34

1.4K 148 30
                                    

Shawn POV

"Kali ini ada apa, huh?" Aku mengerang, mengangkat kepala dari atas bantal lalu menoleh, melihat Aaliyah yang tahu-tahu sudah ada di sampingku. Al menurunkan pandangannya, lalu mengernyit karena mungkin saja dia baru sadar wajah kakaknya sedikit berantakan.

"Bangun jagoan, aku akan mendengar semua perkataanmu." Al menepuk-nepuk pantatku. Mau tak mau aku harus bangun, lagipula aku sudah lama tidak bicara dengannya.

Aku duduk bersila di sampingnya, lalu menyugar rambut dan menghela napas. "I fuked up, Al." Bisikku pada akhirnya.

"As always, huh?" Komentarnya membuatku semakin buruk.

Ku cengkram tengkukku lalu kembali menghela napas. "Tadi siang aku pergi ke rumah Gabby. Dia-"

"Tunggu, tunggu. Kenapa masalahmu selalu berkaitan dengannya?" Potong Al.

"Karena hanya dia yang mampu membuatku seperti ini." Jawabku. "Kau mau mendengarnya atau tidak?"

"Oke?" Sahutnya skeptis. Seperti tidak yakin pada diri sendiri dengan jawabannya.

"Dia sangat kacau, aku tidak tahu kalau kali ini aku benar-benar mengacaukan hal terakhir yang mampu dia genggam. Aku.." Aku mengerang, kembali membaringkan tubuh di atas ranjang.

"Dia bilang aku tidak tahu bagaimana rasanya dipermalukan, tapi sebenarnya aku tahu. Setiap kali melihatnya di sekolah, aku tahu bagaimana rasanya dipermalukan. Aku berusaha sekuat tenaga untuk membuat hidupnya lebih baik, tapi yang kulakukan hanya mengacau." Lanjutku. Aaliyah masih memperhatikanku dengan tatapan iba. Tanpa kusadar aku kembali menangis.

"Aku selalu berusaha untuk memperbaiki reputasinya sedikit demi sedikit, setidaknya aku bisa melihatnya tersenyum di sekolah, itu sudah menjadi kemajuan bagiku. Tapi yang kulakukan benar-benar di luar kendali." Al mengelus pundakku perlahan, tatapannya menyiratkan pengertian, tapi yang kuinginkan hanya Gabby yang mengerti situasi ini.

"Hanya aku satu-satunya orang yang tidak peduli dengan reputasinya. Apapun cerita yang kudengar tentangnya tidak akan berpengaruh padaku, karena yang kuinginkan hanyalah dia. Tapi orang tersebut.." Aku mengelap air mata. "Orang yang satu-satunya mengerti dia, orang yang peduli padanya, orang yang menginginkannya.. Menyakitinya melebihi apapun."

Aaliyah menghela napasnya lalu mengerjapkan mata beberapa kali. "Astaga." Bisiknya. "Apa masalah ini yang membuatmu diskors selama dua hari?"

Aku mengangguk untuk jawabannya. Masa detensiku baru satu minggu berlalu sebelum kejadian terjadi, maka dari itu hukumanku naik satu tingkat. Lagi pula Ryan tidak akan mendukungku kali ini, dia memberi hukuman tanpa mau menatap langsung ke mataku.

"Aku tidak tahu harus mengatakan apa." Ucap Al. "Kukira kau sekuat penampilanmu, tapi ternyata kau sama hancurnya seperti Gabby."

"Itu yang kutakutkan, Al. Aku takut dia beranggapan aku baik-baik saja sedangkan dia tidak. Padahal aku hancur. Sehancur yang bisa kau lihat."

Aaliyah mengangguk paham, dia berusaha tersenyum untuk memberikan ketenangan padaku. "Kami akan ada di bawah jika kau butuh." Lalu dia segera bangkit dan keluar dari kamarku.

Aku menghapus sisa air mataku, lalu bangkit dan mengambil gitar. Aku tertawa perlahan ketika mengambil gitar yang sama seperti yang kubawa saat pergi ke bukit bersama Gabby. Setidaknya hal ini mampu menghapus rasa rinduku -meskipun sedikit-.

"She's got a bad reputation. She takes the long way home. And all of my friends seen her naked. Or so the story goes.." Aku mulai memetik senar gitarku, melanjutkan lirik yang seketika muncul dalam kepalaku. Mungkin lagu yang akan kutulis ini menjadi curahan isi hatiku sepenuhnya.

Bad Reputation [S•M] [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang