Shawn POV
Pada umumnya piring akan diisi oleh makanan. Makan malam yang dibuat oleh Mom selalu enak, aku tidak pernah menolak makanan jenis apapun. Tapi hari ini di atas piringku hanya ada ponsel, tidak nasi ataupun ayam.
Aku terus berharap ponselku menyala, menampilan notification dari Gabby, meskipun hanya sebuah pesan kosong. Aku menunggu panggilan darinya, meskipun dia tidak mengatakan apapun. Aku terus menunggu, meskipun tahu usahaku sia-sia.
"Apa kita harus kembali ke kanada?" Tanya Dad seketika.
"Memang pekerjaanmu disini sudah selesai?" Mom balas bertanya. Aku sama tidak melepas perhatianku pada ponsel, tapi untungnya telingaku masih berfungsi untuk mendengarkan percakapan mereka.
"Pekerjaanku tidak akan selesai disini, tapi aku akan baik-baik saja tinggal sendiri. Tiap akhir minggu aku akan mengunjungi kalian."
"Club hockey disini keren, aku tidak ingin pindah." Sahut Aaliyah. "Memangnya kenapa kita harus kembali?" Lanjutnya.
"Semenjak kita pindah kemari, kakakmu menjadi sedikit tidak waras. Aku hanya khawatir padanya, mungkin pindah bisa membantu." Kali ini aku menoleh. Ketika perasaanmu sedang tidak baik, dan ada orang yang menuduhmu tidak waras, sudah pasti kau tidak akan tinggal diam kan?
"Dad, hentikan. Aku tidak ingin bercanda sekarang." Jawabku, menatap sengit ke arahnya. Dad merapatkan bibirnya menjadi garis tipis, kemudian mengedikkan bahu. Untunglah dia tahu kalau aku sedang serius, maka dari itu Dad tidak membalas dengan perkataan.
"Sayang," Mom mengelus tanganku, berusaha mengalihkan pandangan tidak sopanku dari Dad. Mom selalu tahu aku tidak akan pernah bisa menatapnya seperti itu.
"Apa kau sedih karena Gabby pindah?" Tanya Mom lembut, dia terus menggenggam tanganku. Mom menatapku tulus, ibu jarinya mengelus punggung tanganku.
"Entahlah." Jawabku seraya mengedikkan bahu. "Aku tidak tahu." Sebenarnya aku tidak sedih Gabby pindah, aku senang karena mungkin saja itu yang terbaik untuknya.
Aku hanya khawatir dengan alasannya, aku takut bahwa salah satu alasannya untuk pindah karena aku sudah membuatnya malu di atas ranjang. Aku bodoh dan tidak jantan. Aku terlalu pengecut padahal akulah yang memulai.
"Dia pindah jelas karena dirimu, kak. Tidak seharusnya kau bersikap seperti ini." Sahut Al dengan ketus, semakin memperburuk keadaanku. "Karenamu aku kehilangan tetangga hebat sepertinya." Lanjut Al.
"Al, bisakah kau tutup mulutmu?" Aku menyesal setelah mengatakan hal itu. Tidak seharusnya aku marah-marah disini, karena mereka tidak tahu apa yang telah kulakukan. Seharusnya aku marah pada diri sendiri.
Al menaikan satu alisnya, menatapku dengan pandangan 'yang benar saja kau marah padaku? Kau ini bodoh atau bagaimana?'
"Makanan yang lezat, sayang. Kau memang pandai memasak." Seketika semua tatapan kami tertuju kepada Dad yang sedang menikmati makan malamnya. Dia berusaha untuk kembali menetralkan suasana, tapi tidak dengan suasana hatiku.
"Makanannya lezat kan, Mendes?" Dad menatapku dengan senyuman andalannya.
Aku memutar bola mata kemudian segera bangkit dan mengambil ponsel yang berada di atas piring. "Ya, Dad. Sangat lezat." Balasku, lalu pergi meninggalkan meja makan.
"Kau mau kemana?" Tanya Mom.
"Mencari angin." Jawabku acuh tak acuh, membuka pintu rumah, dan segera berjalan keluar.
•••
Gabby POV
"Tidak disitu, Sky. Kau salah menyimpannya." Sky tertawa, mengambil potongan puzzle, lalu memasangkannya di tempat yang tepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Reputation [S•M] [COMPLETED]
FanfictionBerawal dari sticky note, mereka saling mengenal. Shawn tidak peduli dengan reputasi yang dimiliki oleh Gabby, dia hanya peduli bahwa hatinya sudah jatuh tepat di depan loker yang penuh dengan kertas warna-warni. Shawn rela mengambil resiko sebanyak...