawabku santai sambil fokus mengemudi.
“Hah serius? Cie cie Candies,” ledek Bunga sambil kembali menoel daguku.
“Yeh apa dah, dia tuh ikut gw cuma mau ngambil motor disekolah terus dia mau latian basket katanya,” penjelasanku cukup menjelaskan bahwa aku dan Aaron tidak ada hubungan lebih.
“Ah modus doang itu mah, dia nyaman sama lo kali,”
“Idih apaan, gw mah ga baperan kaya lo ya sorry, lagian kebetulan doang itu,” tidak aneh jika bunga akan berkomentar seperti itu. Ya jelas saja, Bunga kan orangnya baperan jadi maklum jika dia bisa berbicara seperti itu. Beda denganku, aku lebih sering menyaring semua perbuatan dan perkataan orang lain padaku.
“Iya iya permen ku yang manis.” ya julukanku dari Bunga. Permen, apalagi kalau bukan arti dari Candies dalam Bahasa Inggris.
----
Matahari kini sudah turun bersembunyi. Matahari berganti bulan, alunan musik, sorotan lampu-lampu jalan, orang banyak berlalu lalang, dan jalan yang dipadati kedaraan menemani malam minggua hari ini. Biasanya jarak dari sekolah ke rumah dapat ditempuh dengan 30 menit. Tapi lain halnya dengan hari ini, biasa malam minggu sangat macet. Orang Jakarta dan daerah lainnya, sering sekali berlibur ke Bandung untuk mencari udara segar. Katanya.Berkat penat dan rasa capek, kami memutuskan berhenti di sebuah rumah makan di pinggir jalan.
“Hadeuh akhirnya, laper parah sumpah,” Bunga membuka pintu mobil.“Sama woi gw juga.”
“Lo mau pesen apa biar gw pesenin?” tanya bunga kepadaku sambil sibuk mencari tempat duduk.
“Gw burger sama kentang aja deh,” jawabku, dan segera setelah menemukan tempat kosong aku mengarahkan telunjukku ke kursi kosong itu.
“Eh eh itu disitu ada yang kosong,” dengan cepat aku melangkahkan kaki ke tempat kosong itu disusul Bunga dibelakangku.“Gamau nasi?” tawar bunga sambil mengambi dompet dari tasnya
“Tar aja deh makan di rumah.”
“Nih duitnya,” beberapa lembar uang kusodorkan pada Bunga.“Udah gausah, gw traktir lo aja,” begitulah kami , kadang jika kami masih ada uang sisa jajan selama seminggu, kami suka mentraktir satu sama lain. Jika tidak ya kami suka membayar nya masing-masing atau kadang juga patungan.
“Serius? Thankyou ya bung,” jawabku sambil menyalakan hpku yang daritadi tidak kubuka.
Bunga langsung memesan dan aku duduk sambil mengabari bunda bahwa aku sedang berada di restoran cepat saji.
Candis Pranindita:Bun, aku bentar lagi pulang ya sekarang. Aku lgi ada di restoran cepat saji.
Bunda: Dies, jangan sering-sering makan diluar ya gabaik, sesekali aja, nanti pulangnya hati-hati ya jangan kemaleman.
KAMU SEDANG MEMBACA
BREATHE
Teen FictionAku telah membuka semua pintu dan melepas merpati-merpati itu pergi. Tanpa pesan, tanpa persinggahan. Melintasi taman paling rindu, dimana kau bunuh kenangan kita dulu. Dan sungguh, aku tak akan pernah memberinya denyut nadi lagi. Hidup kembali, sep...