Gabby POV
"Dasar Jalang! Sudah berapa banyak pria yang kau tiduri minggu ini?"
"Kau meniduri Ryan? Kau gila!"
"Dia tidak akan hidup lebih lama lagi, penyakit kelamin akan membunuhnya secara perlahan."
"Dia meniduri pacarku kemarin malam dan bersikap polos pagi ini. Memang bajingan."
"Apa Mr. Maxwell kau tiduri juga? Jalang sepertimu pasti suka dengan segala macam umur kan? LOL."
"Pergi saja kau ke neraka!"
"Okay, i will" ucapku ketika membaca sticky note terakhir. Seberapa seringpun mereka melakukan hal ini, aku tidak akan terpengaruh sama sekali. Jiwaku sudah busuk, persis seperti yang mereka selalu katakan.
Dengan malas, kucabuti satu per satu sticky note yang tertempel di lokerku, tanpa peduli dengan tatapan mengejek serta nyinyiran yang berseliweran di sekitarku. Bahkan tidak sedikit murid yang melewatiku dengan pandangan jijik. Aku sudah kebal. Mereka semua hanya membuang-buang tenaga.
Setelah lokerku bersih, aku segera mengambil beberapa buku untuk memulai jam pelajaran selajutnya. Saat ketika aku berbalik, seseorang melempariku telur mentah tepat di wajahku, membuat para murid lainnya tertawa.
"Kau pantas mendapatkannya, karena kau telah membuatku putus dari Ryan!" Teriak gadis yang bahkan tidak kuketahui namanya. Aku hanya bisa memejamkan mata dan diam di tempat untuk menahan amarahku.
"Kau hebat, Talitha. Jalang sepertinya memang pantas mendapatkan pelajaran sesekali." timbal gadis lainnya yang membuat semua murid tertawa. Bahkan sekarang wajahku menjadi sasaran lempar berbagai macam makanan.
"Hei! Apa yang kalian lakukan? Cepat kembali ke kelas!" Teriak Mr. Prescott dari kejauhan. Para murid yang takut masuk ruang konseling segera pergi berhamburan, meninggalkanku seorang diri.
"Kau baik-baik saja, Westbrook?" Tanya Mr. Prescott dan aku hanya mengangguk. "Kau akan diberi izin untuk pulang lebih awal. Bersihkanlah dirimu" ujarnya dan aku kembali mengangguk.
"Dengar, jika mereka membullymu, kau bisa mengatakannya padaku, atau mungkin pada guru konseling lainnya. Jika kau selalu bungkam seperti ini, mereka akan terus merendahkanmu." aku sungguh menghargai kebaikan hati Mr. Prescott, tapi dia guru konseling. Itu tandanya dia selalu berkata seperti ini kepada semua murid yang bermasalah, termasuk diriku.
"Aku harus membersihkan diri. Selamat siang, Mr. Prescott." ucapku lalu pergi melewatinya. Ini sudah yang ke enam kalinya dia berkata seperti itu, aku jadi penasaran berapa banyak uang yang dia terima untuk memikirkan murid-murid seperti diriku? Apa cukup untuk memberi makan keluarganya?
Aku membersihkan wajah di kamar mandi sekolah, karena tidak mungkin aku bisa menggunakan sepeda dengan mata yang terpejam sebelah. Aku menatap pantulan diriku yang berada di cermin, semua hinaan para murid seketika berseliweran di kepalaku.
Jalang, penyakit kelamin, bajingan, tidak akan hidup lebih lama lagi, dan banyak hinaan yang masih terus menerus berdatangan di otakku. Apa pantas mereka semua mengejekku seperti itu? Apa mereka pikir, mereka sudah sempurna? Apa mereka tahu alasan aku melakukan semua ini? Tanpa mereka berkata seperti itupun aku sadar, bahwa diriku tidaklah sama dengan gadis tujuh belas tahun lainnya. Diriku hina juga kotor, tapi tanpa semua itu, aku akan mati kelaparan. Dunia ini kejam bukan?
Aku segera mengikat rambut panjangku, membersihkan wajah satu kali lagi kemudian pergi dari tempat terkutuk yang bernama sekolah ke tempat terkutuk lainnya yang bernama rumah.
•••
"Mengapa kau pulang lebih awal?" Tanya Dad yang membuat langkah kakiku terhenti, kemudian berbalik menghadapnya.
"Aku diperbolehkan pulang lebih awal." jawabku tanpa niat untuk memberitahu tragedi telur, karena aku tahu tahu dengan pasti dia tidak akan peduli.
"Baguslah, karena kau bisa lebih cepat datang ke tempat kerja lalu mendapatkan uang tip yang lebih banyak." sahutnya sembari menyesap bir kalengan. Aku tersenyum kecut, miris melihat seseorang yang seharusnya menjadi pahlawan berubah menjadi manusia yang aku harap segera merenggang nyawa. Untungnya aku masih terlalu sadar untuk tidak merencakan strategi pembunuhan paling sadis yang pernah ada, dia masih ayahku, tidak seharusnya kubunuh. Atau mungkin belum waktunya.
Aku kembali meneruskan perjalan ke kamar, aku perlu membersihkan diri sebelum berpikir apa yang akan aku lakukan sebelum menjalani peran paling buruk sepanjang masa, menjadi pelayan di Hooters.
Aku benci teman sekolahku selalu datang ke tempat terkutuk itu, aku benci karena tidak bisa menolak pelanggan, aku benci karena mereka memberiku uang tip yang besar, aku benci pekerjaanku, aku benci ayahku yang sama sekali tidak berguna, aku benci disaat dia menggerayangi para pelacur di sofa ruang tamu ketika aku pulang bekerja, aku benci setiap kali dia menagih uang hasil kerjaku untuk dia gunakan membeli bir, aku benci karena ibuku pergi meninggalkanku sendirian, aku benci karena dia tidak membawaku meninggal bersamanya, dan yang paling penting adalah aku benci kehidupanku. Semuanya. Semua yang terjadi dalam hidupku, aku benci.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Reputation [S•M] [COMPLETED]
FanfictionBerawal dari sticky note, mereka saling mengenal. Shawn tidak peduli dengan reputasi yang dimiliki oleh Gabby, dia hanya peduli bahwa hatinya sudah jatuh tepat di depan loker yang penuh dengan kertas warna-warni. Shawn rela mengambil resiko sebanyak...