32

1.4K 129 28
                                    

Gabby POV

Sudah satu minggu lebih beberapa hari aku dan Shawn kembali menjalin hubungan. Rasanya menyenangkan memiliki kehidupan yang mulai berjalan normal. Apa aku harus mendatangi makam Dad dan menceritakan kehidupanku yang sekarang? Karena aku benar-benar melakukan apa yang Dad dan Mom mau.

Saat ini aku sedang merampungkan beberapa tugas yang diberikan oleh Mrs. Davis, aku tidak tahu apa yang sedang dilakukan oleh Shawn, karena kami tidak pernah berbincang selama di sekolah. Tapi jujur saja aku sangat merindukannya.

Kugigit bibir bawahku sembari mengetuk-ngetukan pensil ke samping mataku, membayangkan Shawn yang merengek setiap kali aku mengusirnya dari rumah. Dia tidak pernah mau pulang sebelum aku memberinya ciuman selamat tinggal. Memang sedikit menggelikan, tapi itulah yang kusuka darinya.

Aku segera berbalik ketika mendengar sesuatu, ruangan ini sepi, tapi rasanya aku mendengar seseorang di pintu belakang kelas. Apa ada yang hendak datang? Ah mungkin aku hanya salah dengar.

Lebih baik aku segera menyelesaikan tugas ini dan masuk ke kelas terakhir. Aku tidak sabar menunggu bell pulang sekolah, aku senang setiap kali Shawn menempel padaku meskipun terkadang sedikit menyebalkan. Aku tersenyum kecil, kemudian kembali sibuk dengan buku catatanku.

•••

Shawn POV

"Berikan bolanya padaku!" Nash melempar bola basketnya sesuai dengan perintahku. Aku menggiring bola dan langsung melemparnya ke dalam ring basket.

"Shit!" Umpatku ketika bola meleset. Kelompokku memberi tepuk tangan sebagai penyemangat. Setelah bola berada di tangan lawan, aku kembali fokus untuk merebutnya.

Keringatku bercucuran, saat ini pemikiranku seluruhnya hanya untuk menambah angka. Untungnya Gabby tidak akan merajuk bila kami berada di sekolah, kami bisa sama-sama menjadi diri sendiri disini, tanpa memikirkan satu sama lain.

Tapi jika sudah bell pulang, berbeda lagi ceritanya. Aku akan menempel padanya tanpa bisa menjauh sebelum dia memaksa. Selama satu minggu ini aku selalu bertugas mengantarnya pulang ke rumah.

Ryan sudah mulai terbiasa, dia senang karena pada akhirnya hubungan kami lebih jelas. Dia jadi lebih sering menitipkan anaknya padaku bila dia harus bekerja sampai larut malam. Tapi sudah pasti dengan sedikit catatan; 'dilarang membuat anakku hamil.'

Kami berhenti bermain ketika bell pelajaran terakhir berkumandang. Aku menghela napas beberapa kali sebelum akhirnya berjalan ke samping lapangan untuk mengambil barang-barangku.

Ku ambil ponsel dari dalam ransel, kemudian mencantolkan ransel di pundak sebelah kanan. Aku berjalan sembari memainkan ponsel. Data internetku mati? Aku mengerutkan dahi, sebelumnya aku tidak pernah membiarkan ponsel dengan data internet mati. Tapi mungkin hari ini aku sedikit lupa.

Ketika aku hendak berjalan ke kelas antropologi, aku berpapasan dengan Gabby, tangannya penuh dengan beberapa buku catatan. Dia menatapku dengan senyum geli di wajahnya, seperti bingung karena tubuhku banjir keringat.

Bibirku komat-kamit mengatakan "basket." Tanpa suara. Dia mengangguk lalu mendahuluiku untuk masuk ke dalam kelas. Aku memilih untuk duduk di belakang, karena memperhatikannya dari sini telah menjadi sebuah kebiasaan setiap kali kelas yang kami masuki sama.

Tangaku masih menggenggam ponsel, aku lupa untuk menyalakan data internet karena melihat Gabby mampu membuat duniaku yang lainnya redup. Gabby seperti berada di atas panggung dengan lampu sorot yang hanya tertuju padanya.

Aku tertawa lalu menggelengkan kepala karena memikirkan hal konyol seperti itu. Tatapanku turun kembali pada ponsel, lalu menyalakan data internet. Setelah menyala, ku simpan ponsel di atas meja, lalu menyimpan ransel di samping bangku. Aku sibuk mencari buku catatan untuk kelas hari ini.

Bad Reputation [S•M] [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang