36

1.4K 129 33
                                    

Shawn POV

Mataku layu, hanya menatap kosong roti panggang selai kacang plus jelly berwana ungu kebiruan yang sudah mulai dingin di hadapanku. Mom memberikan kode kepada Dad untuk menanyakan apa yang terjadi padaku. Yah, meskipun aku tidak memperhatikan mereka, tapi aku bisa merasakannya.

"Mendes," Dad berdehem untuk mengulur waktu, sembari berpikir apa yang akan dia tanyakan. Aku tidak butuh menjadi orang genius untuk tahu kebiasaan orang tuaku. "Semua baik-baik saja?" Tanyanya.

Untuk sesaat aku hanya diam, sampai pada akhirnya mengedikkan bahu sembari menghela napas. "Kuharap." Jawabku seadanya. Karena aku benar-benar berharap semuanya baik-baik saja.

"Sudah hampir satu minggu kau pergi ke sekolah tanpa menyentuh sarapanmu. Dan aku tidak tahu apa yang kau makan selama berada di rumah sakit menemani Gabby-" hatiku mencelus ketika mendengar nama Gabby, rasanya seperti ada sesuatu yang menonjok hatiku menggunakan sarung tinju.

"-aku hanya tidak ingin kau-" lanjut Dad yang segera kupotong.

"Aku baik-baik saja." Wajahku terangkat untuk menatap anggota keluargaku satu per satu. "Aku baik-baik saja." Ulangku, sekedar memastikan bahwa hatiku mendegarnya.

"Aku kira setidaknya kau akan merasa senang karena kejadian foto itu dihapus dari perilaku burukmu di sekolah." Dad menyangga dagunyanya di atas tangan kirinya sedangkan tangan kanannya memegang cangkir kopi.

"Itu semua tidak menjamin Gabby akan segera sembuh, tapi ya, aku bahagia." Jawabku dengan maksud membuat Dad sedikit lebih tenang.

Satu minggu ini banyak hal yang terjadi, Ryan heran melihatku terpukul mengetahui Gabby mengalami kecelakaan yang disengaja -itu istilah yang dia gunakan-. Dan Ryan merasa kalau aku benar-benar berniat menghancurkan hidup Gabby dengan cara menyebarkan foto aibnya, maka tanganku tidak akan di perban seperti sekarang.

Oleh karena itu dia benar-benar melakukan wawancara yang serius denganku. Tentang segala hal, bahkan tentang diriku yang diancam oleh Talitha untuk menjadi kekasihnya dengan ancaman foto aib Gabby. Setelah beberapa jam melakukan pembicaraan, Ryan mulai memanggil Talitha untuk mengahadap.

Butuh lebih dari dua hari agar gadis busuk itu mau mengaku, dan sebagai gantinya kejadian tersebut dihapus dari catatan perilaku burukku. Yah, aku berharap hal ini bisa membuat Gabby lebih cepat siuman, maka dari itu aku tidak merasakan apapun ketika mengetahui Tal mendapatkan hukuman yang setimpal. Semua terlambat, ucapku dalam hati kala itu.

Aku segera bangkit dari kursi, mencantolkan ransel di pundak kananku. Mom lagi-lagi menghela napas kecewa karena anaknya pergi tanpa menyentuh makanan yang sudah dia buat. Aku bukannya tidak mau menghargai usahanya, aku hanya tidak memiliki tenaga untuk menguyah.

Kukepalkan tangan kiriku di depan Aaliyah, melakukan tos adalan kami. Hanya saja kali ini aku menggunakan tangan kiri, karena tangan kananku masih terasa nyeri. Aku mencondongkan tubuh ke samping kanan, mengecup pipi Mom sebagai perkataan maaf karena lagi-lagi melewatkan sarapan. Kemudian segera bersiap pergi ke sekolah agar aku bisa lebih cepat kembali bertemu dengan Gabby.

Aku masuk ke dalam mobil, kemudian melempar ransel ke jok belakang. Aku tersenyum getir ketika selesai menggunakan sabuk pengaman. Entah mengapa rasanya hari-hariku sungguh berat tanpa kehadiran Gabby. Ku cengkram stir kemudi dengan erat, perban yang melilit di tangan kananku mulai berubah warna sedikit demi sedikit, menampilkan bercak darah.

Aku menghela napas perlahan, memejamkan mata kemudian membenamkan wajahku di atas tangan, tidak peduli dengan perih yang mulai terasa. Dan anehnya seketika semangatku untuk bertemu Gabby lenyap.

"Mungkin hanya lelah." Bisikku pada diri sendiri, lalu segera mengangkat kepala dan mulai menyalakan mesin mobil. Berusaha keras mengingat betapa rindunya aku kepada Gabby.

Bad Reputation [S•M] [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang